KAMI BERWISATA MENGHUBUNGKAN TITIK-TITIK
Penulis : Thasya Lutfia Hasinah Iramani
Saya adalah seorang guru yang mendidik Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK). Setelah saya lulus SMA, saya dipertemukan dengan seorang PDBK cantik nan lucu dengan hambatan downsyndrome di Sekolah Luar Biasa, Kota Bandung. Saya masih gugup dan tidak tahu hal apa yang harus pertama kali saya lakukan maupun ucapkan ketika bertemu dengannya. Bersyukurlah, seorang guru membimbing saya untuk mendekatinya. PDBK tersebut belum bisa berkomunikasi dengan verbal dan saya pun masih gugup, sehingga kegiatan bermain kami terbilang masih dalam suasana yang canggung. Seminggu kemudian, saya membawa beberapa mainan untuk bertemu dengannya kembali. Saya mencarinya di setiap kelas, namun tidak bisa menemukannya. Setelah saya menanyakannya, baru diketahui bahwa hari itu adalah hari pertama dan terakhir kami bertemu. Karena masalah kesehatan, dia telah kembali pada sang pencipta. Perasaan saya tidak nyaman, hingga saya bergegas untuk kembali ke rumah dan mengunci diri di kamar seraya melepaskan segala emosi yang ada. Saya sangat menyesal karena tidak bisa mengajaknya bermain dengan menyenangkan
Seiring berjalannya waktu, saya menjadi seorang guru di SLB tersebut sambil menjalani bangku perkuliahan. Sehingga saya masih dibimbing oleh guru pamong untuk memahami karakteristik peserta didik disana. Setelah pulang sekolah, saya memperhatikan seorang anak kecil yang terdiam berjam-jam menunggu orang tuanya datang menjemput. Saya ragu untuk mendekatinya, karena saya termasuk orang yang takut untuk mengawali suatu percakapan. Ketika saya melihatnya, dia sangat mirip dengan PDBK downsyndrome yang kutemui sebelumya dengan rambut lurus sebahu dan poni menutupi dahinya. PDBK dengan downsyndrome memangdisebut kembar sedunia, tapi tidak hanya wajahnya, sikapnya sungguh sangat mirip.
Saya kumpulkan keberanian untuk mendekatinya hingga memperkenalkan diri saya. Dia merasa malu dan menjauh tanpa sepatah kata apapun. Seorang guru mendekati saya untuk menjadi perantara agar kami bisa berkenalan. Namanya adalah Sisi (nama samaran), peserta didik baru kelas 1. Dia selalu menunggu keluarganya untuk menjemput. Setiap kali melihat sikap dirinya, saya seperti melihat diri saya yang dulu. Ketika saya duduk di bangku kelas 1 SD, saya selalu menunggu kakak kelas untuk pulang bersama dengan mobil jemputan. Namun perbedaannya, saya memiliki teman seangkatan yang bisa diajak bermain. Sedangkan, Sisi tidak punya teman bermain karena teman-temannya sudah dijemput oleh keluarganya. Pasti dia merasa bosan, pikirku. Sungguh disayangkan waktu yang banyak ini dipakai hanya untuk terdiam dan saya tidak mau merasa menyesal kembali. Oleh karena itu, setiap saya selesai mengajar, saya akan mendatanginya untuk mengajak bermain. Sedikit demi sedikit dia mulai bisa berbicara dan mengeluarkan tingkah lakunya yang lucu. Terkadang kami bermain di kolam bola, membaca buku hingga bermain peran. Namun sayangnya, ia lakukan hanya pada saya dan disituasi yang tidak terlalu ramai.
Pada suatu hari saya dan Sisi masuk ke ruangan olahraga yang sepi. Saya mulai memperkenalkan Sisi pada beberapa alat yang ada, seperti trampolin, bola pantul dan lainnya. Agar tidak bosan, saya menyalakan sebuah lagu anak yang bersemangat. Sesekali, tanpa disadari saya akan menari dan mengeluarkan gerakan-gerakan yang cocok dengan lirik dan irama lagunya. Tidak disangka, Sisi lambat laun mulai mengikuti gerakan saya dengan semangat dan lucu. Ekspresi dan gerakannya sangat lucu dan menarik. Saya mulai mengajak beberapa guru untuk melihatnya. Namun Ketika guru-guru datang, ia terdiam dan tidak mau bergerak. Ketika tidak ada siapa-siapa, dia akan mengeluarkan kembali gerakan-gerakan yang kami buat. Begitu pun terus berlanjut dan berulang.
Saya pun merenung dan mulai memikirkan alasan Sisi berperilaku seperti itu. Saya mulai menemukan titik terang setelah merefleksikan diri serta mencoba untuk memosisikan diri saya pada dirinya. Tidak hanya Sisi, saya pun selalu menari di tempat yang tidak ada siapapun, saya akan malu bila ada yang melihat. Hal ini dikarenakan, saya tidak terbiasa untuk dilihat orang lain dan takut melihat ekspresi orang melihat saya. Selain itu, gerakan yang saya lakukan adalah gerakan refleks dalam keadaan tenang. Ketika ada yang mengganggu ketenangan, pikiran untuk memunculkan suatu gerakan akan menghilang. Sehingga gerakan menari ini harus diingat oleh tubuh secara spontan dengan latihan. Semua keberanian dan percaya diri membutuhkan proses. Sisi adalah orang pertama yang melihat saya menari, begitupun saya adalah orang pertama yang melihat Sisi menari di sekolah. Kami berdua membutuhkan waktu untuk bisa memperlihatkan tarian kami di depan orang lain.
Akhirnya, menari dengan lagu dan gerakan yang sama adalah menjadi rutinitas kami selama waktu menunggu tersebut. Berminggu-minggu, hanya kami yang menari di ruangan tertutup tersebut. Selanjutnya saya mulai merekam kegiatan tari kami di handphone. Setelah kami menari, kami akan menonton videonya dengan sesekali mengapresiasi yang telah kami lakukan. Secara perlahan, saya akan keluar dari jangkauan video tersebut, hingga hanya Sisi sendiri yang terekam di layar. Saya meminta izin padanya untuk memperlihatkan videonya ke beberapa guru. Dengan malu ia akan menyetujuinya dan tersenyum ketika guru-guru lain mengapresiasnya. Kemudian, saya mengajak teman-teman sekelasnya untuk ikut menari dengan Sisi. Pada awalnya ia malu, namun dalam proses saya melatih teman-temannya, ia mulai berani menggoyangkan badannya dan mengikuti gerakan lagu. Bahkan rasa percaya dirinya meningkat karena dia mengetahui gerakannya terlebih dulu.
Saya menyarankan pada para PDBK untuk pindah tempat ke ruang tengah yang lebih luas karena mulai terasa panas di ruangan tersebut. Tapi, di ruang tengah akan banyak orang lewat dan menonton mereka. Pada awalnya Sisi ragu, namun ia memberanikan diri untuk menari karena bersama teman-temannya. Mereka menari dengan semangat dan ekspresi lucunya. Setiap hari ia meminta untuk menari dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menarikan lagu baru. Hingga akhirnya, dia dan teman-temannya selalu aktif menampilkan kegiatan menari dengan berbagai gerakan dan lagu di berbagai kegiatan-kegiatan baik di luar maupun di sekolah.
Sisi mengajarkan saya menjadi seorang guru yang harus memiliki keberanian dan percaya diri. Saya memahami bahwa proses pembelajaran adalah hal yang terpenting dalam menanamkan karakter baik pada peserta didik maupun guru. Saya sebagai guru banyak mengalami perubahan positif, ketika saya bisa melakukan refleksi pada apa yang telah dilakukan dan berani mencoba hal-hal baru untuk mengatasi masalah. Kreativitas akan muncul, ketika seorang guru memiliki kepekaan terhadap masalah dan memiliki motivasi untuk menyelesaikannya. Saya merasakan bahwa menjadi seorang guru memiliki pengaruh besar dalam kehidupan berbagai individu, sehingga saya harus belajar untuk menjadi lebih baik lagi untuk mereka. Kehidupan saya lebih berwarna bersama mereka.