MENGAJAR, PINTU UNTUK SEMUA!

Oleh : Eski Sosiawan

Pengalaman mengajar dimulai ketika tercantum secara resmi dalam daftar lampiran surat keputusan kepala sekolah – di dua sekolah sekaligus – di tahun 1998.  Mengajar di sekolah swasta dengan yayasan yang berbeda. Jenjang mengajar di sekolah menengah atas, pernah mengalami juga berganti menjadi sekolah menengah umum. Alhamdulillah diberi kesempatan mengajar Kewarganegaan delapan belas jam di kelas satu, untuk dua jam pelajaran setiap kelasnya. Berarti saya diberikan kewenangan membimbing sembilan kelas. Itu untuk sekolah pertama, sedangkan untuk sekolah kedua hanya mengajar delapan jam, karena sekolahnya hanya memiliki satu kelas satu, satu kelas dua dan kelas tiga ada dua, masing-masing satu jurusan IPA dan satu jurusan IPS. Di sekolah yang kedua saya mata pelajaran yang sama, yaitu mata pelajaran Kewarganegaraan. Untuk mengajar sekolah pertama waktunya pagi dan siang, sedang di sekolah kedua hanya waktu siang hari, dengan tempat atau lokasi yang berbeda.

Sebelum menyampaikan pengalaman mengajar ini lebih lanjut, terlebih dahulu diceritakan sedikit latar belakang saya. Bahwa saya pendidikan strata satu dari fakultas hukum. Kemudian untuk memenuhi kwalifikasi mengajar saya tempuh di Universitas Terbuka mengambil Mengajar Akta IV, ternyata saya angkatan terakhir, karena Universitas Terbuka setelah itu tidak membuka jurusan tersebut. Saat mengambil Mengajar Akta IV ditempuh dua semester dengan duapuluh sistem kredit semester. Akhirnya lulus mendapatkan ijazah untuk SIM – surat ijin mengajar.

Pengalaman di sekolah pertama

Pengalaman mengajar di sekolah pertama dimulai dari tahun 1998 hingga pada akhirnya di tahun 2019. Suka duka silih berganti ketika mengajar hingga kesan dan pesan penuh dinamika dari murid-murid yang diajar di kelas maupun yang bersosialisasi di organisasi sekolah atau kegiatan ekstrakurikuler dengan murid-murid. Mengajar dengan sistem catur wulan hingga sistem semesteran atau enam bulanan. Mengajar dari kelas satu hingga kelas tiga. Pengalaman mengajar hingga mata pelajaran yang berbeda di semua jenjang.

Di awal mengajar sesuai dengan jam mengajar berjalan sesuai jadwal yang diterima dari wakil kepala sekolah bidang kurikulum via staf kurikulum. Wakil kepala sekolah urusan kurikulum waktu itu beliau adalah seorang dosen dengan latar belakang fakultas kehewanan di institut terkenal di kota hujan dan pasca sarjana statistik di sebuah universitas di negara paman sam, atas rekomendasi seorang ahli ilmu pasti Indonesia bernama bapak Andi Hakim Nasution. Sedangkan staf kurikulum berlatar belakang sarjana kehutanan dengan gelar insinyur dari institut yang sama dengan wakil kepala sekolah urusan kurikulum. Pada suatu hari saat menunggu jam mengajar, guru piket dikontrol oleh wakil kepala sekolah urusan kurikulum. Beliau menanyakan kepada guru piket, siapa saja guru yang tidak masuk hari ini. Untuk sekedar info, sekolah pertama saya mengajar ini di tahun 2002 jumlah rombelnya ada lima puluh dua kelas  untuk seluruh kelas satu, kelas dua dan kelas tiga. Jumlah murid perkelas ada yang empat puluh delapan ada yang lima puluh dua, jadi bangku terkadang mepet ke meja guru. Kembali tentang guru piket yang ditanya oleh wakil kepala urusan kurikulum tadi, ternyata ada beberapa guru yang tidak hadir dan belum memberikan tugas di kelas yang hari itu ada jadwal mengajarnya. Kebetulan kelas yang dimaksud dimana guru tidak hadir dan belum memberikan tugas adalah kelas tiga jurusan IPA. Oleh wakil kepala sekolah urusan kurikulum diseyogyakan saya untuk mengisi jadwal mengajar di kelas yang gurunya tidak hadir dan belum diberi tugas tersebut.

Buat saya yang belum memiliki jam terbang mengajar saat itu, menjadi sebuah tantangan untuk masuk kelas lain apalagi kelas tertinggi di jenjang sekolah menengah atas. Walaupun saya dari latar belakang fakultas hukum, saya saat itu memiliki ide apa yang harus diberikan kepada murid – kalau dibahasa undang – undang sistem pendidikan nasional , disebut peserta didik – kebetulan saya menguasai beberapa model test tentang matematika logika untuk masuk perguruan tinggi negeri waktu itu. Adapun contoh soal model test matematika logika itu seperti deret ukur. Di tulis di papan tulis beberapa soal kemudian dengan dibahas cara mengerjakannya. Sebelum mengajar perkenalan terlebih dahulu mengapa saya berdiri di kelas yang dimaksud, mengabsen kelas dengan cara dipanggil satu persatu sekaligus lebih mengenal murid – murid di kelas.  Itu pengalaman pertama mengajar di kelas yang berbeda dengan tingkat lebih tinggi di kelas yang menjadi tanggungjawab saya sesuai pembagian tugas dalam surat keputusan kepala sekolah.

Pada tahun – tahun berikutnya saya dipercaya mengajar mata pelajaran yang sama dengan jumlah jam bertambah. Tidak lagi mengajar di kelas satu, tetapi di kelas dua bahkan di kelas tiga yang nota benenya ada ujian sekolah atau evaluasi belajar tahap akhir, bahkan nasional. Tentu di sela – sela mengajar, terus terang walaupun sulit untuk mengikuti kegiatan musyawarah guru mata pelajaran atau disingkat MGMP atas ijin kepala sekolah, suatu saat ada kesempatan ikut kegiatan tersebut atas undangan panitia dari  ibu kota provinsi. Mau tidak mau kepala sekolah memberi ijin, walau saya harus meninggalkan tugas mengajar pada saat ada jadwal mengajar untuk dapat hadir di kegiatan tersebut. Dari kegiatan MGMP yang diikuti ilmu saya bertambah dan bertambah pula rekan – rekan guru mata pelajaran sejenis untuk dapat saling berbagi ilmu sekaligus bersilaturahmi.

Masih pengalaman di sekolah pertama, mata pelajaran Kewarganegaraan atau Pendidikan Kewarganegaraan atau sebutan sekarang Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan dengan sistem catur wulan dengan ciri utama berupa pengamalan nilai-nilai dari sila-sila yang ada dalam Pancasila. Maksudnya ketika bab satu di kelas satu, maka materi pembelajarannya mencermin sila pertama. Hal ini dilanjutkan bab enam dicatur wulan kedua, materi pembelajarannya mencerminkan sila pertama walaupun dengan judul yang berbeda. Terakhir untuk catur wulan ketiga materi pembelajarannya disesuaikan dengan sila pertama dengan judul lain lagi. Begitu seterusnya untuk bab dua sampai dengan dengan bab sepuluh, catur wulan kedua. Demikian pula catur wulan ketiga dari bab sebelas hingga bab limabelas, urutan materi pembelajaran mencerminkan nilai-nilai sila – sila kedua sampai lima dalam Pancasila dengan judul yang berbeda setiap bagian yang dibahasnya.

Pengalaman menarik di sekolah pertama, oleh wakil kepala sekolah urusan kurikulum dalam surat keputusan kepala sekolah yang tercantum dipembagian tugas, saya pernah mengajar untuk dua mata pelajaran, yaitu mengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan mata pelajaran Tata Negara yang khusus di kelas IPS. Ketika mata pelajaran Tata Negara sudah tidak diajarkan lagi, ada yang materinya muncul di mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, saya diberi tugas mengajar lain berupa mata pelajaran Seni Budaya khususnya mata pelajaran Menggambar, sementara guru yang lain Seni Suara. Adapun pembagian tugas mengajar di kelas, untuk kelas dua dan kelas tiga atau kelas sebelas dan dua belas dengan jurusan IPA atau IPS, kalau saya mengajar di kelas dua IPA untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, maka di kelas dua IPS – nya saya mengajar Menggambar Ekspresi. Demikian juga apabila saya mengajar di kelas tiga IPS saya mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, maka di kelas tiga IPA saya mengajar Menggambar Teknik.

Setelah saya mengabdi selama sebeles tahun sebagai guru yang mengajar di unit sekolah menengah atas, yayasan memberikan kesempatan untuk mengikuti pemberkasan sertifikasi pendidik. Dan di tahun 2009 sertifikat pendidik saya keluar setelah diproses oleh salah satu perguruan tinggi swasta ternama di kota yang terkenal dengan Gunung Salaknya. Selain mengajar, di sekolah ini pula saya diberikan tugas tambahan sebagai piket, wali kelas kelas tiga atau duabelas jurusan IPS biasanya, pembina OSIS, pembina ekstrakurikuler Pramuka, pembina drum band, pembina KIR IPS, pernah menjabat wakil kepala urusan kesiswaan, dan wakil kepala sekolah urusan hubungan masyarakat. Alhamdulillah semua jabatan dan pengalaman berasal dari kegiatan mengajar. Mengajar fokus kepada pembinaan murid. Dan jabatan – jabatan yang diamanahkan kembali kepada tujuan awal belajar demi pengembangan pribadi dan penguatan karakter murid.

Demikian tadi pengalaman mengajar saya dari sekolah pertama dengan didukung oleh yayasan dari salah satu organisasi profesi guru terlama, ternama dan paling tua di Indonesia. Dan  akhirnya saya pindah ke yayasan lain karena ada permintaan dan mengikuti seleksi menjadi kepala sekolah di yayasan baru.  Walaupun yayasan baru ini bukan merupakan yayasan khusus bergerak di bidang pendidikan, namun justru salah satu bidang yang dikembangkan dan terlihat kegiatannya lebih aktif di dunia pendidikan.  

Pengalaman di sekolah kedua

Di sekolah kedua ini pengalaman mengajar dimulai dari perkenalan dengan staf TU yang pertama hadir di sekolah. Mengajar di sekolah kedua ini disamping berbeda dari kuantitas jumlah muridnya juga tempat belajar atau gedung sekolahnya masih nebeng di sekolah dasar di jalan perwira di daerah air mancur, masih di kota yang sama dengan sekolah pertama tadi. Di sekolah kedua seperti saya singgung di awal cerita bahwa hanya memiliki empat kelas untuk semua jenjang. Dan pembagian tugas mengajar yang menurut saya dalam hal ini penyusunan jadwal mengajar sangat fleksibel. Wakil kepala sekolah urusan kurikulum sering mengganti jadwal yang sudah disepakati dalam rapat atau dalam lampiran surat keputusan kepala sekolah, karena jadwal mengajar hanya ditulis dalam papan tulis – black board – kecil yang ditulis dengan kapur tulis putih, sehingga kapan-kapan melihat kondisi guru yang hadir dapat diganti dengan menghapusnya dan segera diganti tulisan yang lain dalam jadwal yang dipakai sekarang atau hari ini.

Rutinitas mengajar di sekolah kedua yang masuk siang hari dari jam pertama hingga jam terakhir sesuai jadwal mengajar dari tahun 1998 hingga 2005. Memang betul ada dinamika, suka duka pergantian dan kelulusan murid maupun keluar masuknya guru yang mengajar atau guru yang tetap bertahan. Dibandingkan dengan sekolah yang yang muridnya banyak di sekolah pertama tadi, di sekolah yang kedua ini saya merasa pengembangan potensi saya sebagai guru malah terasah. Artinya untuk kemampuan peserta didik terlihat meningkat ketika kita memberikan arahan atau bimbingan lebih mengena dan fokus kepada peserta didik. Metode mengajar yang diterapkan tidak ada pembandingnya hanya satu rombel, kecuali kelas tiga. Sehingga mau tidak mau murid hanya fokus kepada satu guru yang mengajar dan membimbing mereka.

Di sekolah ini juga punya pengalaman tidak hanya mengajar, tetapi juga masuk di kepanitiaan ulangan catur wulan atau ulangan semester lebih awal jika dibandingkan sekolah pertama. Maklum di sekolah kedua sumber daya manusianya terbatas, kepala sekolah setahu saya jarang datang lebih awal. Pegawai tata usaha dua orang keduanya alumni sekolah tersebut hanya beda angkatan,  kemudian ada dua penjaga sekolah merangkap tukang bersih bersih. Penjaga sekolah yang satu direkrut dari sekolah dasar tempat dia bekerja, sedangkan penjaga sekolah yang satu lagi diangkat oleh yayasan.

Seiringnya waktu di sekolah kedua ini, saya tidak hanya mengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tapi pelajaran lain, yaitu Tata Negara dan Seni Budaya terutama pelajaran Menggambar. Disamping mendapat tugas tambahan sebagai wali kelas terutama di kelas tiga IPS. Bukan siapa siapa, yang tadinya hanya mengajar diberi amanat untuk melaksanakan tugas kepanitiaan dan tugas walikelas,  saya merasa mendapat kepercayaan untk mengembangkan potensi diri. Karena sejak awal secara resmi punya sertifikat komputer yang terasa banget saat itu banyak orang yang belum atau tidak dapat mengoperasikannya, alhamdulillah dengan keahlian itu dapat menunjang dalam hubungannya dengan mengajar maupun dalam berkegiatan untuk tugas tambahan lainnya.

Menutup pengalaman pada bagian ini, di sekolah kedua ketika kesibukan di sekolah pertama sudah meningkat dalam suatu kegiatan bertemu dengan kepala sekolah kedua, saya diminta tolong untuk meluangkan waktu hingga dapat mengajar lagi di sekolah kedua. Dalam sejarah mengajar saya di sekolah kedua tercatat mengajar lagi dari tahun 2011 hingga 2016. Pada periode ini di sekolah kedua saya mengajar pelajaran PPKn dan Seni Budaya khusus Menggambar, dengan tugas tambahan sebagai wali kelas untuk kelas dua belas atau kelas tiga IPS.

Pengalaman di sekolah ketiga

Diakhir cerita pengalaman mengajar di sekolah pertama, saya ceritakan sedikit kepindahan saya. Bahwa saya diminta untuk mengajar di tahun 2011 untuk sekolah menengah pertama hanya di semester genap kelas tiga atau sembilan, karena tidak ada guru atau yang mau danmampu mengajar. Secara teknik teman yang dulu pernah sama – sama mengajar di sekolah menengah atas pertama menjadi wakil kepala sekolah urusan kurikulum di sekolah menengah pertama, minta tolong untuk mengajar dan menggantikan guru Seni Budaya. Jadi saat saya masih mengajar di sekolah pertama, bareng saatnya saya mengajar di dua sekolah yang lain.

Karena hanya satu semester, maka di tahun 2013 oleh sekolah menengah ini saya diminta tidak hanya mengajar Seni Budaya khususnya menggambar, tetapi juga mengajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang ditinggalkan oleh guru yang lama, karena beliau ingin fokus ditempatnya semula selaku PNS di sekolah negeri. Dari sini awalnya mengajar mata pelajaran Seni Budaya khusus Menggambar keahlian dari sekolah pertama dulu dilanjutkan masih mengajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, hingga terpilih mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, atas pilihan dari empat kandidat yang ada pada waktu itu. Oleh yayasan dikukuhkan sebagai kepala sekolah dari tahun 2016 hingga berakhir di tahun 2019.

Setelah tidak menjabat sebagai kepala sekolah, saya sekarang kembali mengajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas tujuh hingga kelas sembilan dengan masing-masing kelas ada tiga rombongan belajar. Dengan kondisi ini saya merasa nyaman karena dapat melaksanakan tugas mengajar sesuai jumlah minimal terpenuhi untuk sertikat pendidik dua puluh empat jam. Sampai pengalaman ini ditulis saya masih terdaftar di unit dari salah satu penyelenggara pendidikan, yaitu yayasan yang beralamat di daerah ujung utara paling utara perbatasan dengan kabupaten sebelah.

Itulah sekelumit pengalaman mengajar saya di kota hujan sejak tahun 1998 hingga kini. Moga – moga pengalaman ini dapat menginspirasi siapa saja yang nantinya membaca pengalaman singkat ini dan semoga bermanfaat. Bermula dari mengajar semua perjalanan hidup saya dan keluarga terbuka dari sini. Tentu itu semua patut disyukuri sebagai karunia Allah SWT hingga menjadi pengalaman dan perjalanan sejarah kehidupan saya sebagai insan yang mengabdi di dunia pendidikan.

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *