YAKIN MENJADI GURU?
Writed by: Yuanita Nur Rahmawati, S.Pd
Mathematics Teacher of SMP Labschool Cirendeu
“Hah, jadi guru? Yakin mau jadi guru?”
Kutipan di atas adalah respon pertama yang dilontarkan teman baik saya yang kaget ketika saya memutuskan untuk mencabut pendaftaran di kampus pilihan kami. Saya sampaikan kepadanya bahwa saya membulatkan tekad untuk mendaftar di kampus yang berbeda dengan kampus pilihannya. Tentu saja teman saya menanyakan alasan saya mengapa saya memutuskan mengubah haluan. Awalnya kami memilih kampus yang sama, dengan jurusan yang berbeda sesuai dengan minat kami masing-masing. Namun dengan pertimbangan banyak hal, terutama pertimbangan masa depan, dan setelah diskusi dengan beberapa orang, saya memutuskan untuk memilih kampus lain yang sesuai dengan cita-cita saya. Dengan mantap saya sampaikan kepadanya bahwa saya memutuskan ingin menjadi guru, maka dari itu saya lebih baik memilih kuliah di kampus keguruan. Saya sampaikan argumen dan alasan saya memilih kampus keguruan. Meskipun masih belum yakin dengan keputusan saya, dia tetap mendukung sesuatu yang sudah menjadi keputusan saya.
Perjalanan untuk menjadi guru tidaklah mudah. Setelah saya meyakinkan teman saya tersebut, saya juga harus meyakinkan orang tua saya untuk mengizinkan saya bersekolah di kampus keguruan. Pada masa saya SMA, kelayakan gaji guru (guru ASN) memang sudah cukup baik, tetapi profesi guru memang bukanlah profesi yang membanggakan bagi sebagian orang, apalagi untuk dijadikan opsi sebagai profesi yang bergaji tinggi. Karena berprofesi itu akan kita jalani tidak hanya 1 atau 2 tahun, tetapi bertahun-tahun hingga kita sendiri yang mengakhirinya, maka saya berpikir sebaiknya memilih profesi yang membuat saya merasa nyaman dan bahagia dalam menjalaninya. Saya suka dunia anak-anak, saya suka kepolosan anak-anak, dan saya suka mengajari anak kecil, maka pada detik itu keputusan saya sudah 100% ingin menjadi guru. Setelah menyampaikan niat tulus saya untuk menjadi guru, dengan dibantu beberapa orang di sekitar, luluhlah hati orang tua saya. Selanjutnya saya diizinkan untuk kuliah di kampus keguruan di Surabaya, yaitu di Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Sekitar bulan Februari 2009 saya dinyatakan diterima di UNESA. Senang dan syukur yang dapat saya rasakan. Teman-teman lain yang saat itu mengetahui pengumuman tersebut turut berbahagia dan memberi ucapan selamat.
Kini sudah 13 tahun sejak saya memutuskan fokus untuk menjadi guru/pendidik. Saya pernah mengajar di SDIT, kemudian mengajar di Madrasah Tsanawiyah, dan saat ini saya mengajar di SMP Labschool Cirendeu. Pengalaman mengajar di jenjang yang berbeda membuat saya sadar bahwa menjadi guru/pendidik itu berarti memutuskan untuk menjadi pebelajar sejati. Semua ilmu dari dunia kampus yang cukup banyak itu ternyata masih belum cukup untuk menjadi guru yang baik. Setiap anak mempunyai potensi masing-masing, setiap mereka juga mempunyai gaya belajar yang berbeda. Setiap tahap perkembangan anak yang berbeda membutuhkan treatment yang berbeda pula. Dari banyaknya perbedaan itu menjadi tantangan bagi guru, yaitu dengan alokasi waktu yang terbatas harus bisa mengajarkan ilmu yang sama dan menanamkan karakter yang sama.
Sedangkan di tempat yang berbeda, saya dikejutkan oleh teman saya. Teman yang 13 tahun lalu meragukan keputusan saya untuk menjadi guru, kini dia juga menekuni profesi yang sama dengan saya yaitu menjadi pendidik, tetapi di jenjang pendidikan yang berbeda. Saya menjadi pendidik di jenjang pendidikan menengah, sedangkan dia menjadi pendidik di jenjang pendidikan tinggi. Jadi pertanyaan yang dulu dia lontarkan “Yakin jadi guru?” sekarang menjadi sebuah pernyataan “Yakin jadi guru”. Keyakinan ini insya Allah berlaku untuk saya dan berlaku untuknya yang sudah sama-sama memutuskan menjadi pendidik.
Terima kasih. Semoga menginspirasi.
1 Comment
dari keyakinan semoga gajinya tidak hanya di dunia tapi juga mendapat jariyah kebaikan sampai akhirat..