Menulislah, maka Kita akan Punya ‘Otak Kedua’

*Isnawan Aslam
Setiap saat, otak kita dibanjiri oleh informasi, baik yang sengaja kita ingin serap maupun karena tanpa sengaja berseliweran persis di hadapan kita. Banyak informasi yang tanpa permisi nyelonong masuk ke kita melalui gawai yang setiap saat melekat di badan kita. Otak kita sebenarnya kewalahan memproses informasi yang berjumlah giga-giga byte setiap detiknya. Lantas, kita harus bagaimana?
Kita setiap hari menonton Youtube atau podcast yang menayangkan kiat-kiat hidup sehat, kita membaca berbagai grup Whatapps yang isinya tip-tip menjadi pribadi unggul, kita senang membuka Facebook karena disitu banyak jurus-jurus hidup bahagia, kita menerima email yang disertai dengan resep menggapai sukses, atau kita membaca buku-buku yang memotivasi kita untuk bekerja cerdas. Pertanyaannya adalah apakah kita ingat akan materi-materi yang menggunung tersebut.
Kita rajin mengumpulkan artikel-artikel self-improvement hasil berselancar di Internet. Kita simpan artikel tersebut di dalam harddisk laptop kita. Kita berharap itu akan kita baca lebih seksama di kemudian hari. Pertanyaannya, apakah kita melakukan hal itu? Kemungkinannya kecil sekali.
Seberapa banyak banjir informasi, yang semula kita anggap penting untuk memperbaiki kualitas hidup kita, mengendap dalam otak kita. Seberapa banyak informasi yang membombardir kita setiap detik mampu kita simpan sebagai bahan baku yang siap diramu menjadi sajian pengetahuan yang sehat dan renyah. Hampir dipastikan itu jumlahlah sangat kecil.
Mengapa demikian, karena otak kita punya algoritma memproses informasi berdasarkan skala prioritas kepentingan kita. Makin tinggi kepentingan informasi bagi kehidupan kita, otak makin memprioritaskan mengolah informasi tersebut.
Informasi yang bukan atau kurang prioritas pasti akan diabaikan, atau paling tidak ‘nanti sajalah dipikirkan’. Informasi yang ‘nanti sajalah dipikirkan’ tersebut bisa makin lama menumpuk dalam dalam gudang kita. Hanya saja, kita sering kali lupa dimana kita menaruhnya informasi, tatkala kita memerlukannya sekarang.
Yang kita lakukan adalah menelusuri file-file demi file yang ada dalam laptop kita, kita scrolling percakapan dalam Whatapps, kita telusuri Facebook sampai jauh ke tanggal jauh ke belakang. Atau, kita baca ulang buku yang dulu pernah kita baca. Cara yang sangat tidak efisien.
Bagaimana cara mengatasi masalah-masalah di atas? Kita perlu menyiapkan dan mengembangkan ‘otak kedua. Lantas, bagaimana cara menyiapkan dan mengembangkan ‘otak kedua. Prinsipnya sederhana, menulis.
Tentunya, menulis yang memenuhi kaidah-kaidah dan sistematika penulisan yang diperlukan untuk menyimpan informasi, rujukan atau insight yang kita anggap akan dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas hidup kita.
Tulislah intisari dari apa yang kita baca menjadi sebuah narasi yang mencerminkan maksud, tujuan, prinsip-prinsip, kiat-kiat yang dimaksud oleh artikel/tulisan/buku tersebut. Jika berasal dari sebuah website jangan lupa mencantumkan alamat URL-nya, jika berasal dari buku, cantumkan judul bukunya. Dengan demikian, jika kita ingin memperdalamnya di kemudian hari kita tahu harus mencari dimana.
Catatan-catatan hasil tulisan atau hasil kompilasi itulah ‘otak kedua’ kita. ‘Otak kedua’ ini akan meningkatkan efektifitas berpikir kita karena meringankan beban otak. Otak kita akan hanya digunakan untuk memproses informasi yang memang benar-benar penting.
Rawatlah otak kita agar menjadi sarana meningkatkan kualitas kehidupan yang maksimal dengan menulis.
4 Comments
Terimakasih informasinya, semoga otak makin terasah.
Mari kita “hemat” otak kita
Menulis dan membaca menjadi sebuah kekuatan diri yang harus terus dilatih.
Luar biasa. Setelah Otak Kedua terisi dengan baik, selanjutnya, meminjam istilah Rhenald Kasali, myelinisasi agar invenstasi yang ada dalam otak kedua tersebut berorientasi pada tindakan menuliskannya, membentuk budaya menulis, dan membangun intrapreneuring. Media Satuguru tempatnya…