Kalau Konsolidasi Nasional Pendidikan Cuma Nama, Lebih Baik Tidak Usah

Penyelenggaraan Konsolidasi Nasional Pendidikan pada Mei 2025 membawa harapan baru bagi masa depan pendidikan Indonesia. Delapan isu penting telah dirumuskan, mulai dari pemerataan akses pendidikan hingga perlindungan anak di lingkungan sekolah.
Namun, di tengah gegap gempita pertemuan nasional ini, satu pertanyaan mendesak harus diajukan: apakah ini akan menjadi perubahan sejati, atau hanya sekadar pergantian casing dari kebijakan lama?
Indonesia bukan kekurangan peta jalan pendidikan. Sejarah mencatat bahwa dari Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum 2013, hingga Merdeka Belajar, perubahan acap kali lebih tampak di permukaan dibandingkan substansi. Masalah fundamental—seperti ketimpangan pendidikan, rendahnya kesejahteraan guru, dan lemahnya ekosistem pembelajaran—tetap bertahan dari rezim ke rezim.
Konsolidasi Nasional ini memang penting. Namun tanpa komitmen pada pelaksanaan yang konsisten, ia berisiko menjadi sekadar seremoni pergantian slogan, tanpa pengaruh berarti di ruang-ruang kelas, khususnya di daerah terluar dan termiskin negeri ini.
Ada beberapa tanda bahaya yang patut diwaspadai. Pertama, absennya jaminan keberlanjutan lintas pemerintahan. Kedua, kecenderungan melihat kebijakan pendidikan hanya sebagai alat pencitraan politik, bukan investasi jangka panjang bangsa. Ketiga, lemahnya mekanisme pengawasan terhadap implementasi di tingkat daerah.
Perubahan dalam pendidikan tidak boleh berhenti pada penyusunan dokumen atau penggantian istilah. Ia harus menyentuh akar persoalan: memperbaiki kualitas guru secara riil, membangun sarana yang layak, mencegah putus sekolah, serta menciptakan sistem pendidikan yang adil dan bermartabat.
Apabila kita terus berputar dalam pola retoris tanpa keberanian melakukan perubahan mendalam, maka masa depan pendidikan kita hanya akan menjadi perayaan casing baru tanpa mesin baru. Padahal, pendidikan adalah refleksi peradaban sebuah bangsa.
Konsolidasi Nasional Pendidikan 2025 seharusnya menjadi tonggak reformasi nyata, bukan sekadar panggung deklarasi.
Bangsa ini menunggu bukti, bukan sekadar janji. (isn)