Relevansi Konsep Pengajaran Pesantren Di Era Digital

 Relevansi Konsep Pengajaran Pesantren Di Era Digital

Di tengah arus deras perubahan zaman, era digital telah membawa transformasi besar dalam hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan. Platform daring, kecerdasan buatan, hingga realitas virtual, kini menjadi bagian dari ekosistem belajar. Namun, di balik gemuruh modernitas ini, konsep pengajaran pesantren tetap menunjukkan relevansinya yang mendalam.

Sejak dahulu, pesantren dikenal bukan hanya sebagai tempat menuntut ilmu, tetapi juga sebagai lembaga pembentukan karakter. Di dalam pesantren, proses pendidikan tidak berhenti pada transfer pengetahuan semata. Ada nilai adab, kebijaksanaan, ketelatenan, dan hidup dalam komunitas yang ditanamkan secara konsisten—hal yang justru semakin dibutuhkan dalam era digital yang serba cepat dan individualistik.

Model pengajaran berbasis keteladanan, dimana kiai dan guru menjadi contoh hidup bagi santri, menawarkan sesuatu yang jarang didapatkan dalam pembelajaran digital: kehadiran nyata dalam membentuk akhlak dan kepribadian. Di era di mana belajar sering hanya berarti mengakses data tanpa keintiman relasi, nilai-nilai humanis pesantren menjadi oase penting. Mereka mengajarkan bahwa ilmu bukan hanya soal menguasai informasi, tetapi tentang membangun kebijaksanaan dalam hidup.

Lebih jauh, tradisi belajar kolaboratif di pesantren—seperti musyawarah, sorogan, dan bandongan—sejalan dengan prinsip kolaborasi digital saat ini. Keduanya mendorong partisipasi aktif, saling berbagi pemahaman, dan menguatkan ekosistem belajar berbasis komunitas. Ini menunjukkan bahwa pola pengajaran pesantren, dengan sedikit adaptasi teknologi, sangat kompatibel untuk diintegrasikan dalam model pembelajaran hybrid maupun online learning.

Tak kalah penting, ketangguhan mental yang dibangun dalam lingkungan pesantren, seperti kesabaran, kemandirian, dan semangat mencari ilmu dalam keterbatasan, menjadi bekal utama menghadapi tantangan zaman digital yang penuh distraksi. Kecakapan literasi digital tanpa fondasi mental yang kokoh hanya akan melahirkan generasi cepat puas dan mudah goyah.

Maka, dalam era digital ini, alih-alih memandang konsep pesantren sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman, kita justru perlu menggali, memperbarui, dan mengintegrasikannya. Pesantren bisa menjadi model pendidikan masa depan—yang menggabungkan kekuatan karakter, kedalaman spiritual, dan kecakapan teknologi secara harmonis.

Era boleh berubah, teknologi boleh melesat, tetapi pendidikan berbasis nilai-nilai luhur tetap abadi. (isn)

Spread the love

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *