Guru Itu Adalah Ruhnya Pendidikan
Ir. Isnawan *)
Ada yang mengatakan bahwa profesi di dunia itu hanya ada dua, yaitu guru dan bukan bukan guru. Artinya, profesi selain guru seperti dokter, tentara, pengacara, arsitek, pengusaha, birokrat, dan ribuan profesi lain dimasukkan dalam satu “keranjang profesi”
Seorang arsitek selesai menyerahkan desain bangunan ke kliennya bisa pulang ke rumah dan tidur nyenyak. Seorang dokter setelah selesai memberikan resep kepada pasiennya juga bisa tidur nyenyak sesampainya di rumah. Seorang pengacara, paling cuma dibikin stress oleh kasus kliennya yang berat.
Semua profesi di atas bisa berhenti setelah satu tugas dituntaskan. Bisa mengambil sikap ‘masa bodo’ terhadap apa yang sudah dikerjakan. Meski secara profesional mereka harus mempertanggungjawabkan.
Semua profesi itu hanya berhubungan dengan benda. Seorang dokter pun ketika berhadapan dengan pasien sejatinya berhubungan dengan benda yang namanya ‘manusia’. Meskipun secara kejiwaan seorang dokter diwajibkan bersimpati dan berempati kepada pasien terkait penyakit yang dideritanya.
Guru berinteraksi dengan manusia yang mempunyai jiwa, hati, pikiran dan pemikiran-pemikiran yang semuanya akan memicu dan memacu dialektika psikologi terus menerus, mulai dari bangun pagi hingga tidur di malam hari. Guru tidak bisa berhenti bekerja dan berpikir ketika bel sekolah berdenting tanda kegiatan belajar mengajar berakhir hari itu.
Guru menangani generasi sebuah bangsa. Kegagalan guru dalam mendidik akan terasakan dampaknya puluhan tahun kemudian yang berskala nasional. Kegagalan tersebut tidak bisa diperbaiki dalam waktu singkat.
Pendidikan tidak akan bisa jalan tanpa kehadiran guru. Sekolah tanpa kehadiran guru hanya akan menjadi seonggok bangunan dengan segala peralatannya. Itu tidak akan bisa berbuat apa-apa dalam mencerdaskan bangsa.
Kita masih ingat respon Kaisar Hirohito sesaat setelah Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak dihajar oleh bom atom Amerika. Pertanyaan pertama adalah “berapa guru yang masih tersisa”. Mengapa dia menanyakan hal itu, karena gurulah yang menjadi harapan untuk membangun peradaban Jepang di masa mendatang.
Tanpa sekolah, pendidikan masih tetap bisa jalan, asal masih ada guru. Tanpa kurikulum, kegiatan mencerdaskan bangsa masih bisa jalan, asal masih ada guru yang mengajar. Tanpa ada menteri pendidikan, pendidikan masih tetap bisa berlangsung, asal masih ada guru yang mendidik bangsa.
Ada ungkapan yang terbilang “nakal” yaitu apapun kurikulumnya, siapapun menteri pendidikannya , yang mengajar tetaplah guru. Ungkapan tersebut terkesan becanda dan ngawur. Tetapi di balik itu, terkandung filosofi pendidikan yang dalam yaitu guru itu adalah ruhnya pendidikan
Untuk itu, sudah selayaknyalah guru itu dimulaikan semulia-mulianya.
*) Isnawan adalah Wakil Ketua Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI – .ID Registry)
4 Comments
Guru yang belajar terus sesuai zamannya akan beradaptasi memberikan layanan terbaik.
Terharu
Yang paling hebat dari seorang guru adalah mendidik dan rekreasi paling indah adalah mengajar. Ketika melihat murid-murid yang menjengkelkan dan melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya. Namun hadirkanlah gambaran bahwa di antara satu dari mereka kelak akan menarik tangan kita menuju surga”. (KH. Maimun Zubair/Mbah Moen)kutipan Alm yang sangat bermakna untuk semua Guru belajar dan terus belajar, menjadi patner diera peradaban sekarang tapi dengan tidak mengesampingkan adab.
Kesabaran dalam mengajar merupakan perwujudan dari spiritualitas guru yang menjadi ruh pembelajaran