Guru,  Menyalakan Lentera Harapan di Tengah Keterbatasan

 Guru,  Menyalakan Lentera Harapan di Tengah Keterbatasan

_Oleh : Yudhi Kurnia, S.T.,Gr, M.Pd_

Guru adalah tiang penyangga peradaban, bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, realita yang dihadapi guru sering kali jauh dari gambaran ideal. Di tengah tantangan zaman dan kompleksitas masalah sosial, guru kerap terperosok dalam dilema ekonomi dan sosial yang menguji keteguhan mereka. Apakah peran guru tetap relevan dalam membangun masyarakat yang kian tergerus perubahan nilai?

Cerita memilukan datang dari kisah para guru yang berjuang demi mempertahankan hidup. Ada yang mengais rezeki dari memulung barang bekas, bertani di sela waktu luang, berdagang kecil-kecilan, hingga menjadi sopir ojek online. Semua ini demi melengkapi penghasilan yang sering kali tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Ironisnya, kondisi seperti ini telah berlangsung lama, bahkan sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia.

Dikenal sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa,” gelar ini sering kali menjadi ironi bagi para guru. Pengakuan atas jasa mereka tidak selalu diikuti dengan penghargaan yang layak. Banyak guru, terutama di daerah terpencil, harus menghadapi realita pahit keterbatasan ekonomi yang memaksa mereka mencari alternatif penghidupan.

Namun, meski berada di tengah keterbatasan, peran guru tetaplah penting dan tak tergantikan. Guru bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga penjaga moralitas dan nilai-nilai kebangsaan. Di tengah gempuran degradasi nilai-nilai sosial, guru menjadi mercusuar harapan yang tetap memancarkan cahaya untuk membimbing siswa menuju masa depan yang lebih baik.

Seyogyanya, seorang guru, meski dalam kondisi sulit, jika mampu mengoptimalkan kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial, yang kemudian disempurnakan dengan kompetensi spiritual, akan mampu menghindari tindakan negatif. Kompetensi spiritual tidak hanya menjadi pelengkap, tetapi juga pondasi utama yang memperkokoh integritas guru. Dengan ini, guru dapat menjadi panutan yang mengajarkan kebijaksanaan, moralitas, dan etika luhur kepada siswa.

Namun, menjalankan tugas mulia ini membutuhkan dukungan konkret. Guru tidak bisa melaksanakan peran besar mereka jika masih dibebani oleh masalah ekonomi. Oleh karena itu, penghargaan terhadap profesi guru harus diwujudkan dalam bentuk peningkatan kesejahteraan, bukan sekadar pengakuan lisan. Guru yang sejahtera secara ekonomi dapat lebih fokus mendidik tanpa terganggu oleh tekanan hidup yang berat.

Kondisi ini seharusnya menjadi cerminan bagi pemerintah dan masyarakat. Pendidikan adalah fondasi utama untuk menciptakan bangsa yang maju, dan guru adalah pilar utamanya. Jika kondisi ekonomi guru terus diabaikan, bagaimana mungkin mereka dapat memberikan yang terbaik bagi siswa? Perhatian terhadap kesejahteraan guru harus menjadi prioritas dalam agenda pembangunan nasional.

Di sisi lain, guru juga perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan menjadi salah satu langkah strategis untuk menghadapi tantangan era digital. Guru yang melek teknologi mampu menghadirkan inovasi dalam pembelajaran sekaligus menjadi inspirasi bagi siswa untuk berkembang.

Kisah perjuangan guru yang menjalani berbagai pekerjaan tambahan untuk bertahan hidup adalah potret nyata dedikasi mereka. Di tengah segala keterbatasan, mereka tetap menjalankan tugas mulia mencerdaskan generasi penerus. Ini adalah bukti bahwa semangat tidak mengenal batas, dan keikhlasan adalah kunci keberhasilan.

Guru adalah lentera yang tetap menyala meskipun badai tantangan menerpa. Sebagai masyarakat, sudah seharusnya kita mendukung perjuangan mereka dengan tindakan nyata, bukan sekadar kata-kata. Masa depan bangsa berada di tangan guru yang terus mengabdikan diri dengan tulus demi pendidikan.

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *