IPA Bercerita

Oleh: Sudomo, S.Pt.

“Sejatinya banyak cerita untuk dikisahkan. Namun, tidak semuanya sanggup untuk menuliskan.”

Kisah Masa Lalu

“Belajar IPA itu membosankan!”

Begitu pikir saya saat masih duduk di bangku SMP. Tidak heran jika nilai ujian akhir mata pelajaran ini terhitung paling rendah dibanding mata pelajaran lain. Saya pun mencoba mengingat apa akar permasalahannya. Ternyata saya cepat bosan saat belajar IPA di kelas. Pengalaman masa lalu yang akhirnya mengantarkan saya tak lelah mencoba memperbaikinya.

Ingatan itu membuat saya terpacu untuk terus berinovasi. Terlebih setelah mendapat banyak inspirasi dari Kanal Satuguru. Namun, kenyataannya tidak semua inovasi yang telah dilakukan berdampak pada murid. Saya pun berpikir, “Harus bagaimana lagi?”

Momentum Perubahan

Hingga akhirnya tibalah pada suatu masa. Kreativitas diuji dalam pendidikan kepemimpinan pembelajaran. Selama sembilan bulan mengikuti Pendidikan Guru Penggerak semakin terbuka pemahaman, bahwa pendidikan bukan saja tentang mengajar, melainkan juga menuntun. Saya semakin sadar, bahwa 16 tahun pengabdian rasanya masih belum banyak melakukan perubahan.

Lewat kolaborasi sejawat dalam komunitas praktisi sekolah ide perubahan menjadi lebih mudah.  Menciptakan pembelajaran IPA yang menyenangkan pun semakin terbuka lebar dengan adanya merdeka belajar. Pilihan inovasi jatuh pada IPA bercerita.

Aksi Nyata

“Kenapa IPA bercerita? Apa alasannya?”

Pertama, menulis cerita adalah passion saya. Jadi, tidak ada salahnya saya mengombinasikan IPA dengan cerita.

Kedua, IPA bercerita merupakan salah satu cara bagi murid untuk menemukan sendiri pembelajaran di dalamnya.

Ketiga, IPA bercerita merupakan salah satu langkah memenuhi kebutuhan murid terkait bahan bacaan nonteks pelajaran.

Keempat, IPA bercerita memungkinkan saya melakukan proses pembelajaran berdiferensiasi. Murid menjadi punya pilihan dalam menulis cerita secara manual atau digital sesuai minat.

Kelima, menulis cerita bisa dilakukan di mana saja, sehingga memungkinkan murid belajar IPA sambil menulis cerita dengan mengelaborasikan pengalamannya secara kontekstual.

Langkah Aksi Nyata

Dari alasan-alasan tersebut, langkah-langkah pun akhirnya tersusun.

Langkah pertama, mengidentifikasi materi esensial. Identifikasi bertujuan untuk mencari materi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari murid. Saya memilih materi yang sekiranya akan mudah diubah menjadi cerita. Pilihan jatuh pada materi Pesawat Sederhana dalam Kehidupan Sehari-hari. Tentu menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya.

Langkah kedua, memanfaatkan cerita yang saya tulis dalam proses pembelajaran. Tulisan dicetak kemudian diperbanyak sejumlah murid. Masing-masing murid saya berikan kebebasan untuk memilih membaca materi melalui buku paket atau cerita. Sebagian besar memilih cerita.

Langkah ketiga, melakukan asesmen terkait materi secara tertulis. Hasilnya murid yang membaca cerita bisa menjawab benar lebih banyak dibandingkan yang membaca buku paket.

Langkah keempat, melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Hasilnya murid lebih senang dengan pembelajaran IPA melalui cerita.

Dari hasil refleksi, saya mencoba menerapkannya pada materi lain. Kali ini bukan saya yang menjadi penulis cerita, melainkan murid sendiri. Pada materi tentang Siklus Air, kebanyakan murid mengalami kesulitan saat diminta menjelaskan proses terjadinya siklus air.

Upaya Mengatasi Masalah

Berdasarkan kesulitan tersebut, saya melakukan identifikasi. Hasil identifikasi ternyata murid kesulitan dalam menjelaskan siklus air secara detail. Dari hasil identifikasi, saya memutuskan mengulang penjelasan tahap demi tahap siklus air. Namun, penjelasan tidak secara langsung. Saya meminta murid untuk menulis cerita pengalaman masing-masing terkait air. Saya memberikan kebebasan kepada murid untuk menuliskan secara manual atau digital. Hanya ada satu murid yang memilih menulis secara digital. Sisanya memilih menulis secara manual pada buku tulis.

Saya meminta murid itu untuk ke laboratorium komputer terlebih dulu. Di sana telah menunggu guru lain yang siap membantu. Namun, dia mengurungkan niatnya dan kembali duduk. Setelahnya dia mengeluarkan buku dan pulpen. Dia tidak segera menulis. Terlihat raut wajahnya berbeda dari sebelumnya.

Ini artinya pembelajaran berdiferensiasi yang saya lakukan gagal total. Hal ini karena produk yang dihasilkan murid masih seragam berupa tulisan tangan. Murid belum memahami betul tentang pembelajaran merdeka yang saya terapkan. Lantas apakah saya menyerah? Tentu tidak. Saya justru semakin tertantang untuk menemukan cara lain agar murid tidak ragu untuk mengembangkan potensinya.

Saya pun berinisiatif untuk mengambil laptop di ruangan. Laptop keluaran tahun 2012 itu pun akhirnya terbuka. Perlahan saya sodorkan kepadanya. Dia terlihat cekatan menekan satu per satu tombol yang mulai memudar. Terlihat wajah anak laki-laki itu berseri-seri. Pemandangan yang beda di kelas membuat yang lain penasaran. Dengan malu-malu satu per satu menghampirinya.

Sementara saya terus berkeliling untuk membimbing. Demi melihat antusiasme murid-murid untuk menggunakan laptop, saya pun kembali menawarkan kepada mereka siapa yang bisa dan memilih menulis cerita menggunakan komputer. Kali ini hampir setengahnya berani mengangkat tangan.

Sambil tersenyum saya mengajak mereka semua ke ruang komputer. Di sana mereka menulis cerita terkait air menggunakan media menulis sesuai minatnya. Kelas semakin seru ketika mereka saya minta membacakan cerita masing-masing.

Beragam cerita tertulis dan dibacakan. Ada yang menulis pengalaman saat mandi hujan, pulang sekolah kehujanan, mandi bersama teman-teman di sungai, pergi mandi di pantai saat hari libur, dan sebagainya. Dari cerita-cerita mereka, saya pun meminta mereka mengumpulkan dan mengurutkannya. Diawali dengan cerita terkait hujan kemudian sungai, lalu laut, dan terakhir kembali ke cerita hujan.

Berdasarkan urutan tersebut saya mulai menjelaskan proses daur air. Murid terlihat antusias. Saya yakin sambil mendengarkan penjelasan mereka memutar kembali ingatan mereka tentang pengalaman yang dituliskannya. Sebelum pelajaran berakhir, saya minta perwakilan untuk menjelaskan proses daur air. Berbeda dengan pembelajaran sebelumnya, kali ini mereka dengan lancar bercerita.

Pada akhir pembelajaran tidak lupa saya melakukan refleksi pembelajaran. Hasilnya semua murid merasa senang mengikuti proses pembelajaran.

Dampak Perubahan

Dampak yang terlihat adalah peningkatan rasa bahagia dan hasil belajar murid. Terbukti pada pertemuan berikutnya, banyak murid yang bertanya tentang kapan lagi menulis cerita. Hal ini merupakan awal yang bagus bagi sebuah perjalanan perubahan yang sedang saya rintis di sekolah. Sekecil apa pun itu, perubahan positif berdampak pada murid adalah kebahagiaan guru juga.

Dampak nyata juga saya rasakan sendiri, yaitu. meningkatnya motivasi diri melakukan berbagai inovasi. Bukan perkara mudah. Namun, saya telah merintis komunitas praktisi di sekolah yang siap menjadi wadah belajar dan berbagi. Melalui kolaborasi ekosistem wellbeing proses pembelajaran bagi murid bukan lagi sebuah mimpi.

Kisah saya memang tidak luar biasa atau istimewa. Masih banyak kisah guru luar biasa lainnya di luar sana. Namun, setidaknya semakin membuat saya percaya, bahwa sejatinya banyak hal baik bisa kita lakukan untuk perubahan. Sekecil apa pun perubahan itu, akan memberikan dampak dan manfaat besar kepada orang yang tepat. Saya percaya itu!

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

26 Comments

  • Luar biasa Pak Ketua. Tulisan Pak Guru mengalir bak air tanpa tersendat sedikitpun. Ide kreatif yang dituangkan dalam bentuk tulisan sangat menginspirasi buat saya pribadi.

    • Terima kasih, Pak Sah. Alhamdulillah semoga bermanfaat. Tetap semangat menulis, Pak!

  • Tulisan yg sangat bagus, sangat menginspirasi, menggugah siapapun yg membacanya untuk terus berinovasi dalam menciptakan suasana belajar ygmenyenangkan

    • Aamiin. Semoga bermanfaat dan menginspirasi, ya, Yud.

  • Sangat inspiratif 👍👍👃

    • Terima kasih, Pak.

  • Terbaiiikkk

    • Masih harus terus belajar dan berkreasi nih

  • Ada contoh ceritanya? Rasanya seperti “didongengi”, kecuali diberikan contoh. “Ini lo, cerita yang dipilih siswa ketimbang buku paket.

    • Sudah saya japri, ya, Pak D. 😅

  • Bagus juga dengan cara ini pak

    • Masih butuh perbaikan ke depannya, Bu. Biar lebih berdampak pada murid.

  • Sangat menginspirasi.

    • Terima kasih, Bu Yohana. Semoga tetap bisa menginspirasi.

  • Sangat bagus sekali idenya bpk domo …saya baca ini jd ingin sekali bljr bgmn membuat ceritanya???

    • Gabung di grup Belajar Menulis asuhan Omjay saja, Bu. 😁

  • Kreativitas pembelajaran IPA dengan menulis cerita yang relevan dan menginspirasi murid agar selalu termotivasi untuk bereksplorasi dengan alam.

    • Betul sekali, Bu. Terima kasih sudah singgah. Butuh ide-ide segar lagi ke depannya agar IPA tidak membosankan.

  • Wow keren

    • Terima kasih apresiasinya, Bu Jubaedah.

  • Aksi nyata Guru Penggerak, 👍💪💪Pak

    • Aksi nyata tindak lanjut Pendidikan Guru Penggerak tepatnya, Bu. He he.

  • Kontennya bagus dan inovatif. Tapi rasanya ingin membandingkan teks cerita IPA dengan isi buku paket, seperti apa bedanya…. Salut, guru penggerak terus bergerak…

    • Tunggu versi ebooknya, ya, Pak. InsyaAllah segera hadir. Mohon doanya.

  • Aku suka
    Aku suka

  • Menginspirasi pak…keren…

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *