Ketika Menjadi Guru Adalah Sebuah “Kecelakaan”

Oleh : Dede Hamdani, S.Pd.I

Pengajar di SMP Al Chalidiya Kelapa Gading

Bro… lu mau nggak bantu – bantu ngajar disekolah gue, waktunya seminggu 2 kali dulu aja, klo lu cocok lanjut kalau nggak cocok terserah lu . Mungkin itulah awal perjalanan terjun ke dunia mengajar. Betul memang menjadi pendidik atau guru saat ini boleh di katakan merupakan “kecelakaan” yang terjadi. Artinya walaupun memang dikeluarga besar banyak saudara –saudara dari uwak, paman,sepupu yang menjadi guru  dan Kepala Sekolah, tapi memang tidak ada cita – cita awal untuk menjadi guru. Bukan masalah gaji atau pendapatan yang menjadi pertimbangan, tapi lebih kepada pertimbangan ingin punya waktu yang tidak terikat atau bebas.

Awalnya , teman yang mengajak untuk bantu – bantu mengajar di sekolah dia itu adalah rekan kerja sewaktu kita sama – sama menjadi karyawan di salah satu Perusahaan swasta. Setelah beliau resign dan sempat lost contact beberapa bulan, tiba – tiba beliau menghubungi dan menyampaikan tawaran tersebut. Dan ternyata beliau adalah Kepala sekolah di salah satu Sekolah swasta di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara.

Maka mulailah babak baru dalam hidup ini ketika untuk pertama kalinya harus berhadapan dengan para remaja tanggung dalam satu forum kelas.Saya katakan remaja tanggung karena kebetulan yang saya hadapi adalah siswa usia Sekolah Menengah Pertama ( SMP ). Masa dimana psikologi mereka sedang labil labilnya, karena berada dalan fase peralihan dari anak – anak beranjak ke fase remaja kalau dalam istilah psikologi pertumbuhan.  Ya ini memang babak baru dan pengalaman baru, karena selama jadi karyawan swasta,yang kita hadapi adalah client yang kesemuanya adalah orang dewasa, sehingga paling tidak pola pikir kita berada dalam level yang sama.  Namun ada keuntungannya, yaitu ketika menjadi karyawan swasta kita berhadapan dengan client dan berusaha untuk dapat meyakinkan client tentang produk yang kita punya. Maka kita dituntut untuk dapat menguasai produk knowledge dengan baik. Sehngga kita mampu untuk memindahkan kenyakinan tentang produk kita kepada client. Sedangkan dalam mengajar kita juga dituntut untuk semalam lebih dahulu tahu dari para siswa tentang materi yang akan di sampaikan. Paling tidak itulah kesimpulan awal  yang saya yakini ketika itu. Bahwasanya ketika kita mengajar siswa maka  kita harus tahu terlebih dahulu tentang materi yang akan diajarkan. Sehingga kita dapat meyakinkan siswa tentang kebenaran materi yang disampaikan. Namun seiring waktu berjalan ternyata pemahaman itu semakin terbuka, dalam prakteknya ketika kita mengajar bukan sekedar 

pengghasilan atau gaji kita memindahkan keyakinan tentang materi yang kita kuasai untuk diikuti dan di iyakan oleh siswa tapi lebih dari itu. Ternyata mengajar adalah membimbing siswa agar mereka dapat mendapatkan manfaat dari materi yang kita sampaikan sehingga mereka dapat melanjutkan hidup mereka ,pada masa mereka dengan memahami materi yang kita sampaikan. Maka betullah apa yang disampaikan seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang kurang  lebih beliau mengatakan “ Ajarilah anak – anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka akan hidup dijaman yang berbeda dengan jamanmu”.

Sekitar dua atau tiga bulan aktivitas mengajar ku jalani dengan metode “setahu gue”, artinya mengajar berdasarkan pemahaman sendiri, yaitu pahami materi lalu sampaikan di kelas kepada siswa, setelah itu selesai tugas mengajar. Sampai pada suatu waktu teman saya yang Kepala Sekolah itu memanggil ke ruangannya dan mulai bicara tentang Kegiatan Belajar Mengajar. Perlu di ingat bahwa dari semenjak mulai saya mengajar , teman saya ini  tidak pernah berbicara tentang teknis mengajar. Beliau hanya menyampaikan jadwal mengajar, durasi waktu dalam sekali pertemuan dan mata pelajaran yang harus saya ajarkan. Dan ketika itu juga saya masih mengambil pekerjaan di perusahaan swasta dengan sistem freelanche( paruh waktu ) , yang mana saya hanya berada di sekolah dua hari dalam seminggu dan durasinya pun hanya 4 jam pelajaran setiap harinya, serta hanya masuk di kelas 7 dan 8 saja. Karena memang saya juga membuat kesepakatan dengan beliau bahwa saya bersedia mengajar dalam waktu tertentu tapi saya minta kebebasan untuk mendapatkan tambahan penghasilan di tempat lain.  Saya tidak tahu, mungkin secara diam – diam beliau memperhatikan cara saya menghadapi siswa, bagaimana saya berinteraksi dengan siswa sehingga mungkin beliau pikir sudah saatnya menyampaikan yang seharusnya saya ketahui tentang seluk beluk dalam sistem kegiatan belajar mengajar di sekolah. Disampaikanlah disana bahwa saya harus sudah mengetahui tentang Rencana Program Pembelajaran ( RPP ), Silabus.Prota ,Prosem dan lain – lain istilah – istilah baru yang tidak saya ketahui sebelumnya. Sempat galau ketika beliau menanyakan tentang kelanjutan mengajar saya disekolahnya. Di satu sisi saya sudah sampaikan di awal bahwa saya suka kebebasan waktu dalam bekerja, maka ketika dihadapkan untuk mulai memahami tentang perangkat pembelajaran yang ternyata cukup banyak, saya sempat berpikir untuk meninggalkan mengajar dan kembali focus menjadi karyawan di perusahaan swasta. Namun di sisi lain ada semacam chemistry saya dapatkanketika berinteraksi dengan siswa. Ada kebahagiaan saya rasakan ketika saya dapat berbagi pengalaman hidup, ada kebanggaan ketika siswa dapat menyelesaikan tugas dengan tuntas dan berkwalitas dan ada kepuasan ketika mereka berhasil menunjukkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan satu problem dalam pelajarannya.

Pada akhirnya saya putuskan untuk lanjut menjadi seorang pengajar dengan beberapa catatan diantaranya , saya sadar akan kekurangan saya dalam memahami instrumen  

perangkat pembelajaran serta aturan yang harus dipenuhi seorang guru, maka akhirnya saya  harus mengambil pendidikan lagi yang sesuai dengan pelajaran yang diampu.  Saya mengambil kelas extention untuk karyawan di salah satu sekolah tinggi di Jakarta dan alhamdulillah selesai dan dapat ijazah Sarjana Pendidikan Agama Islam dan akta empat saat itu.  Yang kedua saya juga sadar bahwa penghasilan atau gaji menjadi guru apalagi swasta jangan berharap dapat mencukupi untk menghidupi keluarga dengan satu isteri dan dua orang anak, maka saya pun meminta ijin untuk bisa mencari tambahan diluar sekolah diluar jam mengajar.

Masa tiga tahun pertama adalah masa yang sulit saya gambarkan keadaannya, karena masa ini saya harus menjadi satu orang dengan empat kepribadian. Saya sebagi guru untuk anak –anak didik saya sekaligus menjadi mahasiswa untuk dosen –dosen saya, pada saat yang sama saya menjadi kepala keluarga untuk anak dan isteri saya yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup mereka dan saya pun tercatat sebagai karyawan disalah satu perusahaan swasta. Namun saya coba ni’mati saja prosesnya, saya ikuti alirannya hingga akhirnya selesai pendidikan dan resmi menjadi seorang guru yang memiliki NUPTK walaupun belum bersertifikat.

Tak terasa  hingga saat ini hampir sepuluh tahun saya menjalani profesi sebagai seorang pendidik dengan status guru honor abadi, namun tak menyurutkan saya untuk terus belajar dan berinovasi dalam memberikan pengajaran kepada peserta didik yang tuntas dan berkwalitas, Saya tidak segan untuk mempelajari media – media ajar yang dapat mendukung proses pembelajaran yang lebih inovatif dan interaktif. Sehingga manfaatnya semakin terasa ketika masa pandemi melanda negeri, maka media – media pembelajaran itu menjadi andalan saya dalam memberikan materi ajar yang produktif dan inovatif.

Ternyata mengajar itu menyenangkan bila kita melakukannya dengan cinta dan sepenuh hati. Semoga pengajar di negeri ini semakin sejahtera dan berkah dalam hidupnya.

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

1 Comment

  • Menjadi guru Insya Allah Berkah.. Hidup guru.. semoga penulis menjadi guru yg berkah dan mendapatkan pahala yang tak putus2.. 👍👍🙏

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *