KURIKULUM PROTOTIPE: ANTARA KEBUTUHAN DAN TANTANGAN

Oleh: Fransiskus Dasa, S. Pd., Gr

Learning crises (Krisis Pembelajaran) di Indonesia sudah berlangsung lama, dari tahun ke tahun sampai sebelum Pandemi Covid-19 menyerang, tapi nyatanya belum juga menemukan model yang tepat, meski gonta – ganti kurikulum. Kondisi ini diperparah oleh adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan learning loss atau hilangnya pembelajaran, yang menimbulkan kesenjangan pembelajaran terutama di daerah terpencil, seperti di NTT dan daerah – daerah lain di Indonesia. Ada yang terpaksa memberhentikan secara total Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT), terjadi di sekolah tertentu akibat terus meningkatnya Varian baru Virus-19 OMICRON. Sementara pelaksanaan kurikulum 13 sebelum pandemi  menyisahkan banyak kendala, diantaranya; Komponen perangkat pembelajaran terlalu banyak dan menyulitkan guru dalam membuat perencanaan, rumusan kompetensi yang detil dan terpisah – pisah sulit dipahami sehingga guru kesulitan menerjemahkan dalam pembelajaran yang sesuai  filosofi Kurikulum 13, pelatihan masih dilakukan secara konvensional dengan ceramah yang cendrung teoritik. Selain itu, diakui masih banyak pengawas, kepala sekolah, dan guru yang memiliki pemahaman kurang tentang kerangka dasar dan konsep pemilihan kurikulum 13.

Dalam rangka menemukan solusi kedua problematika di atas, pemerintah dalam hal ini Kemdendikbudristek Nadim A.Makarim menawarkan “grand design” yang diharapkan bisa mengatasi masalah Pendidikan di tanah air. Model inilah yang kemudian disebut Kurikulum Prototipe yang diyakini mampu meyederhanakan, memerdekakan guru dan peserta didik, dan memigitasi kehilangan learning loss.

Penerapan kurikulum prototipe membawa optimisme bagi banyak kalangan. Optimisme terbangun atas dasar sejumlah keunggulan yang menyertai karakter  kurikulum tersebut, diantaranya:

Pertama, Unik

Keunggulan dari kurikulum prototipe ini memang menunjukkan unifikasi dengan kurikulum yang diterapkan sebelumnya; dimana mampu mendorong pembelajaran yang lebih sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang yang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar peserta didik.

Kedua, Pengembangan Soft Skills

Keunggulan lain dari kurikulum prototipe ini yaitu adanya pengembangan soft skills dan karakter berpancasilais (akhlak mulia, gotong royong, kebinekaan, kemandirian, nalar kritis, kreativitas) mendaat porsi khusus melalui pembelajaran berbasis projek (Project Based Leraning). Menurut Trianto,2020, Model Pembelajaran berbasis proyek adalah Pendidikan inovatif yang berpusat pada siswa (student-centered) yang menempatkan guru sebagai motivator dan fasilitator, memberikan siswa kesempatan untuk bekerja secara mandiri untuk membangun pembelajaran.

Ketiga, berpusat pada materi esensial.

Guru maupun siswa dalam hal ini fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi.

Keempat, adanya fleksibilitas pembelajaran.

Fleksibilatas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

TANTANGAN DAN OPTIMISME

  1. Guru dan Orang tua siswa

Peran guru dan sekolah dalam menjalankan kurikulum ini sangat penting. Bahkan yang pertama harus mengerti bahan dari kurikulum baru itu. Guru mempersiapkan berbagai strategi implementasi pembelajaran dalam kurikulum prototipe. Guru merupakan pelaksana di lapangan yang pastinya menjadi sebuah penggerak agar kurikulum baru ini bisa berjalan dengan baik. Sebaik apapun kurikulum baru yang dikembangkan, jika ujung tombaknya yaitu guru tidak mampu mengejawantahkannya dalam proses belajar mengajar dengan baik, maka kurikulum tersebut tidak bisa berjalan lancar. Demikian juga siswa. Sementara bagi orang tua siswa, penerapan kurikulum prorotipe juga menjadi tantangan tersendiri karena dibutuhkan keaktifan dalam membimbing dan mengembangkan pengetahuan pada anak. Karena di sekolah materi pelajaran akan bergeser dari kuantitas materi ke kualitas materi, yang diajarkan adalah materi-materi esensial saja. Orang tua diharapkan lebih mendorong dan memfasiltasi anaknya untuk fokus pada minat, bakat, kemampuan, dan potensi pada dirinya untuk digali dan diarahkan bersama-sama dengan pihak sekolah.

  • Fasilitas Pembelajaran

Mengacu pada pembelajaran di masa pandemi, pembelajaran jarak jauh akan memunculkan sikap apatis dan motivasi belajar siswa menurun.  Motede guru yang kurang kreatif menjadi penyebab terjadi motivasi menurun. Selain ketidakefektifan metode pembelajaran yang digunakan, keadaan ekonomi pembelian paket internet, kondisi geografis akses internet dan infrastruktur,menjadi masalah serius dalam pembelajaran daring/online. Karena itu di bebarapa sekolah terutama di kota besar yang fasilitas sudah maju, kemungkinan mampu memenuhi tuntutan dari perubahan kurikulum ini. Tapi tidak untuk daerah yang masih kategori 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) khususnya di NTT.

Jika alasan utama diluncurkannya program ini adalah untuk memulihkan pendidikan, maka tetap menjadi tantangan tersendiri di tengah keterbatasan. Kerena itu,faktor-faktor pendorong suksesnya program ini seharusnya sudah tersedia dengan baik. Pulsa gratis internet bagi siswa terus diluncurkan, akses jaringan internet dan infrstruktur harus diperhatikan secara serius, dan tak kalah pentingnya adalah pelatihan – pelatihan para guru untuk meningkatkan kompetensi di masa pembelajaran selama pandemi,  rutin dijalan agar berefek pada semangat belajar peserta didik. Kesiapan sekolah dalam melaksanakan kurikulum baru tentu juga turut dimaksimalkan, tidak hanya sekolah tingkat nasional maupun internasional saja tetapi semua level sekolah sampai di daerah pedesaan yang berkategori sudah mampu dan siap menjalankan kurikulum prototipe.

Lalu, apakah penerapan kurikulum paradigma baru ini sukses diterapkan?

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, meskipun secara administrasi, kurikulum prototipe lebih sederhana, kurikulum ini tidak bisa dieksekusi dengan baik oleh guru-guru dalam waktu sekejap mata tetapi membutuhkan sebuah proses yang panjang. Karena itu diperlakukan sosialisasi dan juga pelatihan-pelatihan yang intens kepada guru-guru agar memahami karakteristik kurikulum dan juga segala bentuk administrasinya sehingga pada saat eksekusi di lapangan tidak ada hambatan dan keluhan dari warga sekolah, baik itu guru maupun siswa. Selain itu, membangun kerja sama dengan orang tua adalah hal penting yang seharusnya disadari oleh setiap guru dalam penerapan model pendidikan berbasis proyek dan kontekstual. Berbeda dengan model ceramah, model yang berbasis proyek ini lebih banyak membutuhkan waktu yang tentunya tidak hanya di sekolah tetapi di rumah. Keterlibatan orang tua sebagai tenaga pendidik sangat menolong model pendidikan berbasis proyek. Kontrol penuh akan lebih banyak berada di tangan orang tua jika guru mengkomunikasikan apa yang sedang dikerjakan oleh guru dan murid sebagai proyek belajar.

Dapat disimpulkan bahwa kurikulum prototipe ini memperkuat prinsip – prinsip dasar yang sudah menjadi bagian  dari kurikulum sebelumnya terutama pada pengembangan kompetensi dan karakter siswa, serta fleksibilitas yang mendorong inovasi di tingkat satuan Pendidikan.

Akhirnya kita semua berharap tantangan ini dapat direspons secara positif oleh semua kalangan, terutama guru dan dan siswa yang penjadi basis pergerakan perubahan di lapangan. Sejumlah keunggulan dari kurikulum prototipe sudah seharusnya dapat dimaksimalkan dan pada gilirannya dapat diarahkan untuk mampu mengejar ketertinggalan pendidikan yang sudah kita alami selama ini.*

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

2 Comments

  • appaun kurikulumnya, guru pelopor pelaku utamanya

  • Kurikulum nadinya pendidikan, tentunya kurikulum harus diselaraskan dengan kebutuhan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam identik dengan sifat/karakter yang terbentuk dari pendidikan tersebut seperti budaya adat istiadat dan tradisi. Secara umum karakter dipengaruhi oleh: 1.linghungan keluarga 2.lingkungan sekolah 3.lingkungan tempat tinggal.
    Sedangkan kodrat zaman, berilah pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan zamannya, sekarang ini zamannya serba digital mari kita didik mereka dengan pemanfaatan teknologi yang mampu membuat mereka mengepakkan sayapnya sampai ke angkasa. Dalam hal ini guru juga harus lebih aktif dan inovatif dalam mengembangkan dirinya terutama yang terkait dengan pelibatan teknologi dalam pendidikan. Sudah tidak zamannya lagi kita berkeluh kesah entah itu namanya kurikulum K-13 ataupun Prototipe kita jalani saja biarkan mengalir seperti air toh semuanya akan bertemu di satu muara.
    Penerapan kurikulum sudah dikaji secara universal oleh pemerintah dan di sesuaikan dengan kebutuhan zaman. tugas kita sebagai guru menuntun peserta didik kita agar tidak hanyut oleh teknologi yang bisa menjerumuskan mereka pada hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah agama.
    Mari kita perkuat karakter pendidikan kita dengan profil pelajar Pancasila: Beriman bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Kreatif dan Bergotong Royong. Maaf kalau ada kata yang salah mohon diluruskan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *