LIMA BINTANG SENJA
Oleh: Fery Mulyadi, S.H.I.
(Guru Pendidikan Agama Islam SMA Islam As-Shofa)
Tulisan ini tentang tentang perjuangan indah dalam membina lima orang siswa istimewa angkatan ketujuh SMA Islam As-Shofa. Kelima siswa itu adalah Fikri Ruriandi, Aghil Andika, Iqbal Arlendo, Nuzul Fahma, dan Meliona. Mereka berlima sangat spesial bagaikan istimewanya masing-masing warna pada pelangi yang muncul setelah hujan reda. Mereka adalah anak-anak yang luar biasa, unik, menarik, dan sebelumnya kurang dilirik. Ada potensi dahsyat dalam diri mereka walaupun awalnya pernah tidak dianggap.
Sungguh mengharukan jika mengenang kepribadian masing-masing anak tersebut. Fikri Ruriandi, siswa yang santun, cerdas, tetapi kurang percaya diri dengan kemampuannya. Sedangkan Aghil Andika adalah siswa yang temperamen, cerdas, tetapi masih labil, dan keras kepala, bahkan sering terlibat konflik dengan guru serta siswa lain. Apalagi Iqbal Arlendo, siswa ini biasanya hanya menjadi cemoohan dan buliyan teman-teman di kelasnya karena dia pernah mengalami penyakit autis sewaktu SD (Sekolah Dasar). Sekilas dia terlihat biasa saja, namun sebenarnya dia memiliki kemampuan IQ yang berada di atas rata-rata.
Selain tiga siswa di atas, ada lagi dua siswi istimewa lainnya, yakni Nuzul Fahma dan Meliona. Nuzul Fahma adalah siswi pindahan yang masuk di Kelas XI. Dia telah pindah-pindah sekolah dari satu daerah ke daerah lain karena sering tidak merasa cocok dengan pembelajaran di sekolah tersebut. Bahkan dia pernah istirahat beberapa bulan sebelum melanjutkan studinya lagi. Sedangkan Meliona adalah seorang siswi yang memiliki suara merdu dan kemampuan bacaan Al-Qur’annya yang sangat bagus. Jika dia membaca Kalam Ilahi, maka akan senyaplah ruangan sekitarnya. Pesona bacaan Al-Qur’annya membuat dia sangat spesial, namun dia kurang mampu menggali kemampuan dirinya seakan-akan terhalang oleh lapisan dinding yang sangat tebal.
Penulis melakukan pembinaan kepada lima siswa ini setelah Shalat Ashar sampai Maghrib di perpustakaan sekolah yang sangat sederhana. Pustakaan sekolah pada waktu itu hanyalah berupa kelas yang disulap sedemikian rupa layaknya sebuah ruang pustaka. Kami selalu berkumpul dan melakukan banyak agenda di sana, mulai dari pembinaan mental, penguatan akhlak, pembinaan public speaking, pembinaan hifzhul Qur’an, terkadang dilanjutkan dengan saling mencurahkan perasaan, bahkan merangkai impian indah untuk masa depan.
Biasanya kegiatan kami baru berakhir seiring dengan terdengarnya kumandang azan Maghrib yang menandakan kami harus shalat berjamaah di masjid sekolah. Kami pulang ke rumah setelah azan Maghrib, bahkan terkadang sering juga setelah Shalat Isya. Semuanya aktifitas itu kami lakoni dan berjalan dengan penuh semangat, seakan-akan merupakan panggilan jiwa, tanpa paksaan dari siapapun. Kami juga merasakan, seakan-akan pustaka adalah rumah kedua dan kumpulan senja itu menjadi sebuah ikatan keluarga. Penulis dan lima siswa telah merasa bagai satu keluarga, layaknya ayah dan anak-anaknya. Terkadang mereka pun memanggil penulis dengan panggilan ‘ayah’ atau “Abi”.
Penulis melakukan pendekatan dan terus-menerus menghubungkan hati di antara kami dalam dua bulan pertama. Selama rentang waktu itu, kegiatan yang dilakukan hanyalah pembinaan ruhiyah (mental dan ibadah) bagi para siswa, mulai dari mengajak mereka memahami dan menemukan potensi dirinya, mengevaluasi kelemahannya, membangun visi dan misi, serta menanamkan semangat berjuang meraih prestasi di bawah keredaan Allah Ta’ala.
Setelah pembinaan mental rampung, barulah penulis melakukan pembinaan prestasi dan keterampilan untuk masing-masing siswa. Bahkan pembinaan tidak hanya dilakukan setelah shalat Ashar saja, namun juga dari pagi sampai malam. Pembinaan prestasi semakin dilakukan dengan semangat yang membara dan penuh kedisiplinan. Jiwa mereka telah dipenuhi tekad untuk maju dan meraih keberhasilan.
Aghil, Meliona dan Iqbal difokuskan pembinaannya pada bidang olimpiade Islam, khazanah keilmuan Islam, menulis cerita fiksi, kemampuan debat, dan publik speaking. Lain halnya dengan Nuzul Fahma dan Fikri, mereka berdua difokuskan pembinaannya pada bidang Hifzul Qur’an, karya tulis ilmiah, dan publik speaking.
Selanjutnya, kami mulai mengembangkan “sayap” dengan mengikuti berbagai lomba, baik tingkat provinsi, maupun tingkat nasional. Alhamdulillah, hasilnya pun luar biasa. Aghil, Iqbal dan Meliona, mampu meraih juara pertama olimpiade dan cerdas-cermat Islam di berbagai universitas. Kompetitor mereka tidak hanya dari siswa Sekolah Menengah Atas saja, tapi juga dari kalangan para mahasiswa.
Nuzul mampu menjadi pemenang pada berbagai lomba hifzhul Qur’an tingkat Provinsi Riau di banyak Universitas. Prestasi itu juga diikuti oleh Fikri sebagai juara pertama pada lomba hifzhul Qur’an tingkat Provinsi Riau. Selanjutnya, kami juga mencoba melangkah ke tingkat Nasional. Hasilnya, Nuzul mampu menjadi finalis di lomba debat tingkat Nasional yang ditaja oleh Kementerian Agama di Jakarta. Prestasi yang didapatkannya semakin memuncak dengan terpilihnya Nuzul sebagai pemenang dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja Tingkat Nasional di Kota Bandung.
Alhamdulillah, kelima siswa ini belum pernah pulang dari lomba dengan ‘tangan hampa’. Setiap kompetisi selalu berakhir dengan cerita indah berupa prestasi. Kemampuan mereka telah terasah dan mental sebagai sang juara pun telah terbina. Mereka telah menjadi bintang di setiap ajang. Allah Ta’ala telah membuktikan bahwa pendidikan, pelatihan, penempaan keilmuan dan skill setiap sore sampai senja di sudut pustakaan sederhana telah membuat kelima siswa biasa, berubah menjadi pribadi yang penuh percaya diri, berprestasi, namun tetap rendah hati. Mereka terus meraih impian dan berani menghadapi setiap tantangan. Allah Ta’ala juga telah mengizinkan selama dua tahun pembinaan ini, kelima bintang ini telah mampu meraih prestasi sebanyak 45 kali juara mulai dari tingkat provinsi hingga nasional.
Berbekal puluhan prestasi di atas, kelimasiswa ini akhirnya masuk ke Perguruan tinggi melalui jalur prestasi dan mendapatkan beasiswa selam melanjutkan studi di sana. Fikri menjadi mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Universitas Riau, sementara Aghil diterima di Fakultas Ekonomi di universitas yang sama. Nuzul menjadi mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Andalas (UNAND), dan Iqbal Arlendo diterima pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri SUSKA Riau. Sedangkan, Meliona melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran di sebuah universitas ternama di Jerman.
Khabar gembira terbaru di tahun 2022 ini penulis dapatkan tentang mereka berlima. Fikri telah menjadi dokter, Aghil menjadi akuntan publik, Iqbal menjelma menjadi Ustaz, sedangkan Nuzul menjadi psikolog, sedangkan meliona menetap di Jerman menjadi seorang dokter. Kelima orang ini telah menjadi bintang yang terang dan melanjutkan rangkain impian dalam hidupnya. Mereka adalah bintang bercahaya yang dibina setiap senja sehingga mereka layak digelari dengan ‘lima bintang senja’.
Semoga mereka tetap jadi bintang di tengah malam yang gulita dan dimanapun mereka berada, tidak hanya di dunia, tetapi juga di surga. Semua kisah tentang mereka akan selalu indah untuk dikenangkan dalam jiwa dan diukir di SMA Islam As-Shofa. Semoga mengispirasi bagi semua. Insya Allah, Guru mulia karena karya.
23 Comments
MasyaAllah
terimakasih, sangat terinspirasi dng ceritanya
Semoga saya bisa menjadi lima bintang senja selanjutnya~
Mohon bimbingannya! Semoga saya bisa menjadi lima bintang senja selanjutnya :3
MasyaAllah
artikel ini sangat menginspirasikan saya, dan artikel ini bagus untuk di baca oleh kalangan remaja !
cerita nya sangat menginspirasi saya
MasyaAllah sangat menginspirasi, nt nt
MasyaAllah sgt menginspirasi, nt nt
Masya Allah, tabarakallah
Masya allah
Good
Sangat inspiratif
masyaAllah sgt menginspirasi
Keren
Subhanallah sangat menginspirasi
MasyaAllah sangat menginspirasi
MasyaAllah sangat mengispirasi….
Masyaallah, subhanallah, sangat menyentuh hati.
Masya Allah luar biasa
luar biasa
MasyaAllah tabarakallah. Ceritanya sangat inspiratif dan memang berhak menyandang juara 1 lomba menulis guru inspiratif. Barakallah
Sangat inspiratif kisahnya dan layak menjadi pemenang lomba menulis.