Guru dan marwahnya menjaga netralitas Pemilu
*Oleh : Yudhi Kurnia, M.Pd
Tanggal 14 Februari 2024 mendatang akan ada sebuah “hajatan” besar untuk Bangsa Indonesia. Di waktu itu secara serentak diadakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebelum masuk ke pemilu tersebut terdapat rangkaian kampanye yang dilakukan oleh para calon Presiden beserta calon wakilnya. Bukan hanya itu, para Calon Anggota Legislatif (Caleg) juga melakukan hal yang sama. Harapan dari adanya kampanye ini adalah untuk lebih memperkenalkan diri mereka ke tengah Masyarakat pada akhirnya Masyarakat mengenal dan tertarik untuk mencoblosnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) nantinya.
Beragam cara kampanye dilakukan, salah satunya adalah dengan membuat banyak sekali baliho, banner yang terpasang di sudut jalan atau menggantung di atas pohon. Pada aspek ini tak jarang baliho ataupun banner yang terpasang seringkali mengganggu pemandangan. Akan tetapi karena sudah musimnya, maka hal ini seolah dianggap wajar. Nampaknya, masyarakatnya juga fine-fine saja. Selain peraga kampanye yang betebaran di jalan, bagi para calon yang memiliki dana atau didukung oleh media bisa “seliweran” di TV, sepertinya ini lebih bisa menyentuh hingga ke akar rumput masyarakat.
Baru-baru ini ada satu cara kampanye yang mengundang banyak mata tertuju padanya. Cara tersebut adalah debat. Ya.. debat antara calon presiden yang ditayangkan langsung oleh stasiun televisi menjadi sebuah ajang kampanye yang menurut saya efektif untuk mengenal dengan baik siapa calon presiden yang nantinya akan dipilih.
Pada tulisan kali ini saya tidak akan terlalu jauh membahas tentang bagaimana para pasangan calon, partai atau caleg menarik para calon pemilihnya. Akan tetapi, hal yang paling urgen saya sampaikan adalah terkait dengan sikap guru dalam kegiatan Pemilu di Indonesia. Guru bisa menjadi promotor kegiatan pemilu bagi generasi muda Indonesia. Generasi yang potensial di masa depan menggantikan para pendahulunya yang saat ini “bertarung” di Pemilihan Umum.
Sekolah melalui guru tentunya mempunyai potensi memperkenalkan bagaimana bangsa ini berdemokrasi. Guru bisa menjadi tauladan bagaimana sebagai warga ikut berpartisipasi dalam kegiatan 5 tahunan dengan tetap menjaga prinsip pendidikan. Setidaknya ada 5 hal yang bisa guru sampaikan atau lakukan kepada para siswanya terutama dalam momentum pemilu diantaranya :
1. Membangun Pemahaman Netralitas
Guru tidak hanya memberikan pengetahuan tentang struktur pemerintahan dan proses pemilu, tetapi juga berperan dalam membentuk pemahaman netralitas. Mereka mengajarkan siswa untuk memahami berbagai perspektif politik tanpa memihak, sehingga dapat membuat keputusan yang rasional dan berdasarkan informasi yang akurat.
2. Menanamkan Etika Pemilu
Netralitas guru tidak hanya terlihat dalam penyampaian materi pelajaran, tetapi juga dalam pembentukan karakter siswa. Etika pemilu, seperti kejujuran, toleransi, dan menghormati perbedaan pendapat, menjadi pondasi yang ditanamkan guru untuk menciptakan generasi pemilih yang adil dan bertanggung jawab.
3. Penggunaan Teknologi untuk Literasi Politik
Dalam era digital, guru juga memainkan peran penting dalam mengajarkan literasi politik. Mereka membimbing siswa untuk memahami informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, memfilter hoaks, dan menggunakan teknologi sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Dengan begitu, siswa dapat menjadi pemilih yang cerdas dan terhindar dari manipulasi informasi.
4. Diskusi Terbuka dan Beragam
Kelas bukan hanya tempat penyaluran informasi, tetapi juga tempat di mana ide-ide beragam dapat dibahas secara terbuka. Guru menciptakan lingkungan di mana siswa merasa nyaman untuk berbicara tentang isu-isu politik tanpa takut diskriminasi. Ini membantu membentuk pemikiran kritis dan toleransi terhadap perbedaan pendapat.
5. Menggali Potensi Pemimpin Masa Depan
Melalui pendidikan politik yang netral, guru membantu menggali potensi pemimpin masa depan. Mereka memberikan dukungan kepada siswa yang berminat terlibat dalam kegiatan politik, dengan tetap mengajarkan nilai-nilai netralitas dan tanggung jawab.
Dalam pemilu Indonesia, guru bukan hanya pendidik di kelas, tetapi juga arsitek pembentuk pemilih yang cerdas dan berkarakter. Dengan memainkan peran sebagai agen netralitas, guru membantu membangun dasar kuat bagi masyarakat demokratis yang bermartabat. Generasi yang mereka didik bukan hanya akan menjadi pemilih yang cerdas, tetapi juga pemimpin masa depan yang membawa Indonesia ke arah kemajuan dan keadilan.
*Guru SMP Muhammadiyah 8 Bandung/Alumni S2 Manajemen Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta