Jangan Menjadi Guru yang Egois

 Jangan Menjadi Guru yang Egois

*Hery Setyawan, M.Pd.

Menjadi seorang guru tidaklah mudah karena dituntut untuk selalu belajar dan mengembangkan diri. Kita dapat merujuk hal tersebut pada ungkapan Ki Hajar Dewantara yang mendefinisikan aktivitas mengajar adalah proses memanusiakan manusia. Dengan demikian, aktivitas mengajar tersebut harus harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental, jasmani, dan rohani.

Tak hanya hal tersebut, guru juga harus bisa mengajar menyesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Konteks kodrat alam berkaitan dengan tempat siswa berada. Dalam proses pembelajaran, guru harus memperhatikan lingkungan, budaya, dan kebiasaan siswa. Sementara itu, kodrat zaman pendidikan menekankan kemampuan anak sesuai dengan perkembangan zaman.

Lantas, bagaimana cara untuk menjadi guru saat ini? Menjadi guru pada hari ini memang tidaklah mudah. Perkembangan teknologi menuntut guru harus melek teknologi terutama pada aplikasi yang dapat membantu guru dalam mengajar. Pembelajaran yang berpihak pada siswa menjadi sebuah keharusan sehingga menghadirkan sebuah pembelajaran yang menyenangkan.

Meskipun tidak mudah dalam pelaksanaannya, profesi guru ini banyak peminatnya dibandingkan dengan berbagai profesi lainnya. Mengapa hal tersebut terjadi? Dalam era sekarang, pemerintah memberikan kemudahan dalam persyaratan untuk menjadi guru. Bahkan, tingkat kesejahteraan guru terus-menerus menjadi fokus perbaikan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan Indonesia.

Dalam kesehariannya, seorang guru harus menghadirkan pembelajaran yang bermakna. Hal ini terkadang terjadi miskonsepsi terhadap hal yang dilakukan oleh siswa. Bahkan, hal tersebut dapat menyebabkan ketidakkondusifan dalam pembelajaran. Guru hanya memandang dari kacamata sendiri sebagai orang dewasa. Padahal, siswa harus kita perlakukan sesuai dengan umur dan zamannya.

Kita masih sering mendengar kalau guru menganggap waktu bermain anak-anak itu hanya dapat mengurangi waktu belajarnya. Hal ini merupakan pendapat yang kurang tepat karena bermain merupakan dunianya anak-anak. Guru harus mencari cara yang efektif menggabungkan pembelajaran di dalam kelas dengan permainan sehingga pembelajaran bisa menyenangkan dan secara tidak langsung mengajak anak kepada dunia bermain.

Selain itu, kita juga masih mendengar ada guru yang melabeli siswa dengan sebutan anak nakal hanya karena tidak bisa duduk diam di kursi dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Padahal, kita semua tahu bahwa gaya belajar siswa berbeda satu dengan yang lainnya. Kita mengenal gaya belajar visual yang lebih banyak memanfaatkan penglihatan dalam sebuah proses pembelajaran.

Kita juga tahu ada siswa yang memiliki gaya belajar auditori yang mengandalkan pendengaran untuk dapat memahami dan mengingat informasi. Bahkan, gaya belajar siswa kinestetik lebih mudah menyerap informasi dengan bergerak, berbuat, dan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar mudah mengingatnya. Semua siswa memiliki hak yang sama dalam proses pembelajaran.

Miskonsepsi yang dilakukan oleh guru berikutnya yaitu kita masih banyak mendengar bahwa nilai jelek yang dihasilkan oleh siswa karena anak tersebut tidak berbakat. Padahal, kita semua mengetahui bahwa setiap anak memiliki bakatnya masing-masing yang tidak sama dengan yang lain.

Anggapan lain sebagai miskonsepsi adalah ide siswa tidak lebih baik daripada ide guru. Guru pun menganggap pertanyaan dari siswa merupakan pertanyaan yang receh dan tidak membutuhkan perhatian yang serius. Padahal, aktivitas bertanya merupakan salah satu cara siswa untuk mengetahui paham atau tidaknya terhadap sebuah pembelajaran.

Sebagai seorang guru, terkadang miskonsepsi tersebut hadir dalam pribadi saya. Guru sudah seharusnya membuka diri dari perkembangan zaman. Misalnya, keikutsertaan dalam berbagai pelatihan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan belajar guru. Kita harus ingat ungkapan Ki Hajar Dewantara bahwa siswa itu dapat hidup dan tumbuh sesuai kodratnya masing-masing. Sebagai pendidik, kita hanya dapat merawat dan menuntun mereka tumbuh pada kodratnya.

Penulis adalah PW Satuguru.id Provinsi DKI Jakarta, Guru PPKn dan Wakil Kesiswaan SMP Negeri 42 Jakarta dan CGP Angkatan 8 Jakarta Utara

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

3 Comments

  • Terimakasih sharing nya Pak Hery

  • harusnya guru mampu menyatu dengan hati siswa sehingga tercipta rasa kasih dan sayang. Kalau itu sudah terwujud, maka prestasi belajar siswa akan muncul. Itulah yang lakukan di smp labschool jakarta.

    Selama ini guru membuat slide presentasi dan kemudian mempresentasikan materinya kepada siswa. Sekarang siswa yang membuat slide presentasi dan guru mendengarkan presentasi siswa. Baik secara mandiri maupun kelompok. Hal itu dilakukan untuk melihat kemampuan siswa dalam membuat slide presentasi. Contoh slide presentasi siswa dapat anda baca di sini dan ditonton di sana. https://wijayalabs.com/2023/09/22/aksi-nyata-guru-informatika-smp-labschool-jakarta-dalam-implementasi-kurikulum-merdeka/

  • harusnya guru mampu menyatu dengan hati siswa sehingga tercipta rasa kasih dan sayang. Kalau itu sudah terwujud, maka prestasi belajar siswa akan muncul. Itulah yang lakukan di smp labschool jakarta.

    Selama ini guru membuat slide presentasi dan kemudian mempresentasikan materinya kepada siswa. Sekarang siswa yang membuat slide presentasi dan guru mendengarkan presentasi siswa. Baik secara mandiri maupun kelompok. Hal itu dilakukan untuk melihat kemampuan siswa dalam membuat slide presentasi.

    Contoh slide presentasi siswa dapat anda baca di sini dan ditonton di sana. https://wijayalabs.com/2023/09/22/aksi-nyata-guru-informatika-smp-labschool-jakarta-dalam-implementasi-kurikulum-merdeka/

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *