Perempuan dan Pendidikan

 Perempuan dan Pendidikan

*TNP

Perempuan dan pendidikan adalah 2 hal yang sudah menjadi isu sejak tanah air ini belum merdeka. Di Indonesia, kita punya Ibu Kartini, yang muncul dengan segala perjuangannya untuk meletakkan hak-hak perempuan di atas meja yang sama dengan hak kaum laki-laki. 

Ibu Emansipasi Perempuan kita itu sudah mulai melancarkan gencatannya sejak tahun 1908. Berkat beliau, malangnya nasib perempuan di jaman itu yang tidak bisa memperoleh pendidikan yang sama dengan laki-laki, akhirnya bisa sedikit bernapas lebih lega. Kaum perempuan akhirnya bisa memperoleh hak mereka untuk berdaya dan berkarya.

Sayangnya, ternyata belenggu yang mengurung perempuan dari kebebasannya mengenyam pendidikan, masih banyak kita temui di negara ini. Bedanya, jika dulu hak-hak perempuan dipasung oleh adat dan budaya, sekarang yang memasang pasung itu justru kebanyakan adalah orangtua mereka sendiri. Tidak perlu jauh-jauh blusukan ke kota-kota atau desa-desa kecil, belenggu itu bisa kita temukan di daerah-daerah yang jaraknya hanya kurang sekitar 1 jam dari ibu kota.

Stigma, stereotype, atau apapun itu kita menyebutnya, tentang bagaimana perempuan hanya perlu di rumah, mengurus anak, mengurus segala kebutuhan keluarga, masih sangat kental dan lengket menempel di kepala para orangtua, bahkan di jaman yang sudah serba teknologi ini. Itulah yang membuat fenomena pendidikan untuk anak laki-laki lebih diprioritaskan. Contohnya, jika dalam satu keluarga dengan ekonomi menengah dan menengah ke bawah, si orangtua akan lebih memilih mengalokasikan dana pendidikan yang mereka punya untuk sang anak laki-laki. Jikalau dana itu pun tidak ada, orangtua akan lebih bela-belain jungkir balik mengusahakan dana itu tersedia, untuk anak laki-lakinya.

Dalam pikiran mereka, laki-laki harus sekolah tinggi, agar bisa memperoleh pekerjaan yang layak nantinya, karena laki-laki lah yang berkewajiban menafkahi keluarganya nanti. Namun tidak dengan perempuan. Mengingat bahwa masa depan mereka ‘hanya’ berkutat dengan urusan rumah tangga, bekal pendididikan yang sebenarnya juga menjadi hak perempuan, dikesampingkan dan dilupakan.

Padahal, ibu merupakan sekolah pertama bagi anaknya. Dari ibu, seorang anak mendapatkan pendidikan bahasa pertamanya, pendidikan motorik pertamanya, pendidikan adab pertamanya, pendidikan life-skill pertamanya, dan masih banyak lagi.

Belum lagi jika seorang anak butuh bimbingan tentang pelajaran di sekolahnya. Siapa yang ada di samping anak itu? Sosok yang diharapkan selalu ada di rumah? Ya, Ibu. Segala kebutuhan rumah tangga yang dianggap sebuah pekerjaan tanpa intelejensi, nyatanya rumit bukan main. Membutuhkan berbagai macam ilmu, mulai dari ilmu matematika, ilmu psikologi, ilmu tata boga, ilmu biologi, ilmu geografi, sampai ilmu pertukangan, tanpa hari libur. Tidak percaya? Tanya ibu rumah tangga dimanapun. Mereka akan berapi-api menjelaskan detailnya kepadamu.

Itu sosok perempuan dalam perannya sebagai ibu rumah tangga. Sekarang kita pindah ke sosok perempuan dalam perannnya sebagai wanita karir. Yang sudah jelas-jelas membutuhkan bekal pendidikan akademis formal dalam mengerjakan pekerjaan sesuai bidangnya. Dan setelah ia selesai mengamalkan pendidikan formal yang ia punya di karir profesioanalnya, ia masih harus pulang ke rumah dan berhadapan dengan urusan rumah tangga. Dengan cepat mengubah mode wanita karir ke mode manager rumah tangga. Hebatnya, secepat kilat seperti ada tombol switch di kepalanya.

Lalu jika itu semua belum cukup menggambarkan pentingnya pendidikan pada perempuan, ingatlah bahwa DNA kecerdasan seorang anak diturunkan dari sang ibu. Berbagai penelitian dari segala penjuru dunia membuktikannya. 

Hal ini bisa terjadi karena gen yang menentukan kecerdasan terletak di kromosom X. Wanita mempunyai dua kromosom X, sedangkan pria hanya membawa satu kromosom ini. Sehingga anak dua kali lebih mungkin untuk mendapatkan kecerdasan dari ibu, sementara gen kecerdasan ayah dinonaktifkan.

Teori tersebut berawal dari studi yang dipublikasikan tahun 1994 oleh peneliti di Medical Research Council Social and Public Health Sciences Unit dengan mewawancarai sebanyak 12.686 orang berusia 14 hingga 22 tahun. Hasilnya, dengan memperhatikan beberapa hal seperti IQ anak, ras, pendidikan, dan status sosial ekonomi, hasilnya menemukan kecerdasan anak menurun dari ibu.

Jadi jika kita ingin sebuah negara menjadi negara yang maju, yang bisa menyelesaikan berbagai macam masalah, berilah pendidikan yang layak untuk perempuan.

*Pemerhati Pengasuhan Anak

 

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

2 Comments

  • Pendidikan sangat penting baik untuk laki-laki maupun perempuan

  • Terimakasih banyak. Pendidikan perempuan sangat penting untuk pemberdayaan perempuan hebat.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *