Mengenal Lingkungan Sekolah yang Toxic

 Mengenal Lingkungan Sekolah yang Toxic

Oleh: Hery Setyawan

Lingkungan sosial yang harmonis di sekolah membuat kondisi nyaman dan menyenangkan. Lingkungan sosial yang harmonis ini dapat tercipta apabila seluruh warga sekolah berusaha menjalin komunikasi dan pergaulan yang baik. Karena kita mengetahui bahwa sekolah bisa dikatakan sebagai rumah kedua kita sehingga harus benar-benar dijaga lingkungan sosialnya. Walaupun kita semua tahu dalam proses bergaul kita dipengaruhi oleh sifat dan karakter manusia.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa sebagai seorang guru hari-hari kita dihabiskan di sekolah. Bahkan tidak sedikit pula kita harus mengorbankan waktu keluarga dipergunakan untuk kegiatan sekolah. Bukan hanya mengajar tetapi berbagai macam bentuk pembinaan siswa semua kita lakukan sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai seorang guru sehingga kegiatan tersebut kita lakukan.

Guru kala berkegiatan di sekolah sangat perlu suasana kerja yang mendukung.  Sudah menjadi kodrat alamiah bahwa kita semua menginginkan lingkungan sekolah yang nyaman akan membuat warga sekolah merasa betah dan kerasan untuk berlama-lama berada di tempat itu. Guru menjadi bersemangat untuk mengajar dan melakukan berbagai aktivitas lainnya sementara siswa merasa kerasan untuk belajar.

Akan tetapi adakalanya keinginan suasana yang seperti di atas tidak bisa dilakukan hanya karena ada hal yang tidak sesuai. Salah satunya adalah adanya lingkungan yang diakibatkan dari adanya orang sebagai “toxic” yang berakibat lingkungan menjadi tidak sehat, tidak aman, dan tidak nyaman.

Menurut beberapa sumber toxic secara sederhana dapat diartikan seseorang yang memberikan dampak buruk terhadap orang lain. Sifat orang ini tentu harus kita dihindari karena dapat mengganggu kenyamanan orang lain dan akan berakibat hilangnya kenyamanan kita selama berada di lingkungan sekolah dan pastinya membuat kita sulit untuk memiliki hubungan sosial yang baik.

Berikut ini saya menuliskan ciri-ciri dari lingkungan yang tidak sehat diantaranya: pertama selalu membuat persaingan dan membatasi kolaborasi padahal seperti yang kita ketahui dalam kurikulum Merdeka membuka guru maupun sekolah untuk berkolaborasi dalam berbagai bidang karena kita tahu bahwa sekolah memiliki keterbatasan sehingga untuk menutupi keterbatasan tersebut dibutuhkan kolaborasi dari semua elemen.

Ciri yang kedua yaitu cenderung menyalahkan orang lain ketika ada kesalahan. Kita semua menyadari bahwa pekerjaan yang kita lakukan tidak selalu sempurna pasti ada kesalahan. Peran kepala sekolah sebagai pimpinan yang seharus nya menilai kinerja guru bukan kita sebagai guru dapat dengan gampangnya menilai orang lain. Terlihat sepele namun apabila ini dibiarkan maka semakin lama akan membuat suasana di lingkungan sekolah menjadi tidak sehat.

Selanjutnya ciri yang ketiga selalu memberikan tekanan untuk meningkatkan performa kerja. Biasanya dalam melakukan kontrol terhadap kinerja guru dilakukan dengan sesuatu yang terukur dan terarah bukan dengan tekanan sehingga terkesan lebih terpaksa dan sifatnya memaksa. Ini membuat guru justru bukan lebih semangat dalam bekerja bahkan cenderung menjadi masa bodo.

Ciri keempat berlebihan dalam memonitor dan meneliti proses kerja orang lain yang seharusnya dilakukan oleh kepala sekolah atau orang yang mendapatkan tugas dari pimpinan untuk melakukan tugas tersebut. Bahkan cenderung orang tersebut menilai bahkan melebihi penilaian dari kepala sekolah sebagai pimpinan. Orang seperti ini biasanya lebih melihat senang melihat pekerjaan orang yang salah.

Dan yang terakhir yaitu lembur sebagai tolak ukur produktivitas karena masih banyak orang yang berpendapat jika lembur itu sebagai bagian dari loyalitas kita ke sekolah atau tempat kerja. Padahal lembur bisa dikatakan sebagai cara yang salah kita dalam mengatur pekerjaan yang ada di sekolah. Sebagai penutup penulis teringat ungkapan dari Stephen Hawking bahwa bekerja bisa memberimu arti dan tujuan dan hidup terasa hampa tanpanya.

Penulis adalah PW DKI Jakarta, Guru PPKn SMP Negeri 42 Jakarta dan CGP Angkatan 8 Jakarta Utara

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *