5 Tingkatan Literasi untuk Negeri Kita
*Yadi Mulyadi
Lagi lagi literasi. Memang apa sih yang dibicarakan dalam literasi? Kalau kita amati, sudah banyak catatan terkait literasi. Artinya, bahan-bahan tentang literasi sudah melimpah ruah. Akan tetapi, sudahkah literasi di negeri kita menunjukkan peningkatan yang signifikan?
Apabila merefleksi tentang catatan literasi, semua orang sudah paham dan bersuara lantang tentang literasi. Literasi bukan semata dimaknai sebagai kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan pembentukan karakter, melainkan sebuah pergerakan yang komprehensif dari hulu ke hilir.
Menurut Bando (2023), permasalahan yang menggerus pergerakan literasi negeri ini adalah terbelenggunya literasi dengan kecakapan calistung semata. Memang benar bahwa kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan pembentukan karakter merupakan fondasi, sebuah dasar yang harus kukuh terlebih dahulu. Akan tetapi, kita jangan melupakan tahapan selanjutnya dalam pergerakan literasi tersebut.
Setelah mengukuhkan fondasi kecakapan dasar tersebut, pegiat literasi harus menapaki jalan selanjutnya agar literasi dan keliterasian di negeri ini semakin terang hasilnya. Tahapan kedua, para pegiat literasi harus menyadari bahwa makna literasi adalah kemampuan mengakses dan menjangkau bahan bacaan yang akurat, terkini, terlengkap dan tepercaya. Apakah masyarakat di negeri ini sudah bisa mengakses bacaan lengkap, baik sumber yang berupa cetak maupun digital?
Naga-naganya hal inilah yang perlu diperhatikan oleh para pemangku kebijakan terkait pergerakan literasi ini. Coba kita tengok gerobak-gerobak literasi, pojok-pojok literasi, dan beragam istilah lainnya sebagai tempat menyimpan buku cetak, apakah bukunya terkini, terlengkap, atau tepercaya? Berdasarkan hasil amatan sekilas, di gerobak baca tersebut, buku-buku yang disajikannya masih terbitan lama. Bahkan, fasilitas perpustakaan di berbagai daerah pun, buku cetak yang disajikan di gedung tersebut masih merupakan referensi lama.
Apakah referensi yang disajikan secara digital di area-area perpustakaan daerah bisa terakses secara digital? Bagi masyarakat perkotaan, ketiadaan sumber buku cetak bisa diatasi dengan sumber digital yang tersedia. Dalam hal ini, perpustakaan nasional dan daerah sudah memfasilitasi akses sumber digital.
Keberhasilan penyediaan sumber digital pun tidak hanya disediakan pemerintah. Berbagai perusahaan milik swasta pun ramai-ramai menyediakan beragam referensi secara digital. Referensi tidak sekadar buku yang versi digital, pihak swasta menyediakan bahan-bahan bacaan yang berkualitas dan bermutu dalam beragam bentuk. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Media SatuGuru Indonesia melalui website https://satuguru.id/. Platform tersebut berusaha menyebarluaskan informasi bidang pendidikan kepada seluruh guru yang ada di Nusantara ini.
Tahapan ketiga, literasi harus dimaknai sebagai kemampuan memahami hal yang tersurat dan tersirat. Pemahaman makna tersurat mencakup kemampuan membaca, menulis, dan memahami informasi yang secara jelas dan langsung diungkapkan dalam teks. Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan kemampuan memahami kalimat, paragraf, dan struktur teks untuk mengidentifikasi fakta, argumen, atau tujuan dari tulisan tersebut. Literasi tersurat ini sangat penting agar komunikasi yang dilakukan efektif. Bahkan, hal tersebut merupakan fondasi dalam membangun pemahaman lebih lanjut.
Sementara itu, pemahaman makna secara tersirat menekankan pada kemampuan membaca secara mendalam. Ia harus memahami makna antarbaris, mengenali makna tersembunyi, dan memahami nuansa, konteks sosial, dan budaya dari teks yang dibacanya. Pemahaman literasi tersirat ini dapat membantu seseorang dalam membaca kritis dan mengidentifikasi pesan tersembunyi yang ada dalam informasi yang dibacanya.
Tahapan keempat adalah pemaknaan literasi yang berkaitan dengan kemampuan mengemukakan ide, gagasan, mewujudkan inovasi dan kreativitas baru sejalan dengan perkembangan teknologi dan perubahan yang semakin cepat. Di tengah lingkungan yang penuh dengan informasi dan tantangan yang terus berubah, seseorang yang memiliki literasi yang kuat akan memiliki keunggulan kompetitif dalam menghadapi perubahan dan menciptakan dampak positif pada masyarakat dan dunia di sekitarnya.
Dalam hal kemampuan mengungkapkan ide dan gagasan, seseorang dapat mengartikulasikannya secara efektif. Hal ini dapat dilakukan dengan teks multimodal, mulai dari teks naratif, gambar, infografik, audio, video, hingga audiovisual. Hal ini penting agar permasalahan yang sangat penting tersampaikan dengan baik. Setelah diartikulasikan dengan baik, muncullah ide-ide inovatif sebagai perwujudannya. Hal tersebut tentu saja akan disertai dengan kreativitas untuk menciptakan konten-konten kreatif. Dalam hal ini, seseorang akan beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan yang sangat cepat sesuai dengan tren kekinian.
Makna yang menjadi tahapan literasi kelima adalah kemampuan memproduksi barang dan/atau jasa yang dapat bersaing dalam kompetisi global. Artinya, literasi mencerminkan bahwa literasi bukan hanya tentang pemahaman dan konsumsi informasi, melainkan tentang penerapan pengetahuan dan keterampilan untuk menciptakan dampak nyata dalam konteks ekonomi global yang dinamis. Seseorang literat dalam tahapan ini akan mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas yang telah mereka peroleh melalui literasi untuk menciptakan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi dan dapat diperdagangkan di pasar global.
Itulah tingkatan literasi yang dapat menjadi tolok ukur keberhasilan literasi di negeri kita. Kelima tingkatan literasi ini merupakan penjabaran dari Patrap Triloka Ki Hajar Dewantara: ngerti, ngrasa, nglakoni. Semoga, dengan adanya pergerakan literasi ini, seseorang tidak hanya tercerahkan, berwawasan luas, dan terberdayakan, melainkan bisa mencerahkan, memperkaya wawasan dan memberdayakan sekelilingnya. Amin.
*Pemerhati Pendidikan
1 Comment
Tepat sekali kang saat ini memang minat baca agak kurang padahal sudah banyak media yang ada untuk menambah wawasan