GULAT BENJANG DARI TANAH PASUNDAN
*M. Asep Juanda S.Pd
Bila kita bicara tentang Seni Budaya Bangsa, Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya akan budaya. Budaya di Indonesia merupakan warisan dari para leluhur ( nenek moyong ), hampir di setiap daerah memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam budaya dan seni. Jenis budaya yang dimiliki diantaranya tarian atau beladiri. Jawa Barat adalah satu wilayah yang memiliki ragam budaya salah satunya yaitu seni Benjang. Benjang atau seni benjang merupakan salah satu kesenian tradisional yang memadukan seni tari dan beladiri. Benjang tumbuh dan berkembang di wilayah Karesidenan Ujung berung.
Pada penjelasan kali ini saya akan mencoba menjelaskan terkait apa itu benjang dan perkembangannya. Baik masyarakat bagian timur dari bandung tentu tidak asing dengan seni ini. Benjang adalah seni tradisional yang berkembang di wilayah Bandung dari abad ke-7. Benjang diketahui terbagi menjadi 3 jenis yakni Benjang Gelut, Benjang Helaran dan Tari Topeng Benjang. Keberadaan Benjang yang sudah mulai tersisihkan menginspirasi untuk mewujudkan menjadi motif hias busana dengan teknik hand painting
Kesenian Benjang banyak bermunculan di wilayah sekitar Bandung Timur. Diantaranya adalah, Kecamatan Cileunyi, Kecamatan Cilengkrang, dan Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Sehingga di daerah tersebut banyak bermunculan kelompok-kelompok Benjang.
Benjang adalah seni beladiri tradisional gulat yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, dimana permainan ini biasanya diringi dengan musik Waditra (musik pengiring) seni Benjang, terdiri dari 4 buah terebang (indung, tempas, kemprang dan kempring), satu set kendang (gendang), kecrek dan tarompet (terompet)
Seni Benjang Gelut ini umumnya dimainkan di malam hari, karenanya pada siang hari harus dilakukan terlebih dahulu wawaran (pemberitahuan), karena waktu itu jarak antar kampung masih berjauhan. Wawaran dilakukan dengan menabuh waditra (alat musik benjang) di sekitar lokasi yang akan dijadikan arena pertunjukan, terutama di tempat hajatan khitanan anak dan pernikahan. Bentuk wawaran ini kemudian dilakukan berkeliling kampung sambil diiringi beberapa properti seni lain, seperti kuda lumping, bangbarongan (salah satu seni barong) dan kesweh (dua orang yang berperilaku seperti kakek dan nenek dengan mengenakan topeng terbuat dari kertas). Maka tahun 1938 seni benjang berkembang ke bentuk seni arak-arakan yang disebut “Benjang Helaran”, yang berfungsi untuk mengarak anak khitan.
Bila pada Benjang Gelut sebagai bentuk silaturahmi antar manusia, maka pada Seni Benjang Helaran dan Topeng Benjang merupakan pengejawantahan hubungan antar manusia dan Sang Pencipta. Dengan begitu seni benjang memiliki filosofis “hambluminanas, hablumin-Alloh”, menjaga hubungan baik antar manusia dan manusia, dan antar manusia dengan Sang Maha Pencipta
Tanggal 05 Aug 2018 oleh Oskm_19718019_gita .
Seiring dengan perkembangan jaman maka mulailah bermunculan sanggar atau perguruan seni benjang, Permainan benjang umumnya dilakukan oleh laki-laki remaja dan dewasa. Walaupun demikian, orang yang telah berusia lanjut pun diperbolehkan, asalkan atas kemauannya sendiri. Para pemain benjang biasanya tergabung dalam sebuah kelompok yang berasal dari satu perguruan. Setiap kelompok benjang jumlah anggotanya antara 20–25 orang.
Walaupun mungkin masih banyak diantara kita yang merasa asing dengan kata seni Benjang. Karena seni benjang ini mungkin agak jarang untuk ditampikan dalam suatu acara apapun sehingga Seni benjang ini menjadi asing, dan kadang diantara kita juga kadang merasa bahwa seni itu hanyalah sebuah gambaran dalam cerita yang ada dalam sebuah sejarah .
Seiring berkembangnya zaman, kesenian ini terus membuat inovasi. Tak jarang arena benjang gulat yang dulunya dilakukan di atas tanah beralaskan jerami beralih ke panggung yang dilengkapi dengan matras. Selain itu, benjang gulat yang awalnya hanya diiringi oleh musik saat ini diwarnai dengan lantunan kawih.
Inovasi lain disuguhkan dalam pertunjukan benjang helaran. Arak-arakan yang awalnya hanya mempertunjukkan bangbarongan, kuda lumping, ataupun jampana, menampilkan warna baru dengan mengkolaborasikan benjang helaran dengan lengser ataupun kuda renggong. Tak hanya itu, jampana pun disulap menjadi berbagai bentuk. Bentuk yang paling sering dipertunjukkan yakni bentuk burung rajawali.
Kami berharap inovasi ini dapat mempertahankan eksistensi kesenian benjang.“Dengan tidak mengesampingkan esensi seni benjang, inovasi ini diharapkan dapat memberikan kesan baru dan menarik,” dan lebih di perkenalakan lagi pada lapisan masyarakat sehingga akan lebih mengenal lagi Seni yang ada di Indonesia sehingga akan mengairakan khasanah budaya lebih dicintai lagi oleh semua lapisan masyarakat Indonesia
*Guru SMA Kemala Bhayangkari Bandung