Menggagas Kurikulum Nusantara

 Menggagas Kurikulum Nusantara

Oleh: Isnawan Aslam

Indonesia dalam melakukan pergantian kurikulum jika dirata-ratakan terjadi di setiap 7,5 tahun sekali semenjak di proklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945. Sebuah durasi yang terlalu pendek untuk pergantian sebuah kurikulum.  Akibat dari ‘hobi’ gonta-ganti kurikulum ini, dampaknya dunia pendidikan seperti berjalan tanpa peta jalan yang jelas serta mampu mengarahkan bangsa ini untuk menapaki masa depannya secara gamblang.  Pendidikan yang merupakan ruhnya peradaban dibiarkan berjalan dalam sebuah labirin yang rumit dan tak berujung.

Pergantian kurikulum yang terlalu cepat dapat melahirkan berbagai dampak negatif, baik bagi peserta didik, guru, maupun sistem pendidikan secara keseluruhan.

 

Dampak bagi ekosistem pendidikan

Peserta didik yang mulai terbiasa dengan  kurikulum yang dijalani, dipaksa agar menyesuaikan diri dengan kurikulum yang baru. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan dan kesulitan belajar bagi peserta didik. Pergantian kurikulum yang terlalu cepat dapat mengganggu proses pembelajaran dan berdampak pada penurunan prestasi peserta didik.

Secara psikologis, seringnya pergantian kurikulum mengajarkan kepada anak sikap inkonsistensi dalam manajemen sebuah sistem atau organisasi. Efeknya di masa depan nanti, tatkala siswa sudah dewasa dan memimpin sebuah organisasi akan memiliki pola pikir ‘bodo amat’ dengan dampak sebuah kebijakan.

Guru harus mempelajari kurikulum baru dan menyesuaikannya dengan metode pembelajaran yang mereka gunakan. Hal ini dapat menimbulkan beban kerja yang lebih berat bagi guru.  Guru mungkin belum siap untuk mengajar dengan kurikulum baru, sehingga dapat berpengaruh pada kualitas pembelajaran.

Penilaian hasil belajar peserta didik harus disesuaikan dengan kurikulum baru. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi guru dalam menilai hasil belajar peserta didik.

Pergantian kurikulum yang terlalu cepat dapat menimbulkan ketidakefisienan dalam sistem pendidikan. Hal ini karena harus dilakukan penyesuaian kurikulum, buku pelajaran, dan sarana prasarana pendidikan.  Pergantian kurikulum yang terlalu cepat dapat menimbulkan ketidakkonsistenan dalam sistem pendidikan.

Dampak lainnya adalah timbulnya ketidakpastian bagi peserta didik, guru, dan masyarakat karena mereka tidak tahu kurikulum seperti apa yang akan diterapkan di masa depan.

Mengapa pemerintah sering gonta-ganti kurikulum?  Karena tidak percaya diri dengan kemampuan bangsa Indonesia. Tidak ada yang salah ketika menyusun kurikulum, belajar dari negara lain. Yang salah adalah manakala kurikulum negara lain tersebut dipakai sebagai rujukan utama dengan mengabaikan sumberdaya budaya bangsa Indonesia.

Padahal, karakteristik sosial budaya negara yang kurikulumnya ingin dijadikan model kurikulum nasional berbeda, sehingga kurang kompetibel dengan karakterisitik sosial budaya bangsa Indonesia.  Ibarat biasa makan kue pancong atau bakpia dikasih hamburger, bisa mules perutnya

 

Tetap Eksis

Bangsa Indonesia telah membuktikan sebagai bangsa yang tangguh, sulit ditaklukkan dan mempunyai daya adaptasi yang mengagumkan. Meski pernah dijajah lebih dari 350 tahun, bangsa Indonesia tetap eksis. Salah satu faktor yang membuat bangsa Indonesia seperti itu adalah ketahanan budaya.

Bangsa Indonesia memiliki budaya yang kuat dan mengakar. Budaya ini menjadi penopang bagi identitas bangsa Indonesia dan menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi penjajahan.  Budaya bangsa Indonesia sebagai perwujudan dari sebuah peradaban, telah berkembang ratusan tahun sebelum penjajah datang ke Indonesia.

Sriwijaya disebut sebagai pusat pendidikan agama Budha besar di Asia, yang menjadi tempat para biksu dari berbagai wilayah menimba dan berbagi ilmu agama Budha.

Model pendidikan pesantren hanya ada di Indonesia. Bahkan di Arab Saudi tempat Islam ini lahir juga tidak ada. Beberapa tahun lalu, Pakistan baru melakukan semacam studi banding ke Indonesia mencari kemungkinan sistem pendidikan pondok pesantren ini dapat dilaksanakan di sana.

Para maestro pendidikan Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan dan Kyai Hasyim Asyari mempunyai filosofi, konsep dan model pendidikan yang ‘Indonesia Sekali’.  Mereka paham betul dengan karakter bangsa Indonesia sehingga mengembangkan sistem pendidikan yang cocok buat bangsa Indonesia.

 

Kurikulum Nusantara

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dengan memahami sejarah, filosofi dan kekayaan budaya bangsa Indonesia, serta best practice pendidikan di berbagai negara tentunya kita dapat meramu sebuah kurikulum yang sangat kompatibel dengan karakter bangsa Indonesia dengan tetap adaptif terhadap tuntutan perkembangan jaman.

Kurikulum Nusantara adalah kurikulum yang disusun dengan meramu konsep pendidikan yang dilahirkan dan dikembangkan oleh para tokoh-tokoh pendidikan nasional dan diperkuat dengan hasil-hasil penelitian di bidang ilmu kependidikan.

Sebagai bangsa yang memiliki peradaban kelas dunia, kita yakin bangsa Indonesia mampu menyusun Kurikulum Nusantara yang cocok dengan karakter bangsa Indonesia. Yang diperlukan hanyalah kepercayaan diri untuk menggunakan kekuatan banga Indonesia sendiri, tidaks silau dengan produk asing.

 

*Pemerhati Pendidikan

Spread the love

Isnawan Aslam

Related post

3 Comments

  • kurikulum nasional harus berbasis keragaman dan bukan keseragaman, good artikel pak Isnawan!

  • Artikel yang menarik untuk dibaca

  • Isi artikel sangat bermanfaat dan menginspirasi

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *