Profesi rentan mendapat kekerasan, ada apa dengan guru? 

 Profesi rentan mendapat kekerasan, ada apa dengan guru? 

Oleh: Hery Setyawan, M.Pd.

 

Masih segar dalam ingatan kita beberapa kejadian yang viral berkaitan dengan pendidikan terutama bicara tentang guru dan siswa. Peristiwa dibacoknya seorang guru oleh siswanya sehingga harus masuk rumah sakit tentunya menyayat hati kita semua. Peristiwa itu terjadi disebabkan siswa tersebut mendapatkan nilai jelek. Selain peristiwa itu ada juga kejadian seorang guru diketapel oleh orang tua siswa, pun terjadi karena hal yang terkadang sepele, di mana jika saja kejernihan pikiran yang dikedepankan tentu akan bisa diselesaikan dengan cara duduk dan berkomunikasi, bahkan mungkin bisa sambil ngopi-ngopi. Berkaca dengan dua kejadian tersebut menggelayut dalam pikiran sebuah tanya, “apa yang salah dengan profesi guru hingga keberadaannya kini tidak lagi dihargai bahkan bisa menjadi ancaman bagi pihak lain sehingga harus diselesaikan dengan jalan kekerasan.”

Guru memang profesi yang tidak pernah habis untuk dibicarakan dan menjadi sorotan.  Kegiatan guru baik itu yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran maupun aktivitas yang dilakukan diluar kelas senantiasa menjadi bagian menarik untuk terus ditelisik. Efeknya masyarakat bisa untuk terus memantau bagaimana perkembangan pendidikan terutama tentang guru dan aktifitasnya bahkan terkait aktifitas ekonomi sehari-harinya.  Hal itu terjadi karena pemerintah mulai memperhatikan kesejahteraan guru salah satunya dengan program tunjangan sertifikasi guru yang konon akan mampu menjadi penopang perekonomian guru. Untuk itu guru seolah  dituntut senantiasa  profesional dan  tidak boleh ada celah  kesalahan dalam proses mendidik siswanya.

Sebetulnya dalam dunia pendidikan setidaknya ada tiga bagian penting yang harus bersatu padu guna dan bersinergi mengantarkan pendidikan ke tempat yang tinggi. Yakni, guru, orang tua dan lingkungan masyarakat. Pada implementasinya orang tua yang seharusnya bermitra dengan guru dalam proses pembinaan terhadap anaknya kini berubah menjadi bak musuh.

Tidak hanya itu,  tak sedikit masyarakat turut andil mengkritisi tanpa menghadirkan solusi.  Kewajiban pendidikan hanya dibebankan pada institusi sekolah saja di mana guru ada di dalamnya sedangkan orang tua dan Masyarakat hanya sebagai penikmat hasil pendidikanya saja, tanpa mau untuk bersama menghadirkan pendidikan yang menjadi harapan semuanya.

Saat ini, timbul sebuah pemikiran apapun yang dilakukan guru terhadap muridnya selalu salah dan tak jarang jalan  kekerasan menjadi salah satu yang ditempuh dalam menyelesaikan setiap masalah yang timbul. Guru seolah tidak bisa berbuat banyak dalam pembinaan yang dilakukan terhadap siswanya.

Merujuk pada  UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen bahwa guru yang jelas bukan hanya sebagai pengajar saja tetapi melekat padanya tugas yang juga  banyak diantaranya mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan terakhir tentunya mengevaluasi siswa pada pendidikan. Itu artinya peran guru sebenarnya bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja tetapi ada proses mendidik didalamnya.

Melihat pada peristiwa yang tertulis di paragraph awal terutama saat guru melakukan pembinaan seringkali dipandang berbeda oleh orang tua atau masyarakat. Saya rasa semua pihak seharusnya bersikap lebih bijaksana ketika melihat guru dalam mendidik dan melakukan pembinaan kepada siswanya bukan disikapi secara berlebihan bahkan kekerasan menjadi jalan keluarnya. Komunikasi antara orang tua dan guru menjadi kata kunci dalam proses pembinaan yang dilakukan. Saling menguatkan antara keduanya sehingga setiap permasalahan yang muncul bisa dibicarakan dengan damai.  Hilangnya fungsi mendidik berdampak hilangnya siswa berkarakter dan berkepribadian yang baik karena tidak ada lagi guru yang selalu mengingatkan siswa ketika melakukan tindakan kurang baik.

Mari kita merenungkan kembali bahwa proses pendidikan ini merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua dan guru harus berjalan bersama bukan justru menjadi musuh sehingga proses pendidikan berjalan dengan penuh dendam dan amarah. Guru harus bisa mengubah pola mengajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan fisik tetapi lebih mengedepankan pendekatan yang humanis sehingga pembelajaran yang dilakukan menyenangkan dan bermakna.

Peran orangtua dalam proses pendidikan anak sangatlah penting, hal itu dapat dilakukan dengan memberikan  perhatian dan support sehingga membuat anak lebih semangat. Orang tua juga harus bisa melihat dengan pikiran yang jernih dan menyeluruh tidak menelan mentah-mentah laporan dari anaknya sehingga diharapkan mampu bersikap secara bijaksana. Dan yang terpenting perlunya kolaborasi dan komunikasi kepada pihak sekolah dalam proses pembinaan yang dilakukan terhadap anaknya.

Sosok guru memiliki peran sangat penting dalam proses pembelajaran bagi siswa sehingga dapat menciptakan generasi penerus yang berkualitas, baik secara intelektual maupun akhlaknya sehingga nanti nya siswa dapat meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Tugas dan tanggung jawab guru sangatlah besar. Tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran saja. Jika peran guru hanya sebatas dalam hal ini saja, hal ini akan berdampak peran mendidik guru akan punah dan digantikan oleh teknologi atau buku-buku pelajaran.

Dan terakhir penulis ingat ungkapan dari Ki Hajar Dewantara bahwa menjadi guru jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja tetapi harus juga mendidik sehingga siswa akan dapat mencari pengetahuan sendiri dan menggunakannya untuk hal yang baik. Karena pengetahuan yang baik itu yang manfaat untuk kepentingan masyarakat. Jadi jelaslah bahwa proses mengajar dan mendidik yang dilakukan guru harus berjalan secara bersamaan.

Penulis PW Satuguru.id Provinsi DKI Jakarta, seorang guru di SMP Negeri 42 Jakarta dan CGP Angkatan 8 Provinsi DKI Jakarta

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

1 Comment

  • Semoga guru diberikan kekuatan dalam mengajar dan mendidik siswa

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *