SIAPAKAH AKU?
“Aku” adalah sesuatu yang tubuh mati tak memilikinya lagi—sesuatu yang membuat tubuh fisik ini bisa bergerak, otak ini bisa berpikir, hati ini bisa merasa, dan menginginkan sesuatu. Setiap manusia menyebut dirinya sendiri dengan sebutan “aku”. Lalu, “aku” yang disebutkan itu sebenarnya siapa? Apakah seluruh bagian tubuh manusia itu disebut “aku”, ataukah ada bagian tertentu saja yang sebenarnya disebut sebagai pemiliknya, yaitu “aku” itu? Tangan yang ada pada dirinya disebut tanganku, mulutnya disebut mulutku, kakinya disebut kakiku, kepalanya disebut kepalaku, jantungnya disebut jantungku, hatinya disebut hatiku. Lalu, “aku” yang sebenarnya itu siapa, dan terletak di mana?
Mungkin sudah saatnya kita tafakuri dan renungkan siapakah “aku”? Karena kita sadari tentang siapa sebenarnya yang disebut “aku” itu. Mengenali “aku” sebagai sang pemilik dan oleh karena itu menjadi pusat kekuatan penggerak manusia, kiranya adalah sangat penting. Sementara ini orang beranggapan bahwa otaklah yang menjadi pusat penggerak tubuh manusia. Selanjutnya, oleh karena dipandang sebagai kekuatan penggerak, maka otaklah yang dijadikan sasaran untuk dikembangkan secara maksimal. Orang yang cerdas dan pintar disebut otaknya kuat.
Sebenarnya “aku” ini adalah hanya sebuah nama yang ada pada organ tubuh yang terdiri dari partikel-partikel bersatu menjadi seorang “aku”. Ini tidak terlepas dari peranan sperma yang berkolaborasi dengan sel telur (ovum) di mana peran ini mungkin dipengaruhi dengan adanya gen (yang merupakan salah satu penurun sifat dari kedua induk).
Otak adalah organ kompleks yang mengontrol pikiran, ingatan, emosi, sentuhan, keterampilan motorik, penglihatan, pernapasan, suhu, rasa lapar, dan setiap proses yang mengatur tubuh kita. Sehingga otak dijadikan sumber kekuatan, itu sebenarnya bukan otak, tetapi adalah bagian tubuh lain, yaitu ruh yang ada di dalam hati, yang kemudian disebut “aku”. Maka seharusnya yang diperkuat terlebih dahulu bukan otaknya, tetapi ruh yang berada di dalam hati itu. Ruh itu harus diperkuat, sehingga tidak akan diombang-ambingkan oleh kekuatan apapun. Manakala ruh yang dimaksudkan itu kuat, maka akan mampu menerima informasi yang berasal dari berbagai anggota badan lainnya, seperti telinga, mata, mulut, termasuk juga dari hasil informasi yang telah diolah atau dianalisis oleh piranti yang disebut otak itu.
Ruh itulah yang ditiupkan oleh Tuhan pada saat seseorang masih berusia 4 bulan dan 10 hari di kandungan ibunya. Oleh karena ruh itu adalah nur atau cahaya, maka ia selalu berpihak pada kebenaran, bersih dan suci. Ruh itu menyukai kebenaran, kejujuran, keadilan, dan sifat-sifat mulia lainnya. Semua orang, tanpa terkecuali, memiliki ruh itu. Namun apa yang disebut dengan “aku” yang ada pada setiap diri manusia itu ternyata juga ada yang mengganggu dan bahkan menyesatkan. Ruh yang bersih dan suci itu berada di tubuh manusia yang diciptakan dari berbagai unsur dan lengkap dengan perilaku unsur-unsur itu sendiri. Badan manusia terdiri atas unsur tanah, api, angin, dan air. Semua sifat masing-masing unsur pada diri manusia itu berkembang sebagaimana adanya. Misalnya, tanah yang dikenal memiliki sifat tidak pernah puas, maka manusia pun juga tidak pernah puas tatkala diberi apapun.
Agar “aku” itu menjadi kuat, maka manusia dilengkapi dengan petunjuk berupa Al-Qur’an dan tauladan kehidupan utusan atau Rasul-Nya. Manakala mereka berpegang teguh pada ajaran yang dimaksudkan itu, maka “aku” yang ada pada diri seseorang akan menjadi kuat dan kokoh. “Aku” itu tidak akan menjadi rusak oleh karena, misalnya, pada dirinya tidak dimasuki atau mengonsumsi barang haram, tidak mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dikatakan, tidak mendengarkan, tidak melihat, dan tidak memikirkan apa saja yang merusak. Akhirnya, apa yang disebut “aku” menjadi kuat, cerdas, dan benar, atau selalu menjadi cahaya yang terang hingga bisa menggerakkan dan mengarahkan seluruh bagian tubuh, termasuk otak yang ada padanya.
Nama: M. Asep Juanda S.Pd
Sekolah: SMA Negeri 20 Bandung
4 Comments
Mantap kang lanjutkan baru tahu sekarang bahwa aku sebenarnya adalah ruh
MashaAllah. inti dari isinya mengingatkan bahwa ingin kuat kita harus berpedoman pada Tali Allah yaitu Al-qur’an dan Sunnah.
“Aku” sebetulnya adalah ruh, yang mana ruh ku bagaimana aku membawanya, pada kesesatan kah atau kepada kebaikan kah. Hebat sekali pak, terimakasih karna dari tulisan ini bisa membawa pesan untuk banyak orang, ruh menggerakkan jiwa, jika ruh nya tersesat akan membawa jiwa yang tersesat, jika ruh nya berpegang teguh pada perintah Allah,al-qur’an dan as- sunnah, insyaallah Allah akan membawanya pada jalan kebaikan.
keren pa berkesinambungan dengan realita hidup dan agama