Waspadailah! inilah Penyakit Pemimpin yang sering terjadi

Oleh: Syamril
Setiap pemimpin memikul amanah yang besar, bukan hanya di mata manusia, tetapi juga di hadapan Allah. Namun dalam perjalanannya, banyak pemimpin yang tersandung oleh berbagai penyakit hati yang menggerogoti integritas dan ketulusan mereka dalam memimpin.
Ustaz Khairuddin, mengutip dari Jamil Azzaini, menyebutkan bahwa ada lima penyakit utama yang sering menjangkiti para pemimpin. Kelima penyakit ini bisa diringkas dalam akronim SSD – CM, yaitu: Sombong, Serakah, Dengki, Cari Alasan, dan Menyalahkan Orang Lain. Mari kita bahas satu per satu.
1. Sombong
Sombong adalah penyakit pertama dan paling mudah menginfeksi pemimpin. Ciri utamanya adalah merendahkan orang lain dan menolak kebenaran. Pemimpin sering kali dipilih karena kelebihannya — lebih cerdas, lebih populer, atau lebih dermawan. Namun kelebihan itu bisa menumbuhkan rasa ‘ujub, lalu berkembang menjadi kesombongan.
Seorang pemimpin yang sombong merasa dirinya paling benar dan tidak mau menerima masukan. Ia alergi terhadap kritik, enggan dinasihati, dan selalu ingin menasihati orang lain meskipun dirinya yang salah. Akibatnya, ia menjadi pemimpin yang menolak kebenaran, bahkan dari orang-orang yang tulus ingin memperbaikinya.
2. Serakah
Serakah ditandai dengan keinginan yang melebihi kebutuhan, bahkan dengan cara-cara yang tidak halal. Pemimpin yang serakah tidak pernah merasa cukup karena dikendalikan hawa nafsu.
Lihatlah para koruptor. Mereka bukan orang miskin. Meski sudah bergaji besar, mereka tetap mencuri uang rakyat. Ada pejabat yang tertangkap karena korupsi hingga triliunan rupiah. Padahal, dengan gaji satu miliar per bulan pun, uang itu baru habis setelah lebih dari 80 tahun.
Mahatma Gandhi pernah berkata, “Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, tetapi tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keserakahan satu orang.”
3. Dengki
Dengki atau iri hati muncul ketika seseorang tidak rela melihat orang lain berhasil atau bahagia. Pemimpin yang dengki tidak ingin ada orang lain yang lebih unggul darinya — lebih pintar, lebih disukai, lebih berpengaruh.
Karena takut disaingi, ia bisa melakukan tindakan negatif untuk menjatuhkan lawan: menyebar fitnah, membangun opini buruk, bahkan melakukan kriminalisasi. Dalam dunia politik, hal ini kerap terjadi, apalagi menjelang pemilu. Dengki menjadikan pemimpin tidak adil dan menciptakan iklim kerja yang penuh kecurigaan.
4. Cari Alasan
Pemimpin yang terjangkit penyakit ini tidak mau mengakui kegagalannya. Ia akan menyalahkan situasi atau keadaan, bukan dirinya. Meski terkadang alasannya masuk akal, sering kali itu hanyalah upaya untuk menghindar dari tanggung jawab.
Padahal, keberanian untuk mengakui kesalahan adalah bagian dari integritas seorang pemimpin. Menyalahkan keadaan hanya akan membuat masalah berlarut-larut dan memperlemah kepercayaan.
5. Menyalahkan Orang Lain
Ini adalah kelanjutan dari kebiasaan mencari alasan. Pemimpin jenis ini tidak pernah melihat ke dalam diri. Ia lebih suka menunjuk orang lain — anak buah, tim kerja, bahkan pihak luar — sebagai penyebab kegagalan.
Alih-alih mengevaluasi dan memperbaiki diri, ia menciptakan suasana kerja yang saling menyalahkan. Akhirnya, masalah tidak terselesaikan dan malah menimbulkan konflik berkepanjangan.
Kelima penyakit ini sangat berbahaya dan harus dihindari oleh siapa pun yang memegang amanah kepemimpinan. Caranya adalah dengan menyadari bahwa kepemimpinan adalah amanah dan ujian dari Allah.
Menjadi pemimpin bukan karena kehebatan diri sendiri. Maka, tidak ada gunanya sombong dan dengki. Tidak ada manfaatnya serakah, cari-cari alasan, dan menyalahkan orang lain. Semua akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga para pemimpin kita bersih dari penyakit-penyakit ini, dan mampu menjadi teladan dalam kejujuran, keadilan, dan kerendahan hati.***