PEMIMPIN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan kebutuhan primer manusia, apalagi sebagian besar masyarakat sudah menyadari pentingnya pendidikan dalam menata masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu setiap negara senantiasa berusaha memajukan bidang pendidikan, di samping bidang yang lain dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang kompetitif dan berkualitas serta berusaha mengejar kemajuan negara lain. Satu dari sekian banyak masalah di era global yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masalah di bidang pendidikan. Masalah yang belum teratasi pada saat ini terutama masalah yang berhubungan dengan kualitas hasil pendidikan (Suyanto, 2007).
Berbicara pendidikan tidak terlepas dari seorang pemimpin, mau dibawa ke arah mana pendidikan negeri yang kucintai ini? Tepat Desember 2023, merupakan bulan sakral bagi kita. Betapa tidak, dalam waktu dekat kita akan melihat bagaimana para calon presiden akan menyampaikan visi dan misinya. Kita akan bisa melihat secara jelas bagaima mereka memberikan skala prioritas bagi kemajuan Pendidikan.
Presiden sebagai nakoda yang syah sebagai pemimpin negeri. Tentunya menjadi harapan besar bagi dunia pendidikan, paling tidak terobosan apa yang bisa memberikan angin kesegaran bagi pendidik dan tenaga pendidikan.
Ada beberapa catatan yang bisa kita garis bawahi untuk kemajuan dunia pendidikan kita.
Pertama, menentukan area skala prioritas yang perlu diperbaiki. Apakah SDM, sekolah, sumber belajar, sarana prasarana atau hal lain yang selama ini menjadi kendala. Jika ini diurai dengan jelas program dan waktunya sedikit banyaknya bisa menjawab perubahan.
Kedua, pemetaan potensi dan fakta ketersediaan SDM. Pemetaan ini akan membantu pemerataan pendidikan di setiap daerah. Misalnya ketersediaan guru di daerah tertentu apakah sudah mencukupi atau belum. Demikian juga dengan latar belakang pendidikannya, apakah sudah sesuai dengan ijazah yang diperoleh saat dia mengajar?
Ketiga, tim kerja yang profesional. Tim ini menjadi sangat penting untuk menentukan arah dan capaian yang diinginkan. Bukankah akan menjadi amburadul manakala menempatkan orang tidak sesuai dengan keahliannya? Tidak jarang karena kedekatan, balas budi, atau cara lain yang tidak terpuji “ujug-ujug” memegang jabatan. Padahal jelas-jelas kridibilitasnya perlu diperanyakan.
Keempat, infastruktur. Mau tidak mau infastruktur harus diperbaiki, tidak ada lagi alasan jalan rusak, jelek atau transportasi belum sampai, juga infastrutur lainnya. Dengan bekerja sama berbagai pihak akan lebih mudah direalisasikan, misalnya bagaimana pemanfaatan dana desa yang selama ini kucuran dananya melimpah.
Berikutya yang tidak kalah penting untuk mengimbangi revolusi industri 4.0 adalah bank data. Seluruh komponen di atas tidaklah berarti apa-apa, jika tidak diikat dalam satu file. Bisa jadi SDM yang berkualitas akan mudah lepas begitu saja, karena kita tidak tertib dalam pendataan. Bank data ini mengefektifkan kinerja kita, baik waktu maupun biaya. Saat kita perlu data cukup membuka file, tidak harus berulang-ulang guru atau pelaku pendidikan harus mengumpulkan dokumen yang diperlukan.
Selanjutnya tidak mengumbar janji, jika nantinya tidak teralisasikan. Sebab tidak jarang, SDM berprestasi diiming-iming hadiah ternyata sampai berakhir kepemimpinan tidak dilaksanakan. Hal ini bisa melemahkan pelaku pendidikan.
Masih ingat apa menurut Mas Nadiem, “Merdeka Belajar” dibutuhkan di era saat ini, anak-anak tidak lagi harus mengikuti kurikulum yang tersedia, namun bisa menggunakan metode belajar yang paling cocok digunakan. “Cocoknya kata merdeka, dengan merdekanya pemikiran anak-anak kita, biar mereka tidak bisa dijajah baik sosmed maupun orang lain,” ujar Mendikbudristek Nadiem.
Kemudian, kemerdekaan itu juga berlaku untuk guru di dalam kelas, agar dapat menentukan sendiri apa cara mengajar yang terbaik untuk anak didiknya. Selain itu, guru juga dapat secara merdeka untuk memilih elemen-elemen dari kurikulum yang terbaik.
Lebih lanjut, kemerdekaan juga berlaku untuk kepala sekolah, hal ini agar secara mandiri dapat menentukan apa yang terbaik dalam hal menggunakan anggaran. “Kemerdekaan dari mahasiswa untuk bisa menentukan pendidikan, yang terpenting bukan di dalam kampus tetapi di dalam industri, di dalam mengerjakan proyek wirausaha, dalam mengajar di desa, dan membangun proyek di desa dalam penelitian,” ujar Nadiem. “Nah itu makanya mengapa saya menggunakan “Merdeka Belajar”‘ karena tidak ada filsafat yang lebih baik menurut kita untuk menjelaskan perubahan apa yang kita inginkan,” tutur dia.
Tentu Kurikulum Merdeka yang digadang-gadang ini dengan segera akan dievaluasi, baik ditambah, dikurangi atau memang ada perubahan total, yang jelas harapan kita dengan pemimpin baru, dunia Pendidikan menjadi skala prioritas. Bukankah begitu? Mari kita pilih pemimpin yang peduli pendidikan (drjd).*
2 Comments
Semoga terpilih pemimpin yang peduli akan kemajuan pendidikan.
Luar biasa keren