Dahsyatnya Bahasa Indonesia

 Dahsyatnya Bahasa Indonesia

Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda—sebuah tonggak sejarah yang melahirkan semangat persatuan dan kebangsaan. Di antara tiga ikrar bersejarah yang diucapkan para pemuda tahun 1928, satu janji yang paling menggema hingga kini adalah “Kami menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.” Janji itu bukan sekadar untaian kata, melainkan sebuah tekad yang mengubah arah perjalanan bangsa. Dalam negeri dengan 280 juta penduduk, lebih dari 17 ribu pulau, dan sekitar 700 bahasa daerah, para pemuda kala itu dengan penuh kesadaran memilih satu bahasa yang bisa mempersatukan semua: Bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, melainkan jembatan yang menghubungkan perbedaan. Ia menjadi perekat yang menyatukan dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Melalui bahasa ini, seorang pelajar di Aceh dapat bercakap dengan temannya di Papua, seorang dosen di Yogyakarta dapat berdiskusi dengan mahasiswa dari Kalimantan, dan seorang pemimpin bangsa dapat menyampaikan pesan kepada seluruh rakyat tanpa batas wilayah dan budaya. Bahasa Indonesia tumbuh dari akar bahasa Melayu yang sederhana, namun ia menjelma menjadi kekuatan besar yang mempersatukan bangsa yang begitu majemuk.

Tidak banyak negara di dunia yang memiliki anugerah seperti Indonesia. Banyak bangsa masih berjuang mencari bahasa yang bisa menyatukan rakyatnya. Di India, misalnya, terdapat ratusan bahasa daerah dan pemerintah harus menggunakan dua bahasa resmi—Hindi dan Inggris—agar komunikasi lintas wilayah tetap terjalin. Namun, perbedaan bahasa sering kali masih menimbulkan jarak sosial. Di beberapa negara Afrika, bahasa nasional yang digunakan justru merupakan warisan dari masa penjajahan, karena mereka kesulitan menentukan satu bahasa lokal yang dapat diterima semua pihak. Dalam konteks ini, pilihan para pendiri bangsa Indonesia terlihat begitu bijak dan visioner. Mereka tidak memilih bahasa daerah tertentu, juga tidak bergantung pada bahasa asing. Mereka memilih bahasa sendiri—Bahasa Indonesia—bahasa yang sederhana, inklusif, dan bisa diterima oleh seluruh rakyat tanpa menyinggung suku mana pun.

Kini, Bahasa Indonesia tidak hanya menjadi bahasa nasional, tetapi juga mulai dikenal di tingkat dunia. UNESCO telah mengakui Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa global yang diajarkan di lebih dari lima puluh negara. Fakta ini menunjukkan bahwa bahasa kita bukan sekadar alat komunikasi dalam negeri, tetapi juga jendela yang memperkenalkan kebudayaan, pemikiran, dan jati diri bangsa Indonesia kepada dunia. Melalui Bahasa Indonesia, dunia mengenal siapa kita—bangsa yang majemuk namun tetap satu, bangsa yang beragam namun mampu bersuara dengan satu bahasa.

Generasi muda hari ini mewarisi bahasa yang luar biasa. Jika para pemuda tahun 1928 berjuang agar bahasa ini lahir dan diakui, maka tugas generasi muda masa kini adalah memastikan bahasa ini tetap hidup, kuat, dan bermartabat di era digital. Bahasa Indonesia harus terus digunakan dengan bangga, baik di ruang akademik maupun media sosial, di karya ilmiah maupun karya kreatif. Menguasai bahasa asing memang penting untuk membuka wawasan dunia, tetapi mencintai bahasa sendiri adalah cara terbaik menjaga jati diri bangsa.

Sumpah Pemuda telah membuktikan bahwa bahasa bukan sekadar alat untuk berbicara, melainkan jiwa yang menghidupkan bangsa. Bahasa Indonesia telah mempersatukan suku-suku yang berbeda menjadi satu bangsa besar, menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Selama generasi mudanya mencintai dan menjaga bahasa ini, Indonesia akan selalu utuh, kuat, dan berdaulat.

Bangga berbahasa Indonesia, karena dengan bahasa, kita satu. Dengan bahasa, kita maju. (isn)

Spread the love

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *