Ke Rong Telu belajar ? (Kemulan ?) Perspektif Pendidikan Asli Nusantara

 Ke Rong Telu belajar ? (Kemulan ?)  Perspektif Pendidikan Asli Nusantara

Oleh : I Made Rasta

Semangat Pagi Saudaraku. Pernah mendengar istilah rong telu atau sanggah kemulan ? Kali ini aku berbagi cerita konsepsi belajar di  rong telu, dalam perspektif pendidikan asli nusantara. Aku mulai dari kehidupan kemasyarakatan Bali yang menempatkan  rong telu sebagai parahyangan (tempat para Hyang atau tempat suci leluhur keluarga). Tempat suci ini menjadi wajib bagi masyarakat yang sudah menjalani kehidupan pada fase berumah tangga (grhasta). Rong Telu disebut sebagai sanggah kemulan. Kata sanggah diartikan sebagai sanggar yang dipadankan dengan makna tempat pemujaan. Sanggah juga diartikan seangga yang bermakna satu kesatuan dari diri kita.  Sementara kata kemulan diartikan sebagai asal kita (kawitan). Dengan demikian secara arti kata, Sanggah Kemulan merupakan satu tempat suci sebagai tempat pemujaan asal muasal kita (dalam konteks keyakinan nusantara, asal kelahiran kita adalah leluhur atau orang tua). Dengan demikian, sanggah kemulan didedikasikan sebagai tempat pemujaan leluhur.  Leluhur juga disebut sebagai guru utama. Oleh karena itu  sanggah kemulan juga didedikasikan sebagai tempat suci yang secara ritual digunakan sebagai tempat pemujaan leluhur dalam peran sebagai bhatara guru .

Konsep kemulan di bawa ke Bali, oleh seorang Maha Guru Agung bernama Mpu Kuturan.  Mpu Kuturan berasal dari kerajaan Medang Kamulan (Mataran Kuno Era dinasti Sanjaya) datang ke Bali di abad ke 10 untuk mengajarkan berbagai pengetahuan. Satu diantara sekian banyak konsepsi Mpu Kuturan adalah konsepsi kemulan sebagai singghasana bhatara guru dalam manifestasi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur.  Oleh karena itu, kami katakan bahwa konsepsi rong telu atau kemulan adalah warisan budaya leluhur nusantara.

Dalam konteks pendidikan, secara leksikal makna kata, “sanggah kemulan”, dapat dimaknai tidak semata-mata sebagai kiblat pemujaan leluhur, akan tetapi sebagai “pesan penting” leluhur dalam konteks pendidikan pewarisnya. Dari kata sanggah yang dipadankan dengan kata sanggar juga berarti tempat terlaksana pembelajaran. Di sanggar seorang murid ditempa  berbagai ilmu pengetahuan untuk bekal hidup mereka. Oleh tetua Bali di pesankan , “saking tuhu manah guru, mituturin cening jani, kaweruhin luwir sanjata, ne dadi prabotang sai, keanggen ngeruruh merta, saenun cening maurip”.  Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan, bahwa, “Berawal dari ketulus ikhlasan seorang guru, memberi pesan kepadamu, pengetahuan akan berbagai senjata, yang dapat digunakan sebagai alat, dipakai mencari rejeki, semasih kamu hidup”.  Dengan demikian, ilmu pengetahuan dianalogikakan layaknya senjata atau alat yang dapat digunakan untuk mengarungi kehidupan.

……

Kata kemulan, juga dapat dimaknai sebagai kalimat ajakan. Dalam bahasa Bali, “Kemu_lan ?” , merupakan gabungan dari dua kata, “kemu”, dan “lan”. Kata, “kemu”  dapat diterjemahkan ,” kesana”, dan kata, “lan”, diterjemahkan, “mari, ayoo, ajakan ke suatu tempat”. Dengan demikian kata kemulan dapat diterjemahkan sebagai kalimat ajakan, “Mari ke sana ?”.  Ajakan ke mana?

Jika disatukan dalam satu kalimat berbahasa Bali,” Kemulan ke sanggah rong telu linggih bhatara guru”. Dapat diterjemahkan , “Mari ke sana ke ruang ketiga tempat pembelajaran dimana guru berada”.  Kalimat ini dapat dimaknai sebagai suatu pesan dan ajakan dari leluhur untuk selalu datang dan belajar bersama guru di ruang ke tiga. Ada tiga ruang pembelajaran di sanggah kemulan. Jika kita berhadapan dengan sanggah kemulan, maka Ruang pertama, bertempat di bagian kiri, tempat berstana bhatara guru dalam manifestasi sebagai Brahma (Sang Pencipta). Di ruang ini  kita diajak berefleksi atas pertanyaan, “Dari mana saya berasal ?” Di ruang ke dua, tepat di tengah, berstana Bhatara Guru Dewa Siwa, tempat bertanya atas pertanyaan , “Akan ke mana saya setelah ini ?”. Kemudian di bagian ruang ke tiga, di bagian kanan kemulan di mana Bhatara Guru Dewa Wisnu sebagai pemelihara kehidupan disimbolisasi sebagai tempat belajar dan mencari jawab atas pertanyaan, “Apa yang akan saya lakukan di kehidupan ini ?” Dengan demikian, pesan  leluhur buat pewarisnya adalah, pelajari tiga hal, “Dari mana saya berasal, akan ke mana setelah ini, dan  apa yang akan dilakukan di tempat ini ?”

Konsepsi pembelajaran di ruang ke tiga, oleh Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan, Bapak Muhammad Nur Rizal, dituliskan ,”Ruang ke tiga adalah ruang interaksi yang setara untuk menemukan kesadaran diri dan potensi terbaik”. Ruang ketiga di pendidikan yaitu ruang dialog dan refleksi, dimana terjadi proses tanya jawab, berpikir dan memaknai. Ruang ketiga juga merupakan ruang relaksasi dan meditasi yaitu ruang untuk latihan memusatkan pikiran dalam ketenangan. Ruang ketiga juga dimaknai sebagai ruang imajinasi dan ekspresi, yaitu ruang untuk daya pikir berangan-angan dan mengekspresikan baik fisik maupun non fisik. Ruang ketiga merupakan ruang solidaritas dan persaudaaraan, dimana ruang untuk membangun kepercayaan, kasih sayang dan saling menghargai. Ruang ketiga sebagai ruang untuk berkarya dan  kebermaknaan memberi arti penting dalam kehidupan. Intinya, ruang ketiga hadir sebagai ruang terbangunnya kesetaraan kepercayaa, dan kejujuran untuk saling pengertian sehingga pembelajaran terjadi alami dan naluriah.

#Salam ruang ketiga pembelajaran

#Salam GerakanSekolahMenyenangkan

 

 

Spread the love

Made Rasta

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *