LITERASI & PESAN GUA HIRA

 LITERASI & PESAN GUA HIRA

Dinn Wahyudin

Momen Bersejarah di Gua Hira

Dalam keremangan malam, di sebuah gua kecil di Gunung Jabal Nur, pinggiran Kota Makkah, Nabi Muhammad SAW sering menyendiri untuk merenung (tahannuts). Ini terjadi pada periode awal sebelum masa kerasulan. Gua tersebut adalah Gua Hira, tempat yang dipilih Rasulullah untuk berdiam diri dan mencari ketenangan.

Hingga suatu malam, menjelang 17 Ramadan tahun 610 M, datanglah Malaikat Jibril membawa wahyu pertama dari Allah SWT. Dalam kesunyian gua yang sempit dan gelap, Nabi berada seorang diri. Sebagai manusia ummi—tidak mengenal huruf dan tidak bisa membaca—tiba-tiba beliau dikejutkan oleh suara perintah:

“Iqra!” (Bacalah!).

Itu adalah perintah lisan dari Malaikat Jibril. Peristiwa yang begitu dramatis di kegelapan malam membuat Nabi terkejut dan menggigil ketakutan. Jibril mengulangi perintah tersebut hingga empat kali, sementara Nabi terus menjawab:

“Ma ana biqari’.” (Saya tidak bisa membaca.)

Wahyu pertama yang diterima Rasulullah ini diabadikan dalam Al-Qur’an, Surah Al-‘Alaq:

“Iqra’ bismi rabbika allathee khalaq. Khalaqal insaana min ‘alaq. Iqra’ wa rabbuka al-akram. Allathee ‘allama bil qalam. ‘Allamal insaana maa lam ya‘lam.”

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena. Yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Mengapa Allah memilih seorang hamba yang ummi untuk menerima perintah membaca? Iqra bukan sekadar perintah, tetapi sebuah seruan ilahiah bagi seluruh umat manusia agar terus belajar dan mengembangkan peradaban di muka bumi.


Literasi Ilahiyah

Islam adalah agama yang sangat menekankan pentingnya literasi, yang diperkenalkan melalui istilah Iqra. Kata ini memiliki makna yang komprehensif dan mendalam. Sebagai perintah pertama Allah kepada Rasulullah SAW, Iqra menegaskan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.

Makna Iqra dalam Al-Qur’an tidak hanya tentang membaca teks, tetapi juga mencakup pemahaman, penelitian, dan penciptaan gagasan baru (create). Literasi ilahiyah adalah upaya manusia untuk memahami alam semesta sebagai ciptaan Allah dan menggunakannya untuk kemaslahatan umat. Seorang Muslim yang senantiasa ber-Iqra akan semakin dekat dengan Tuhannya, menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner), dan mampu menghasilkan karya-karya bermanfaat.


Pesan Gua Hira dalam Konteks Kekinian

Perintah Iqra yang diterima Rasulullah di Gua Hira mengandung pesan yang tetap relevan hingga kini. Ada beberapa alasan mengapa pesan ini perlu terus dijaga dan dijadikan pedoman:

  1. Pesan Universal
    Iqra adalah perintah untuk melek baca dan tulis. Umat Islam tidak hanya diminta membaca teks Al-Qur’an tetapi juga memahami fenomena alam sebagai tanda kebesaran Allah. Semangat “How to Learn” harus menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

  2. Relevan di Era Big Data dan IoT
    Di era Internet of Things (IoT) dan big data, perintah Iqra menjadi semakin penting. Informasi yang berlimpah saat ini bercampur antara yang bermanfaat dan yang menyesatkan. Oleh karena itu, umat Islam harus memiliki kecakapan literasi untuk memilah informasi yang benar dan menghindari hoaks yang dapat menyesatkan.

  3. Fondasi Peradaban Manusia
    Pesan Gua Hira menuntut adanya proses pembelajaran yang berkelanjutan (continuous learning). Sejarah membuktikan bahwa peradaban manusia berkembang seiring dengan meningkatnya tingkat literasi suatu masyarakat. Umat Islam harus terus belajar dan berkembang agar mampu membangun peradaban yang berlandaskan literasi ilahiyah.

Dengan demikian, pesan dari Gua Hira bukan sekadar sejarah, tetapi juga panggilan bagi setiap Muslim untuk terus membaca, memahami, dan menerapkan ilmu dalam kehidupan. Semangat Iqra harus menjadi fondasi dalam membangun peradaban Islam yang maju dan berdaya saing di era modern.

 

*PROF DR. DINN WAHYUDIN, ΜΑ (2024)

Prof. Dr. Dinn Wahyudin, MA adalah Guru Besar bidang Pengembangan Kurikulum, pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia. la memperoleh Master degree bidang Instructional Design and Technology, University of lowa, lowa City, USA (1986). Kemudian ia memperoleh gelar Doktor bidang Pengembangan Kurikulum pada Sekolah Pascasarjana UPI (2009). Pada tahun 2010 ia memperoleh kesempatan menjadi Educational Researcher di UNESCO – Paris, Perancis. Pada tahun 2018, ia menjadi Visiting Professor di Chungnam National University (CNU), Korea Selatan. Selain sebagai dosen, ia pernah menjadi Kepala Humas UPI, Kepala Perpustakaan UPI, dan Ketua Prodi Pendidikan Profesi Guru (PPG) SPs UPI, la juga banyak berkesempatan menjadi penyaji, dan nara sumber pada berbagai forum ilmiah bidang Pendidikan di tingkat Nasional dan Internasional. Beberapa buku yang ditulis a.l., Manajemen Kurikulum (2018), Politik Kurikulum (2020), Curriculum across Countries (2020), Ngopi ala UPI (2021), Pendidikan Profesi Guru Prajabatan Konsep, Teori dan Regulasi (2022). Riset terakhir, tim peneliti pada Virtual Community Digital Learning Nuantara (VCDLN) tahun 2021-2022.

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *