Menjadi Guru: “Tugas yang Tak Pernah Usai!”
Oleh: Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM
SMP Mitra Kasih Banjar
Dalam kehidupannya masing-masing, setiap orang tentu miliki “Moment of Truth”. Tak terkecuali penulis pun demikian adanya. Menjadi seorang guru sebenarnya tak pernah penulis cita-citakan sejak kecil. Jika disebut sebagai takdir, barangkali memang demikian adanya.
Jika Tuhan mengizinkan penulis menjadi seorang guru, maka dengan sendirinya penulis akan dimampukan oleh-Nya untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Tentu apa yang sudah penulis capai saat ini tidak serta merta ada begitu saja. Semua memerlukan proses dan perjuangan yang tidak mudah. Sungguh-sungguh tidak mudah dan memang tidak mudah!
Takdir Menjadi Pengajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pengajar” bermakna orang yang mengajar, entah dia itu adalah seorang guru, pelatih, dan sebagainya. Dan predikat itulah yang kini penulis sandang setiap harinya, menjadi seorang pengajar.
Untuk merintis panggilan sebagai seorang pengajar, penulis telah mengalami banyak hal. Dan pengalaman-pengalaman itu hingga hari ini masih terus berproses dan berkembang. Belajar atau berguru kepada mereka-mereka yang lebih senior tentu wajib hukumnya. Pun berbagi pengalaman baik dengan mereka-mereka yang seangkatan atau lebih yunior adalah sebuah kesempatan yang tak boleh terlewatkan.
Para pengajar yang sebelumnya pernah mencecap bangku kuliah pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP, dulu bernama IKIP) tentu akan memiliki bekal lebih banyak dibandingkan apa yang pernah penulis miliki. Di awal-awal menjalani profesi sebagai pengajar dengan predikat “yunior”, penulis terpacu untuk memahami hal-hal mendasar yang diperlukan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar (baca: KBM) di kelas.
Arungi Semesta Mengajar
Untuk dapat melaksanakan KBM yang baik, diperlukan proses yang tidak instan. Ibarat seseorang yang menabung, maka hasilnya baru akan terlihat atau dapat kita nikmati setelah waktu berjalan sekian lamanya.
Jangan pernah berharap atau bermimpi, ketika Anda baru mulai mengajar hari ini di kelas yang Anda ampu, Anda tiba-tiba menjadi pengajar yang sempurna!
Pada hari pertama Anda melaksanakan KBM di kelas, bersiap-siaplah untuk mengalami rasa bahagia, takut, kecewa, sedih, hingga bingung. Semua rasa itu mempunyai kemungkinan yang sama untuk muncul dan tenggelam begitu saja.
Bahkan ketika Anda sudah mempunyai jam terbang tinggi mengajar di kelas-kelas yang Anda ampu, pengalaman-pengalaman yang penulis sebutkan di atas masih mempunyai peluang untuk terjadi dan Anda alami lagi. Dan kabar baiknya adalah, di saat semua pengalaman itu terulang, keahlian Anda akan bertambah dengan sendirinya.
Selama kita tetap mempunyai semangat dan kemauan untuk terus-menerus belajar dan belajar, maka pengalaman yang kita peroleh dari waktu ke waktu akan kian bermakna.
Keharusan Menjadi Pembelajar
Ilmu pedagogik, Taksonomi Bloom, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan catatan anekdot siswa; adalah beberapa hal yang pada awalnya belum penulis pahami manakala kedua kaki ini mulai menjejakkan kaki di sebuah sekolah swasta tempat penulis mengabdikan diri untuk pertama kalinya di dunia pendidikan.
Barangkali kenyataan ini akan dianggap sebagai sesuatu yang lucu oleh mereka-mereka yang sudah mempelajarinya selama satu semester atau lebih di bangku kuliah. Beberapa tanggapan pasti akan muncul; diantaranya, “Yang bener aja nih, masak iya, Taksonomi Bloom belum paham?” atau pernyataan lain yang bunyinya demikian, “Kalau cuma membuat catatan anekdot siswa sih pekerjaan yang mudah!”
Jika pun penulis pernah mendapat tanggapan berupa pertanyaan atau pernyataan seperti di atas, namun penulis menilai bahwa semuanya itu wajar-wajar saja. Dalam situasi demikian, penulis tetap berusaha untuk tegar dan tekun mempelajari segala hal yang memang belum penulis pahami. Bahkan usaha penulis untuk mencapai pemahaman tertentu mendorong penulis untuk membeli buku-buku referensi yang memadai.
Semangat untuk menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat bagi penulis adalah sebuah keharusan. Tanpa adanya semangat untuk mau belajar dan terus belajar akan menjadikan kita semakin tertinggal di suatu bidang. Waktu akan terus berjalan, dan ada begitu banyak orang yang secara konsisten dan berkesinambungan mengejar pencapaian dan target-target mereka masing-masing.
Dan jika kita hanya puas menjadi penonton saja, maka bersiap-siaplah. Cepat atau lambat, kita akan semakin tertinggal dari rekan-rekan sejawat kita. Dan kabar buruknya adalah, lama-kelamaan, kita akan ditinggalkan!
Penjelajah Multiverse Dunia Pendidikan!
Belakangan istilah “multiverse” menjadi salah satu topik yang hangat dibahas di berbagai media. Dan istilah ini begitudilekati oleh konsep “dunia paralel” yang dalam realitasnya begitu sulit untuk dijelaskan.
Alih-alih hendak menjelaskannya secara gamblang, untuk menganggapnya ada pun hanyalah mimpi belaka. Dan kalau pun dalam definisi multiverse ini kemudian “dunia mimpi” atau “dunia bawah sadar” manusia masuk dalam ruang lingkup atau cakupannya, tentu akan menghasilkan banyak tafsir dan pandangan tentang keberadaannya.
Sebagai seorang pengajar sekaligus pembelajar, secara pribadi penulis berpendapat bahwa multiverse dalam dunia pendidikan adalah nyata adanya. Sebab sebagai seorang pengajar, kita dapat memainkan beberapa peran sekaligus dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Rasanya seperti berada di dunia multiverse yang sebenarnya, namun jika kisah ini saya bagikan kepada Anda dan para pembaca tulisan, tentu ada yang akan memberikan tanggapan pro maupun kontra!
Seorang guru dapat menjadi orang tua bagi anak-anaknya. Seorang guru dapat menjadi pengajar bagi siswa dan siswinya di sekolah. Dalam waktu bersamaan, seorang guru pun dapat menjadi pengajar bagi rekan-rekan sejawatnya. Dan tidak menutup kemungkinan, dalam waktu yang hampir bersamaan seorang guru menyandang status sebagai seorang murid dari guru lain yang menjadi mentornya. Dan hal tersebut hanya terjadi di dunia pendidikan; di mana seseorang menyandang status sebagai seorang guru. Dan menjadi guru adalah tugas yang tak pernah usai.
Dan apa yang penulis utarakan ini sungguh-sungguh menjadi pengalaman nyata yang pernah penulis alami selama kurang lebih 13 tahun menyandang status sebagai guru. Tentu di luar sana ada lebih banyak guru dengan pengalaman segudang yang lebih layak untuk dibanggakan.
Salam hormat penuh takzim bagi Bapak dan Ibu guru yang sudah puluhan tahun mengajar maupun pernah menjadi pengajar. Mohon dukungan dan doanya, agar penulis mampu dan dimampukan untuk mengikuti jejak dan teladan Anda sekalian yang tak pernah jemu menjelajahi semesta mengajar, pun sekaligus mengarungi multiverse sebagai seorang pembelajar. Salam merdeka belajar!
Banjarmasin, 5 Juni 2022