MESIN ARTIFICIAL INTELLIGENCE YANG HUMANISTIS

 MESIN ARTIFICIAL INTELLIGENCE YANG HUMANISTIS

*Isnawan Aslam

Tatkala kita mendengar kata kecerdasan artifisial (artificial inteligence- AI), kita mungkin akan membayangan aneka robot yang berseliweran dalam macam-macam film seperti Terminator atau Transformer. Para robot dikisahkan mampu berpikir cepat dan bertindak sigap dalam merespon berbagai kondisi di sekitar dia sebagai reaksi terhadap aksi yang dilakukan pihak lain terhadapnya.

Atau, lihatlah ruangan holodeck film Startrek. Di ruang holodeck itu, kita bisa menciptakan simulasi suasana apapun yang kita kehendaki, suasana sebuah hutan misalya. Dalam ruang holodek yang kita set menjadi hutan, kita akan merasa benar-benar berasa dalam sebuah hutan, lengkap dengan isinya. Kita bisa menyeberangi sebuah parit dengan bertumpu pada bebatuan. Ketika kita meninjak batu tersebut, kita merasakan goyangan batu, apabila batu tersebut tidak stabil kedudukannya.

Itulah contoh kecerdasan artifcial, mesin yang bisa ‘berpikir’, meski hanya dalam film.  Para pengembang AI berlomba-lomba mewujudkan khayalan tersebut. Dalam beberapa hal, mereka sudah mulai dapat mempersempit jarak khalayan dan kenyataan.

Pertanyaannya, apakah mesin ini akan menggantikan manusia? Apakah mesin akan menggusur manusia dari peradaban dunia sehingga akan terpinggirkan.

Apa yang harus kita lakukan? Bagaiamana kita menyikapi kemajuan AI yang sering tidak terbayangkan kehebatan ‘kecerdasannya’.  Apakah kita harus berkompetesi?

Prinsip dasar menyikapi AI adalah ‘saat mesin menjadi lebih pintar, kita akan lebih pintar’ atau ‘jadikanlah AI untuk membuat kita makin pintar’

Heboh ChatGPT atau Bard belum seberapa jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi mesin AI yang luar biasa pesatnya. ChatGPT atau Bard hanya pada ranah pengolahan informasi, bukan aktivitas motorik yaitu yang menggerakkan sebuah perangkat atau mesin dengan kemampuan presisi dan kecepatan yang jauh melebihi kemampuan manusia.

Contoh penggunaaan AI yang membuat kita lebih pintar adalah di bidang kedokteran. Ketika seorang dokter mencurigai kanker, mereka mengambil sampel dan mengirimkannya ke ahli patologi, dan dia akan melihatnya di bawah mikroskop. Ahli patologi melihat ratusan slide dan jutaan sel setiap hari. Maka untuk mendukung tugas tersebut, diciptakanlah mesin AI classifier. Mesin ini akan dapat mengklasifikasi apakah kanker atau bukan hanya dengan melihat gambar.  Pengklasifikasi itu cukup bagus, tetapi tidak sebaik orang yang sering melakukannya dengan benar.

Ketika kita menggabungkan kemampuan mesin dan manusia secara bersamaan, maka akurasinya mencapai 99,5 persen. Dengan menggunakan AI itu, akan menghilangkan 85 persen kesalahan yang akan dibuat oleh ahli patologi manusia jika bekerja sendiri.

Pertanyaannya bukan mana yang lebih akurat mengklasifiksi sebuah gejala itu kanker atau bukan.  Yang kita harus lakukan adalah menggabungkan kemampuan manusia dan mesin, terciptalah sinergi yang memiliki kinerja manusia super. Dan itu adalah AI humanistik.

Contoh lain di bidang rekayasa (engineering), yaitu di bidang desain. Kita ingin mendesain sebuah rangka drone. Kita `menggunakan software CAD dan jadilah sebuah desain berdasarkan parameter yang kita masukkan.  Dengan AI, akan dapat dihasilkan ribuan desain.

Tugas kita adalah memilih salah satu yang paling sesuai dengan tujuan desain, yang sebagai manusia lebih baik daripada AI, menggunakan pertimbangan dan keahlian manusia.

Kita berada di tengah-tengah kebangkitan kecerdasan buatan yang luar biasa pesatnya. Hanya dalam beberapa tahun terakhir, kita mempunyai solusi untuk masalah AI yang telah kita perjuangkan selama beberapa dekade: pemahaman ucapan, pemahaman teks, pemahaman gambar yang lebih cepat dan akurat.

Kita memiliki pilihan dalam cara kita menggunakan teknologi canggih ini. Kita dapat memilih untuk menggunakan AI untuk mengotomatisasi dan bersaing dengan kita, atau kita dapat menggunakan AI berkolaborasi dengan kita untuk mengatasi keterbatasan kognitif kita dan membantu kita melakukan apa yang ingin kita lakukan dengan lebih baik.

Setiap kali sebuah mesin menjadi lebih pintar, kita menjadi makin pintar. Itulah AI yang humanistis yaitu yang mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia.

Itulah AI yang layak diperjuangkan dan disebarkan.

 

Diadaptasi dari Tedtalk “How AI Can Enhance Our Memory, Work and Social Lives” by Tom Gruber

Spread the love

Related post

2 Comments

  • Wah perkembangan teknologi memang keren, tinggal kita yang mengendalikannya.

  • Huruf Paku dari tanah liat jutaan tahun yang lampau bisa di baca melalui
    artificial inteligence- AI.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *