Membaca Buku vs E-Book. Mana yang Lebih Efektif?

Suatu pagi di perpustakaan sekolah, Pak Ardi melihat dua muridnya sedang membaca. Yang satu memegang buku cetak tebal dengan banyak coretan stabilo, sedangkan yang lain sibuk menggeser layar tablet. Ia mendekat, penasaran. “Lagi baca apa, Dek?” tanyanya. Keduanya menjawab dengan semangat, tapi saat Pak Ardi melemparkan pertanyaan ringan tentang isi bacaan, hanya si pembaca buku cetak yang mampu menjawab dengan lancar dan runtut.
Fenomena ini bukan kebetulan.
Di era digital saat ini, e-book merajalela. Praktis, ringan, dan mudah diakses kapan saja—dari novel fiksi hingga buku pelajaran, semuanya tersedia dalam satu genggaman. Namun, di balik kenyamanan itu, muncul pertanyaan penting: Apakah membaca e-book sama efektifnya dengan membaca buku cetak dalam hal penyerapan informasi?
Penelitian demi penelitian memberi sinyal yang cukup konsisten: membaca buku cetak cenderung lebih efektif dalam pemahaman mendalam dan retensi jangka panjang. Salah satu alasannya adalah keterlibatan multisensorik. Saat kita membaca buku fisik, otak merekam tidak hanya isi teks, tapi juga konteks fisik: ketebalan buku, posisi halaman, bahkan bau kertas. Semua itu menciptakan peta kognitif yang membantu kita mengingat informasi lebih baik.
Sebaliknya, saat membaca e-book, otak bekerja dengan cara berbeda. Proses “scrolling” atau “swiping” menciptakan gangguan kognitif yang halus tapi signifikan. Mata mudah lelah karena cahaya layar, dan otak kurang menangkap “kerangka” lokasi informasi dalam teks. Bahkan beberapa studi menunjukkan bahwa pembaca e-book cenderung melewatkan detail penting dan lebih sulit menjawab pertanyaan yang membutuhkan inferensi atau pemahaman mendalam.
Namun bukan berarti e-book tanpa nilai. Untuk bacaan cepat, referensi ringan, atau mobilitas tinggi, e-book jelas unggul. Mereka memudahkan kita mengakses ratusan buku dalam satu perangkat, mencari kata kunci secara instan, dan menyesuaikan ukuran huruf sesuai kenyamanan.
Jadi, mana yang lebih baik? Jawabannya bukan hitam-putih. Jika tujuan kita adalah menyerap informasi kompleks, menghafal, atau memahami isi secara utuh, buku cetak masih menjadi pilihan unggulan. Tapi jika kita ingin membaca fleksibel, ringan, dan cepat berpindah sumber, e-book sangat membantu.
Pak Ardi akhirnya membuat kompromi cerdas. Ia membebaskan murid-muridnya memilih media baca, tapi memberi tugas pemahaman berbasis esai. Dari situ, ia bisa menilai mana yang betul-betul “membaca” dan mana yang hanya sekadar “melihat-lihat.”
Karena pada akhirnya, bukan hanya apa yang dibaca, tapi bagaimana cara membaca yang menentukan apakah ilmu itu benar-benar tertanam, atau hanya lewat seperti angin.
Dan kadang, kertas yang terasa di tangan—lebih menempel pula di pikiran.