Akar Mangrove Karangson, Pengakar Harapan dari Pesisir Utara Indramayu

 Akar Mangrove Karangson, Pengakar Harapan dari Pesisir Utara Indramayu

Oleh: Mohamad Asep Juanda (Asjun Thea), Guru SMA Negeri 20 Bandung

Indramayu – Di ujung utara Pulau Jawa, di antara ladang tambak dan sawah yang mendominasi lanskap pesisir, terdapat sebuah potensi yang selama ini nyaris luput dari perhatian: hutan mangrove Karangson. Kawasan ini bukan hanya menyimpan kekayaan hayati, tetapi juga peluang ekonomi, pendidikan, dan konservasi yang besar bagi masyarakat sekitar maupun dunia pendidikan di Indonesia.

Baru-baru ini, SMA Negeri 20 Bandung mengadakan kunjungan edukatif ke Karangson. Rombongan guru, kepala sekolah, hingga manajemen sekolah turut serta dalam kegiatan yang digagas oleh Koordinator Kelas (Korlas) ini. Tujuannya sederhana namun bermakna: menjadikan alam sebagai ruang belajar langsung bagi para pendidik. Karangson pun menyambut mereka dengan sejuknya naungan pohon bakau dan kesunyian yang mengandung harapan.

Mangrove Karangson sejatinya menyimpan fungsi vital sebagai pelindung alami dari abrasi, penyeimbang ekosistem laut-darat, serta habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna. Jenis-jenis seperti Rhizophora mucronata dan Avicennia marina tumbuh subur, menciptakan bentang hijau yang menyegarkan mata dan menyimpan peluang besar bagi masa depan.

Sayangnya, sejauh ini kawasan tersebut belum tersentuh pengelolaan yang serius. Belum ada kebijakan atau program berskala besar yang mengangkat Karangson sebagai aset strategis daerah. Padahal jika dikelola dengan pendekatan yang tepat, Karangson bisa menjadi sumber penghidupan baru yang berkelanjutan.

Potensinya sangat luas. Dari sisi wisata, kawasan ini dapat dikembangkan menjadi destinasi edukatif dan ekowisata. Pengunjung bisa berjalan di atas jembatan kayu yang membelah hutan mangrove, belajar mengenal berbagai jenis tanaman dan hewan, hingga turut serta dalam penanaman bibit mangrove. Sekolah-sekolah, komunitas lingkungan, hingga kampus bisa menjadi mitra strategis dalam pengembangan wisata ini.

Dari sisi ekonomi, tanaman mangrove memiliki nilai tambah. Buahnya bisa diolah menjadi sirup, dodol, atau bahkan produk kosmetik herbal. Daun dan kulit batang yang kaya tanin dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan industri kecil. Tak hanya itu, ekosistem ini juga menjadi tempat hidup bagi kepiting bakau, udang, dan ikan yang bisa dikembangkan melalui budidaya perikanan berbasis lingkungan.

Karangson juga sangat potensial untuk menjadi laboratorium hidup. Keanekaragaman hayati di dalamnya membuka peluang riset ekologi, perubahan iklim, dan konservasi. Kolaborasi antara pemerintah daerah, sekolah, dan perguruan tinggi akan memperkuat posisi Karangson sebagai ruang belajar terbuka yang penuh inspirasi.

Namun, potensi ini tidak akan terwujud tanpa keterlibatan bersama. Perlu adanya sinergi antara masyarakat, akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha untuk menjadikan Karangson sebagai kawasan unggulan. Edukasi kepada warga, pembentukan kelompok sadar wisata, serta dukungan regulasi daerah sangat diperlukan. Karangson butuh dukungan agar tidak terus menjadi kawasan yang hanya “indah dalam diam.”

Kini saatnya Karangson mendapatkan tempat yang layak dalam peta pembangunan pesisir Indramayu. Tidak hanya sebagai hutan bakau yang melindungi daratan, tapi juga sebagai simbol harapan dari akar yang tumbuh dalam senyap. Harapan akan masa depan yang lestari, sejahtera, dan penuh kemungkinan.**

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *