Memaknai Khairu an-Nas, Khairu al-Kalam, Khairu al-Ummah, dan Uswah Hasanah
Oleh: Dadan Saepudin
Dalam kehidupan ini, manusia diciptakan oleh Allah SWT tentu tidak asal diciptakan. Sesuatu memiliki tujuannya, termasuk diciptakannya “manusia”. Dalam (QS. 51:56) yang artinya “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”.
Ayat tersebut menjadi penguat bahwa manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dalam arti tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
Abul A’la Maududi (1984:109) menjelaskan makna QS. 51:56 di atas, ini berarti bahwa tujuan Allah menciptakan kedua jenis makhluk itu, adalah agar mereka hanya mengikuti perintah-perintah Allah saja dan tidak mendengarkan perintah siapapun yang bertentangan dengan perintah-Nya, dan menundukkan kepala dengan hormat dan penghargaan hanya kepada-Nya saja dan tidak kepada orang lain. Ketiga hal ini telah dirumuskan Allah dalam satu istilah yang komprehensif, yaitu ‘ibadat.
Di tengah perbincangan dengan seorang Kiai yang sederhana namun ucapannya yang berbobot dan menyentuh qolbu tersebut, memberikan motivasi sehingga tulisan ini merasa perlu untuk dituangkan. Pesan yang beliau sampaikan kepada saya, di antaranya;
Pertama, kita harus menjadi “Khairu an-Nas” artinya sebaik-baik manusia, secara praktik di lapangan, setiap muslim hendaknya menjadi pribadi bermanfaat bagi orang lain. Di tengah kehidupan yang saat ini dilanda individualisme, gejala permissive society (masyarakat yang serba boleh) tanpa mengenal mana yang halal dan mana yang haram, materialisme, dan ajaran lainnya. Melihat hal itu, maka penting bagi seorang muslim memosisikan diri dapat bermanfaat bagi orang lain. Hal itu merupakan bangunan dalam melakukan interaksi sosial walaupun dengan orang lain yang berbeda keyakinan.
Kedua, Khairu al-Kalam, artinya sebaik-baik ucapan. Ada pepatah mengatakan lidah tidak bertulang, ungkapan tersebut memiliki makna yang dalam bahwa tidak sedikit manusia tergelincir oleh yang namanya “Lidah”. Percekcokan, berbeda pendapat yang sampai kontak fisik, saling membenci, dan permusuhan seringkali dipicu oleh perkataan yang kurang baik. Sebaik-baik ucapan yaitu ucapan yang menyeru kepada jalan Allah dan senantiasa melaksanakan amal shaleh dan berserah diri kepada-Nya (QS. 41:33).
Maka sangat penting bagi setiap muslim bertutur kata yang baik, sebagaimana dalam Islam tata cara komunikasi sudah tertuang dalam Al-Quran dan Hadits. Misalnya (QS. 4:9 dan QS. 33:70) dengan prinsip komunikasi “Qaulan Sadidan” yaitu perkataan yang jujur, benar, tegas. (QS. 4:63) dengan prinsip komunikasi “Qaulan Balighan” yaitu komunikasi yang efektif. (QS. 20:44) dengan prinsip komunikasi “Qaulan Layyinan” yaitu komunikasi yang lemah lembut. (QS. 73:5) dengan prinsip komunikasi “Qaulan Tsaqilan” yaitu komunikasi yang berbobot/berpengaruh. (QS. 17:28) dengan prinsip komunikasi “Qaulan Maisuuraan” yaitu komunikasi yang pantas dan mudah dicerna/dipahami.
.Ketiga, Khairu al-Ummah, artinya sebaik-baik ummat. Kunci dari sebaik-baik ummat yaitu pribadi muslim yang senantiasa menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan kemungkaran (QS. 3:110). Selain dari itu, pribadi yang memiliki integritas sehingga tidak hanya pandai menyuruh akan tetapi ia melakukannya terlebih dahulu dan hal itu merupakan gambaran agar tidak termasuk kepada golongan orang-orang yang dimurkai oleh Allah yang hanya pandai berbicara namun tidak pernah ia lakukan. Selain dari itu, setiap muslim yang konsen melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar melalui organisasi yang tertata dengan baik.
Keempat, Uswah al-Hasanah, pribadi muslim yang menjadi suri tauladan. Di tengah krisis pigur dewasa ini, Islam telah memberikan gambaran mengenai sosok yang menjadi suri tauladan yaitu baginda Nabi Muhammad Saw. Sebagai ummatnya, kita telah memiliki role model dalam kehidupan ini. Akhlak beliau yang mulia harus menjadi acuan dalam menjalani interaksi sosial. Dalam realitas kehidupan, sangat penting setiap muslim menjadi teladan bagi orang lain. dalam kehidupan yang lebih micro misalnya orang tua menjadi teladan bagi anaknya, seorang guru menjadi teladan bagi siswanya, seorang pengusaha menjadi teladan bagi karyawannya. Adapun kehidupan secara macro para pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya.
Dengan demikian, terciptanya kehidupan yang damai, saling menghargai, saling menasehati dalam kesabaran dan kebenaran sehingga terwujudnya negara yang Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghafur merupakan harapan bersama. Dan hal itu tentu harus dimulai dari pribadi-pribadi yang shaleh dan keshalehan tersebut berimplikasi terhadap keshalehan sosial dan kearifan dalam mengelola alam yang telah dianugerahkan Allah SWT ini. Akhirnya, Semoga kita dapat memaknai hidup ini untuk beribadah kepada-Nya. Wallahu a’lam.