Kearifan lokal ( Kue tradisional Bugis Makassar )

MAKNA KUE KHAS BUGIS MAKASSAR DALAM BUDAYA PERNIKAHAN
Muhammad Nurdin, S.P
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan ketahanan budaya di tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. Objek pemajuan kebudayaan adalah unsur-unsur kebudayaan yang menjadi fokus utama dalam pemajuan kebudayaan. Salah satu upaya yang dilakukan dalam bidang pengembangan kebudayaan adalah dengan mengadakan pengkajian nilai-nilai budaya masyarakat lokal.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Hasil dari kebudayaan bisa berupa benda-benda, lagu, puisi, dan lain-lain.
Pengetahuan tradisional lahir dari sebuah gagasan dan ide dalam masyarakat yang mengandung nilai-nilai setempat dan diwariskan secara turun-temurun. Kuliner sebagai pengetahuan tradisional hadir sebagai bentuk penyajian yang bersifat khas dan memiliki makna dan filosofi sebagai suatu nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat. Kuliner adalah olahan berupa masakan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan berbagai jenis makanan, lauk-pauk, penganan, hingga minuman. Kuliner yang disajikan dalam upacara adat suatu masyarakat diidentikkan dengan makna simbolik di dalamnya.
Setiap masyarakat memiliki tata cara tersendiri dalam hal penyajian kuliner. Mulai dari pemilihan bahan-bahan yang diperlukan, proses pembuatan, sampai pada proses memakannya. Semuanya memiliki aturan tersendiri, tergantung pada masyarakat yang melaksanakan kegiatan upacara dengan melibatkan kuliner di dalamnya. Dengan demikian, dalam penyajian kuliner di masyarakat, ada beberapa fungsi sosial yang melekat, yaitu selain sebagai makanan secara biologis yang memberi energi bagi tubuh, juga berperan dalam menjalin hubungan satu sama lain secara nyata, maupun hubungan dengan kekuatan metafisik.
Dalam kehidupan masyarakat, ada jenis kuliner yang disajikan setiap harinya, yaitu untuk konsumsi sehari-hari, dan ada jenis kuliner yang disajikan pada momen-momen tertentu saja, seperti kuliner yang hanya dapat ditemui pada kegiatan tradisi atau upacara tertentu. Namun terkadang, ada panganan atau makanan yang dijual sebagai kuliner sehari-hari, tetapi ketika masuk dalam kegiatan upacara, kuliner tersebut memiliki nilai-nilai yang mendalam. Kuliner tradisional pada upacara adat di Sulawesi Selatan menjadi kuliner penting dalam aktivitas budaya.
Makanan merupakan salah satu karya budaya masyarakat (Haryono, 2013). Semua manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup, siapapun dia, dari manapun asalnya, berapapun umurnya, baik dalam keadaan sehat atau sakit. Oleh karena itu, makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Dalam proses transmisi kebudayaan, adat istiadat yang dipelihara oleh masyarakatnya dianggap memiliki makna dan nilai-nilai budaya. Tentunya setiap nilai-nilai budaya itu dianggap memiliki nilai fungsional bagi masyarakat pendukungnya. Makanan atau kue-kue itu sendiri bukan hanya untuk nutrisi dan pemenuhan gizi seseorang sehingga dapat bertahan hidup.
Makanan tradisional atau makanan rakyat adalah salah satu jenis folklore yang merupakan bentuk kebudayaan yang memberikan ciri bagi masyarakat pendukungnya. Dalam sudut pandang antropologi, folklore makanan merupakan fenomena kebudayaan. Oleh karena itu, makanan bukan hanya sebagai produksi organisme dengan kualitas-kualitas biokimia yang dikonsumsi oleh manusia, tetapi juga bagian dari upaya mempertahankan hidup yang ditentukan oleh kebudayaan masing-masing kolektif (Danandjaja, 1997).
Pernikahan memiliki makna mendalam bagi masyarakat Nusantara. Segala tradisi dan atribut yang menyangkut pernikahan tentunya mempunyai pesan filosofis yang penuh makna. Demikian pula bagi masyarakat Bugis Makassar, segala bentuk dan pernik dalam prosesi upacara pernikahan pun mempunyai nilai-nilai filosofis. Mulai dari baju pengantin, pelaminan, hingga kebiasaan-kebiasaan lainnya, termasuk hidangan yang disajikan untuk menyambut tamu. Berdasarkan data, beberapa penganan atau kue-kue yang disajikan dalam perkawinan dan atau acara budaya lainnya adalah sebagai berikut:
Nama Kue |
Maknanya |
Bannang-bannang/nennu’-nennu’ | Pasangan suami-istri yang menikah diharap akan terus menjalin ikatan rumah tangga tanpa henti, dalam kondisi yang tersulit dan terberat sekalipun. |
Sero-sero atau se’ro-se’ro | bahwa pasutri yang nanti membina rumah tangga akan mengisi kehidupan dengan melayani satu sama lain. Dengan kata lain, mengisi hidup masing-masing dengan pertolongan dan kerjasama (asse’roq). |
Baruasa | agar usia rumah tangga pasangan bisa abadi hingga maut memisahkan. |
Ajoa | bahwa pasangan suami-istri harus saling membantu dan mendukung satu sama lain demi satu tujuan. |
Cucuru Tello/ Cucuru Bayao | disebut sebagai harapan bagi pasangan yang menikah agar kehidupan rumah tangga mereka dipenuhi rasa manisnya memadu kasih serta kebahagiaan. |
Sikaporo | sebagai harapan bahwa pasangan suami-istri yang mantap membina rumah tangga akan berperangai lembut satu sama lain. |
Ka’tirisala | mewakili dua sisi hidup berumah tangga nantinya. Ada suka duka, lembut dan kerasnya masalah yang bakal dilalui pasutri. Namun, suami-istri yang menikah diharapkan tabah demi melewati segala ujian. |
Demikian beberapa penganan atau kue-kue tradisional yang memiliki makna dan filosofis dalam perwakinan Bugis atau pun Makassar, dan menjadi warisan leluhur yang tak ternilai harganya. Hal ini merupakan aset bangsa dalam memperkaya budaya nasional agar generasi mendatang tidak melupakan nilai tradisi dan budaya kuliner yang telah berusia ratusan tahun tersebut.
Suku Bugis Makassar merupakan sebuah suku yang kaya akan kebudayaan dan hal ini merupakan salah satu kebanggaan yang harus dipertahankan termasuk kuliner tradsional yang bernilai ratusan tersebut ternyata memiliki kandungan makna yang sangat dalam dan menjadi symbol pegangan bagi kedua pasangan suami isteri, bukan hanya, jenis, rasa dan bentuknya saja bahkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai cerminan masyarakat yang bertradisi dan berbudaya.
Referensi bacaan
Azis, Abdul dkk, 2019. Kuliner Tradisonal Pada Upacar Adat Di Sulawesi Selatan, Makassar: UPT UNHAS Press.
Daliman, A. 2001. Makna Simbolik Nilai-nilai Kultural Edukatif Baagunan Kraton Yogyakerca: Suatu Analisis Numerologis dan Etlmologis. Jurnal Humaniora. Volume XIII. No.I
Danandjaja,Jame s. 1997. Folkloor Indoncsia: Ilmu Gosif, Dongeng, dll. Jakarta: PT. Pustaka Utema Grafiti.
Haryono, Timbul. 2013. “sejarah Makanan dan Gaya Hidup Nusantara den Ztmza Jawa Kuno Hingga Abad-2l”. Yogyakarta: Seminar Arus Balik mcmori Rcmpah dan bahari Nusantara, Kolonial dan Puskolonial, 19 Oktober 2013
https://kompas.com/food/
Sugiyono 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alphabet.
Walidin, W., Saifullah, & Tabrani. 2015. Metodologi penelitian kualitatif & grounded theory. FTK Ar-Raniry Press.