Siswa, Mahaguru Dari Seorang Guru

Begitu istimewa kah menjadi seorang guru?

Allah mengangkat derajat orang berilmu dengan derajat yang spesial, derajat dalam soal kemuliaan dan martabat yang tinggi’, berilmu saja Allah menjanjikan derajat yang spesial, apalagi guru. Guru tidak hanya berilmu tetapi juga mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dimiliki agar membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain.

Sebagai perantara kebaikan, maka berhak mendapat ganjaran sebagaimana sabda Rasulullah,’Siapa saja yang menempuh jalan kebaikan, maka dia mendapat pahalanya, sekaligus pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala dia sedikitpun,’ (HR. Ibnu Abi Syaibah). Mulianya menjadi seorang guru, mendapatkan ganjaran pahala yang tidak terhingga dari Allah SWT.

Menjalankan peran sebagai guru terlihat sederhana, tetapi pada kenyataannya guru butuh reinforcement agar siswa dapat menunjukkan hasil terbaik yang mereka miliki. Siswa merupakan subjek pembelajaran, dan guru berperan sebagai fasilitator yang akan membersamai siswa  agar dapat mengkonstruksi dirinya sendiri untuk mendapatkan ilmu pengetahuan secara mandiri.

Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia menegaskan bahwa tugas guru itu adalah ’educated the head, the heart, and the hand’. Makna yang terkandung adalah guru memiliki peran penting mengedukasi siswa agar mampu menghasilkan cipta, rasa dan karya.

Guru, ketika tersemat panggilan itu, muncul beberapa pertanyaan yang kadang membuat kita gamang, ‘Pantaskah saya dipanggil dengan sebutan mulia itu?’, ‘Sejauh mana siswa yang saya ajar memiliki kemampuan mencipta, memiliki rasa, dan menghasilkan karya?.

Bukan bermaksud tidak memiliki kepercayaan diri memiliki kemampuan dalam mengemban tanggung jawab menjadi seorang guru, tetapi ketika kita merasa pantas menjadi seorang guru, maka biasanya sudah tidak bergairah lagi mengembangkan diri dan berinovasi, merasa sudah mumpuni, merasa sudah paling hebat.

Zona nyaman mengkebiri kreativitas karena sudah merasa di titik zenit, titik tertinggi pencapaian prestasi. Maka jangan sampai merasa pantas menjadi guru, agar kita selalu merasa banyak kekurangan. Jangan merasa pantas menjadi seorang guru, agar kita selalu muhasabah dan memperbaiki diri. Jangan merasa pantas menjadi seorang guru, agar kita selalu memiliki energi untuk upgrade kemampuan.

Siapa sesungguhnya mahaguru dari seorang guru?, jawabannya adalah siswa. Bersyukur ketika mendapatkan siswa yang tidur ketika sedang belajar, guru belajar apakah metode pembelajarannya sangat membosankan?. Bersyukur ketika mendapatkan siswa yang terlihat mengabaikan pembelajaran dan lebih fokus kepada gadgetnya, guru belajar bagaimana ketertarikan terhadap gadget bisa menjadi peluang untuk memperoleh materi secara luring.

Bersyukur mendapatkan siswa yang sulit untuk diatur, guru belajar bagaimana bersabar dan mencari solusi agar tertarik pada pembelajaran. Bersyukur mendapatkan siswa yang pendiam dan pasif, guru belajar bagaimana memberikan pertanyaan pemantik agar siswa tersebut memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Siswa dan guru harus bergerak linier secara bersamaan, ketika siswa berproses, maka guru pun sama terus mengikuti dinamika proses siswa. Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya, jangan sampai guru mengalami cultural shock karena ketidakmampuannya seirama dengan proses dinamika siswa.

Begitu mulianya guru, kita harus menjaga marwahnya agar menjadi guru yang bermartabat. Selalu merasa kurang dan belum pantas senantiasa mengakar dalam diri seorang guru sehingga secara mandiri memiliki ghirah untuk tetap belajar dan belajar. Berproses secara terus menerus agar menjadi guru yang dirindukan oleh siswa. (tnp)

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *