MUSTAJABNYA DOA SEORANG IBU

SUHARMI, M.Pd. SDN GONTOR

s.id/kanalsatuguru

Aku lulus sarjana strata 1 (S1) bulan Nopember tahun 1999. Kala itu aku mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di bawah naungan sebuah lembaga pondok pesantren. Setelah lulus kuliah, aku mencoba untuk keluar pondok pesantren dan mencoba sesuatu yang baru, karena aku sudah mondok selama 8 tahun (4 tahun nyantri dan 4 tahun kuliah). Bayangan kehidupan bekerja di luar sangat terbayang di mataku, betapa asyiknya jika aku dapat menghasilkan uang dan bisa memberi sedikit untuk kedua orang tuaku yang telah mendidik dan merawatku sejak kecil.

Kala itu tahun 2000……. Aku mencoba bekerja di luar kota di sebuah tempat kursus bahaha Inggris dan kursus komputer yang membutuhkan seorang penyiar radio FM. Aku mengetahui info lowongan kerja dari brosur yang ditempel di dinding kampus pondok peantren. Teman-temanku yang membaca brosur tersebut menginfokan kepadaku dan memotivasiku untuk melamar kerja di tempat tersebut. Aku mencoba untuk menyalurkan bakatku di bidang siaran karena aku hobby menyanyi.

Gayung bersambut ga pakai lama berfikir aku mengajak temanku untuk mencari alamat yang tertera di brosur tersebut. Tidak begitu sulit bagiku menemukan alamat tersebut karena tidak jauh dari jalan raya dimana aku dapat menggunakan transportasi kendaraan bus dan meneruskan dengan jalan kaki, meski begitu tapi jalannya ramai. Ketika sudah sampai tujuan aku mengutarakan maksud kedantanganku yang disambut baik oleh salah satu pegawainya. Aku menyerahkan berkas lamaran dan akan dihubungi lagi nanti bila diterima di tempat tersebut.

Singkat cerita aku mulai bekerja dan diberi fasilitas kost (hanya tempat saja) untuk makan mencari di luar. Aku menjalani rutinitas setiap hari, apabila kebagian shift malam bisa sampat jam 23.00 wib pulang ke kostan. Hal tersebut membuatku tidak nyaman dengan orang sekitar karena perempuan apalagi berjilbab pulang malam. Aku mulai resah, selain hal tersebut ternyata honor yang kuterima cuma habis buat keperluan pribadi sehari-hari, bahkan jika pulang ke rumah tidak bisa memberi uang ke orang tua justru aku diberi ongkos bus untuk kembali ke termpat kerja. Tujuanku sudah melenceng dan keluar dari pribadiku yang sebenarnya.

Berawal dari nasehat seorang teman dekat yang menyarankan untuk kembali ke rumah dan bekerja sesuai ijazah yaitu menjadi guru (back to basic), pekerjaan ini tidak cocok lagi buatku yang notabenenya kuliahku adalah jurusan Pendidikan. Saran dari temanku saya pikirkan dengan serius dan aku mengambil keputusan untuk resign dari tempat kerja tersebut. Akhirnya aku pulang, tapi sesampainya di rumah timbul masalah baru, aku akan kerja apa? Hal ini perlu solusi. Untuk mengisi kekosongan aku tidak gengsi meski sarjana, aku di rumah membantu ibu menganyam bambu, itu pekerjaan ibuku (home industry).

Tahun 2001 aku mulai mencari sekolahan awalnya tingkat SMA namun tidak ada yang kosong. Kemudian aku turun melamar tingkat SMP, tapi juga zonk karena sudah ada GTT yang mengisi. Dengan bekal ijazah Pendidikan Agama Islam agak kesulitan karena sarjana agama di kotaku begitu banyak. Di saat aku sedang putus ada tiba-tiba ibuku menyarankan sesuatu.

Ibu: “Kenapa tidak mencoba ke SD saja?”

Aku: “Ijazaku itu untuk mengajar SMP atau SMA bu.”

Ibu: ”Ya….siapa tahu bisa, kan belum dicoba….”

Aku: “Ibu….. dibilangin ga bisa di SD kok ngeyel.”

Saat itu ijazah S1 untuk mengajar SMP atau SMA sedangkan SD masih SPG/PGA atau jika ada D2 belum ada S1 mengajar di SD. Aku berfikir kenapa tidak saya coba siapa tahu bisa. Akhirnya aku sowan ke kepala sekolah (dulu guruku) dimana SD ku tempat aku belajar dulu. Aku mengutarakan maksudku dan disambung baik, dan akan dipertimbangkan/dimusyawarkan dengan para guru, nanti akan dipanggil. Waktu itu SD membutuhkan tenaga guru bahasa inggris meski aku bukan sarjana bahasa inggris bisa karena punya modal dari pondok. Saat itu libur catur wulan III, aku tidak menyangka mendapat panggilan secepat itu. Seiring dengan berjalanya waktu aku melanjutkan lagi kuliah jurusan bahasa inggris agar linier.

5 tahun kemudian tepatnya bulan Desember 2005 zaman presiden bapak Susilo Bambang Yudhoyono, ada pendataan guru honorer dari pusat. Kala itu aku mencantumkan ijazah awal (PAI) dan ijazah baru (Bahasa Inggris) dan diproses untuk menjadi data base dengan melalui berbagai proses yang sangat panjang. Kami mengisi form yang disediakan oleh Dinas Pendidikan, form tidak boleh poto copian dan harus asli ditulis tangan selanjutnya akan discan dan dikirimkan ke pusat (Jakarta).

Pada bulan Juni 2007 kami para guru honorer mengadakan pemberkasan yang memerlukan banyak sekali data/dokumentasi yang harus dilampirkan untuk diproses menjagi PNS. Kami antri untuk diperiksa mulai jam 06.00 wib s/d 20.00 wib. Keesokan harinya masih kembali lagi karena SK mengajar tahun 2007 kurang jelas stempelnya yang dipermasalahkan oleh pihak panitia dan harus legalisir ke Dinas Pendidikan, itupun harus mengantri sampai jam 23.00 wib karena banyaknya berkas.

Satu tahun kemudian tepatnya bulan April 2008 kami menerima SK CPNS dari pemerintah daerah dan menerima SPMT mulai tertanggal 1 Mei 2008 sudah bertugas sebagai guru CPNS di lembaga masing-masing, ada juga yang dipindah ke lembaga lain. Perasaan bahagia tak terkira dan rasa syukur kepada Allah, bagaimana mungkin bisa menjagi PNS sedangkan dalam keturunan keluarga kami tak seorangpun yang bekerja sebagai PNS, tidak ada koneksi dan seandainya pakai uang pun ayahku tidak akan mau menjual tanah/sawah karena tidak punya, dan kalaupun punya aku juga tidak mau menjadi PNS dengan uang sogokan, lebih baik buat modal usaha. Doaku terkabul menjadi PNS tanpa uang sepeser pun. Terima kasih bapak presiden.

Hal tersebut seperti tidak masuk akal sama sekali, namun itu semua tidak lepas dari doa seorang ibu buat anaknya. Ternyata doa ibu benar-benar mustajab sekali. Ya allah rasa syukurku kepadaMu dan terima kasih ibu….ayah….. sungguh kalian sangat berarti dalam hidupku. Meleleh air mata ini saat ditanya ayah, “bagaiman usahanya, berhasil?” Hanya tetesan air mata yang menjawabnya. Ibu pun juga berkata, “untung kamu mau nurut saran ibu, coba kalau engga gimana coba?” aku menjawab, “Iya ya bu… alhamdulillah atas saran ibu jadi sekarang saya bisa seperti ini.”

Terkadang Allah memberikan rizki kepada hambaNya dari arah yang tiada disangka-sangka termasuk terkabulnya doa orang tua kita. Hal ini menjadi pembelajaran buat saya bahwa patuh dan taat kepada orang tua ada hikmah di baliknya dan untuk mencapai cita-cita memerlukan proses yang panjang dan kesungguhan dalam berusaha.

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *