Rintangan Bukan Alasan Menggapai Angan
Link: https://s.id/kanalsatuguru
Oleh :Ervina, S.Pd AUD (TK/RA PERWANIDA 01 RANUPANI LUMAJANG)
Namaku Ervina, aku seorang guru Taman Kanak-Kanak (TK) di kota Pisang Lumajang. Menjadi guru bagiku, bukan hanya untuk mencerdaskan bangsa, lebih dari itu , guru harus bisa mendidik akhlak, menjadi panutan, tidak hanya di depan murid, tapi juga harus bisa menjadi role model di masyarakat. Enam belas tahun aku berjibagu dengan profesiku, mendidik generasi penerus bangsa di usia dini. Suka duka selalu beriringan, harus dinikmati dan dijalani, karena ini adalah prinsip komitmen seorang guru. Amanah sebagai guru berawal dari tahun 2005, aku mengajar di sebuah TK di dalam kota Lumajang. Aku hidup dalam rumah bambu dengan keluarga kecil yang sangat sederhana, aku bersyukur atas rejeki dari Allah, bukan penghasilan besar yang kami harapkan tapi keberkahan yang utama.
Pengabdian mendidik anak bangsa adalah prioritas utama tanpa mengenyampingkan kewajiban sebagai ibu rumah tangga. Sebagai seorang ibu dan seorang istri, aku harus bisa meluangkan waktu bersama sang buah hati dan mengurus rumah tangga, Alhamdulillah, aku dikaruniai seorang anak laki-laki yang lucu dan seorang suami yang mempunyai kesabaran yang sangat luar biasa dan selalu mendukungku, karena suamiku juga seorang guru dan aku merasa sangat beruntung karena kami seprofesi.
Tidak hanya tawa, tangis pun pernah menghiasi hidupku. Tahun 2006, merupakan tahun yang penuh ujian bagi keluarga kami. Ujian datang dari orang terdekat kami, dia adalah teman kami. Aku mendapat amanah untuk mengkoordinir tabungan warga di dusun tempat aku tinggal. Suatu hari, teman kami datang untuk meminjam sejumlah 100 juta, tetapi kami menolak untuk meminjaminya karena kami tidak mempunyai uang sebanyak itu. Namun, rasa iba tidak dapat kami tahan, karena dia tetap memohon untuk dipinjami, akhirnya kami pun meminjamkan uang tabungan warga, karena sepakat akan dikembalikan dalam waktu 1 minggu. Kami memang salah waktu itu. Minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, teman kami tidak kunjung membayar, kami berusaha menghubunginya, tapi hasilnya nihil, iya ternyata dia kabur dan menipu kami. Kami tidak pusing memikirkan kemana teman kami kabur, yang kami pikirkan adalah bagaimana caranya kami bisa mengganti uang tabungan itu. Akhirnya, kami tekad pinjam uang di bank untuk mengganti uang itu meski sebagai gantinya tiap bulan kami harus membayar kredit di bank. Tidak berhenti disitu saja, kami harus memutar otak untuk mendapatkan penghasilan lain, karena hasil dari mengajar saja tidaklah cukup. Akhirnya, aku dan suami membuka warung bakso dan jajanan ringan yang kami jual depan rumah kami. Kami jalani tanpa rasa malu, pagi mengajar sebagai guru dan sore menjadi penjual bakso. Alhamdulillah, kami bisa menyicil pinjaman di bank setiap bulannya.
Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan, itulah janji Allah kepada umatnya. Setelah mengalami ujian, aku mendapatkan karunia yang luar biasa, aku diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun 2010. Aku ditempatkan mengajar di sekolah yang jauh dari perkotaan, yaitu di Tempursari. Setiap hari berangkat dengan motor bebek, bergelut dengan angin serta teriknya matahari melewati pesisir pantai selatan. Ujian yang berat sudah terlewati, namun ternyata Allah menyayangiku dengan mengujiku kembali. Aku dan suami mengalami kecelakaan lalu lintas, aku mengalami cedera otak dan harus dirawat di Rumah Sakit selama dua minggu, sedangkan suamiku mengalami luka di kaki kanan. Butuh kurang lebih 5 bulan untuk memulihkan kesehatanku sampai akhirnya aku bisa mengajar kembali. Setelah pulih, aku kembali mengajar selama 7 bulan sebelum aku dipindahkan, aku tidak lagi mengajar di tempat itu, aku ditempatkan kembali di kota Lumajang.
Sebagai PNS, aku mengabdi untuk pemerintah dan harus bersiap jika sewaktu-waktu di pindah ke tempat dinas yang baru. Waktu itu telah tiba, aku ditempatkan di sekolah yang jauh dari perkotaan untuk kedua kalinya, tepatnya di desa Ranupani, desa terpencil di lereng Semeru. Ranupani merupakan desa di dataran tinggi, Ranupani bersuhu dingin dan memiliki akses jalan yang tak mudah untuk dilalui, karena masih dikelilingi hutan belantara. Karena medannya yang sulit, aku sering terjatuh dari motor saat dalam perjalanan. Ranupani, membuat aku lebih memahami tantangan memberikan pendidikan. Ranupani merupakan tempat dengan tanah yang subur, masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Rata-rata keadaan ekonomi sangat bagus, masyarakat menjadi petani yang makmur. Agama yang dianut pun beragam, yaitu Hindu dan Islam.
Sekolah TK di Ranupani merupakan satu satunya sekolah TK di desa ini. Awal aku mengajar disana, aku lihat pemandangan yang berbeda jika dibandingkan dengan sekolah tempat aku mengajar sebelumnya. Guru yang mengajar hanya 4 orang. Sebelumnya seorang guru mengundurkan diri karena tidak sanggup dengan medan yang sulit. Murid di sekolah TK tersebut berjumlah sekitar 30 orang. Masyarakat Ranupani sangat membutuhkan pendidikan, karena itu masyarakat menyambut baik dengan adanya sekolah tersebut di desanya.
Jarak Ranupani jauh dari perkotaan, sehingga guru diberi jadwal mengajar 4 kali seminggu dan disarankan bermalam di dekat sekolah jika merasa lelah untuk perjalanan pulang. Seragam yang aku pakai juga tidak biasa, jika guru biasanya memakai seragam batik atau keki yang rapi dan bersepatu fantofel, lain halnya denganku yang memakai trining, kaos olah raga berjaket tebal, berselimut sarung, dan memakai sepatu boot untuk melawan kedinginan. Namun, terlepas dari berbagai kekurangan, ada yang membuatku takjub, yaitu sikap masyarakat Ranupani yang sangat baik dan ramah, bahkan aku diberi lahan kosong untuk bercocok tanam seperti menanam kentang, dan bawang prei.
Masyarakat non muslim juga menyekolahkan anaknya di sekolah kami yang notabenenya adalah sekolah Islam. Orang tua tidak mempermasalahkan perbedaan agama yang ada. Kami memberi kebebasan orang tua untuk memilih apakah anaknya ikut atau tidak dalam pembelajaran yang bertema Islam seperti pembelajaran doa sebelum makan, sebelum tidur dan lainnya. Justru dari orang tua memilih mengizinkan anaknya mengikuti semua pembelajaran yang diajarkan dengan senang hati. Sungguh toleransi yang sangat luar biasa, hidup berdampingan meskipun berbeda agama. Mengajar anak-anak di desa terpencil butuh kesabaran dan ketelatenan, karena akses pendidikan yang minim, selain itu waktu orang tua banyak dihabiskan untuk bercocok tanam sehingga mendampingi anak belajar juga terbatas. Anak-anak sangat membutuhkan perhatian yang lebih dari guru mengenai pendidikan. Dari sini aku mengerti sesuatu yang dilakukan dengan sepenuh hati akan menyenangkan. Aku sebagai guru akan berdiri kokoh mencerdaskan bangsa, memperjuangkan pendidikan. Semangat dan niat yang tulus menjadi kekuatan bagiku untuk tetap bertahan dan mengabdi, bukan pengakuan yang aku cari tetapi bermanfaat untuk orang lain adalah kebahagiaan sejati.
5 Comments
Sangat menginspirasi,semangat untuk guru seluruh Indonesia..
Sangat menginspirasi,terus semangat para pejuang pendidikan….
setiap orang pernah salah, yang terpenting adalah bagaimana kita belajar dari kesalahan dan tidak mengulangi lagi…Semangat untuk pejuang pendidikan Indonesia!
semoga berkah dan menghasilkan benih yang berkualitas bagi negri
Ya Allah..berikan keberkahan kepada semua pejuang pendidikan Indonesia