BLOCKCHAIN DAN PAK RW

 BLOCKCHAIN DAN PAK RW

Pak Agus terpilih menjadi Ketua Rukun Warga (RW) di kampungnya dalam pemilihan semalam.

Dalam kampanyenya, Pak Agus menjanjikan transparansi pengeleloaan keuangan RW dan validitas data-data kampungnya. Tak lupa, dia akan menjamin keamanan data-data warganya. Maklum, di kampungnya tidak sedikit warga yang literasi digitalnya mulai meningkat.  Mungkin sering membaca atau mendengar di media bahwa keamanan data pribadi perlu dijaga dengan ketat.

Untuk menunaikan janji tersebut yaitu transparansi, validitas dan keamanan data Pak Agus menerapkan cara yang tidak lazim. Alih-alih menunjuk bendahara dan sekretaris masing-masing seorang, dia membuka “lowongan” posisi tersebut kepada warganya lebih dari seorang untuk setiap posisi.  Jumlahlah setiap posisi tidak dibatasi.

Alasan kebijakan Pak Agus masuk akal. Jika Bendahara hanya satu, warga bisa berasumsi akan mudah terjadi kongkalikong antara  Ketua RW dan Bendahara untuk korupsi. Jika bendahara lebih dari satu, maka peluang kongkalikong makin kecil. Makin banyak bendahara, makin banyak bendahara akan makin kecil peluang terjadinya kongkalikong.

Demikian juga dengan keamanan data yang menjadi tugas dan fungsi sekretaris untuk mengelolanya. Jika sekretaris hanya satu, peluang integritas, ketersediaaan dan keamanan data warga hanya tergantung satu orang. Bagaimana kalau sekretaris tanpa sengaja menghapus data di laptopnya, bagaimana kalau laptopnya hilang atau dicuri dan tidak rajin dibackup, bagaimana kalau jika laptopnya kena virus sehingga datanya rusak.

Atau, Pak Sekretaris sedang berlibur dan tidak membawa laptop sementara Ketua RW memerlukan data.

Apabila sekretaris dan bendahara lebih dari seorang maka kemungkinan-kemungkinan di atas tidak akan terjadi.

Yang dilakukan Pak RW adalah melakukan desentralisasi pengelolaan data yaitu dengan menyebarkannya ke beberapa bendahara dan sekretaris yang akan memproses data dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan bersama.

Untuk memotivasi warganya agar bersedia menjadi bendahara atau sekretaris, Pak RW menjanjikan insentif.  Kebetulan Pak RW adalah pengusaha roti,  maka Pak RW akan memberikan sebungkus roti tawar sebagai insentifnya.

Seperti itulah cara kerja blockchain. Teknologi yang melakukan penyebaran (desentralisasi) pencatatan data ke berbagai node (server). Setiap node akan mendapatkan set data yang sama. Perubahan data hanya bisa terjadi jika semua node “mengiyakan” perubahan data tersebut.

Pihak yang mencoba meng-hack blockchain harus mampu dalam waktu yang bersamaan menjebol semua server yang terlibat dalam sebuah jaringan blockchain. Hal itu mustahil bisa berhasil.

Karena setiap node tadi memerlukan sumberdaya komputasi yang tentunya ada biayanya, maka mereka akan mendapat insetif atau penghargaan (reward) dalam bentuk crypto currency atau koin, seperti Bitcoin, Etherium dan Matic.

Antar node bisa tidak saling mengetahui, tergantung dari tipe atau jenis blockchain yang dibangun.

Aturan-aturan yang menjadi acuan bagi berlangsungnya proses validasi oleh node dituangkan dalam smart contract.

Agar keamanan data terjamin, maka pencatatannya menggunakan kriptografi. Gampangnya, kriptografi adalah ilmu atau teknologi yang menyamarkan isi data berdasarkan sebuah aturan sehingga orang lain tidak tahu isi data tersebut.

Contoh paling sederhana dari kriptografi adalah jika abjad dipetakan ke dalam angka misalnya A=1;  B=2; C=3 dst, maka kata AKU akan disamarkan menjadi 011121.

Kritografi menjadi unsur utama dalam implementasi teknologi blockchain.

Spread the love

Related post

6 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *