Menanamkan Karakter melalui Prosesi Adat Kenaikan Kelas, Bisakah?

https://margaretblaine.com/
Sumber : https://margaretblaine.com/

*Euis Rosita

Penanaman karakter menjadi sebuah karakteristik khas dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka. Sekolah yang berada di bawah naungan Kemendikbudristek RI merujuk pada karakter yang terangkum dalam profil pelajar Pancasila. Sementara itu, sekolah yang berada di bawah naungan Kemenag RI, karakternya ditambah dengan profil pelajar rahmatan lil alamin. Kedua hal tersebut tentunya saling melengkapi untuk memperkuat penanaman karakter kepada seluruh peserta didik dalam menghadapi perkembangan zaman.

Salah satu kegiatan penanaman karakter yang dilakukan MIS Al-Muawanah Leuwipeusing, Sukanagara, Tanjungjaya, Tasikmalaya melalui kegiatan pelepasan dan kenaikan kelas. Apa saja yang dilakukan dalam rangkaian kegiatan tersebut? Rangkaian kegiatan pelepasan dan kenaikan kelas dimulai dengan pawai, upacara adat, wisuda tahfiz, hingga penampilan kreativitas siswa.

Rangkaian kegiatan kenaikan kelas diawali dengan pawai. Pawai merupakan iring-iringan sekelompok orang dengan berkeliling wilayah sekitar sekolah. Kegiatan iring-iringan ini dilakukan sambil mengumandangkan selawat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. Hal tersebut merupakan sebuah ungkapan syukur dengan melaksanakan pawai sebagai bagian dari rangkaian kegiatan kenaikan kelas.

Kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan upacara adat. Upacara adat, dalam istilah Islam dinamakan urf, yakni adat kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun. Sebagai bagian dari masyarakat Sunda, sekolah kami memiliki kewajiban dalam melestarikan kebudayaan masyarakat Sunda agar tradisi dan nilai budaya tersebut tetap lestari di tengah-tengah masyarakat Sunda, dan menjadi warisan budaya bagi masyarakat Indonesia. 

Para ulama Ushul fiqih bersepakat bahwa adat (urf) yang sah tidak bertentangan dengan syariat Islam. Upacara adat (urf) yang dilaksanakan di MIS Al-Muawanah bertujuan untuk melestarikan budaya nasional yaitu adat Sunda. Meskipun hanya sebagian kecil yang ditampilkan dari banyaknya prosesi adat Sunda, MI Al-Muawanah telah memperkenalkan kepada siswa bahwa beragam adat budaya yang ada di Indonesia merupakan anugerah dari Allah Swt. yang harus disyukuri dalam wadah Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam prosesi adat tersebut, muncullah seorang dayang. Dayang dalam kegiatan prosesi adat tersebut dapat bermakna anak perempuan atau gadis. Dalam kegiatan prosesi yang kekinian, dayang dikenal sebagai bridesmaids atau pengiring pengantin wanita. Tugas dayang dalam prosesi adat biasanya memberikan hiburan dengan iringan musik yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Dalam tradisi Sunda yang lainnya, misalnya pernikahan, muncul pula sosok Lengser dan Ambu. Prosesi adat pernikahan tersebut dinamakan karesmen mapag panganten. Di sinilah sosok Lengser dan Ambu ini berperan untuk memberikan guyonan ringan yang tidak lepas dari tupoksi yang seharusnya dijalankan. Lengser dan Ambu ini tidak terlepas dari sekelompok orang yang mengarak rombongan pengantin (groomsmen). 

Prosesi adat lainnya yang dilakukan oleh siswa adalah sungkem. Sungkem merupakan tradisi yang dilakukan oleh anak kepada orang tuanya (pinisepuh) untuk menunjukkan tanda bakti dan rasa terima kasih atas bimbingannya. Sungkem dilakukan dengan posisi jongkok sambil mencium tangan kedua orang tua. Tradisi sungkem ini tidak bertentangan dengan syariat Islam karena merupakan ekspresi memuliakan orang yang lebih tua, tanpa menyerupai bentuk takzim kepada Allah Swt., seperti halnya sujud dan rukuk.

Beragam prosesi adat yang dilakukan secara rutin oleh siswa tersebut merupakan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam menanamkan karakter. Beragam prosesi adat yang dilakukan merupakan bentuk kepatuhan masyarakat Sunda terhadap nilai-nilai tradisi lokalitas. Begitu juga dengan beragam karakter yang ditanamkan dalam acara pawai dengan lantunan selawat dan tradisi sungkeman sebagai bentuk memuliakan orang tua merupakan bentuk rasa syukur dan kepatuhan masyarakat terhadap nilai-nilai luhur agama yang dianutnya. 

Kegiatan tersebut alangkah baiknya menjadi rutinitas kegiatan sekolah dalam upaya menanamkan karakter kepada siswanya. Hal tersebut sangat bermanfaat dalam menjaga tradisi dan memperkuat nilai-nilai religiositas. Bukankah rangkaian kegiatan proses adat masyarakat Sunda seperti yang digagas dan dilaksanakan secara rutin oleh MIS Al-Muawanah lebih bermakna daripada kegiatan hura-hura dalam rangka kenaikan kelas atau pelepasan siswa? Semoga menjadi sebuah tambahan referensi dalam penanaman karakter siswa, baik profil pelajar Pancasila maupun pelajar rahmatan lil alamin di lingkungan sekolah sambil menjadi tradisi luhur lokalitas masyarakat dan nilai-nilai agama. _Red.SG-03_

*Guru MIS Al-Muawanah Leuwipeusing, Sukanagara, Tanjungjaya, Tasikmalaya.

Spread the love

Related post

1 Comment

  • Luar biasa sekali perpaduan antara pendidikan zaman now dengan tanpa meninggalkan kearifan budaya agamis sehingga terbentuklah karakter pemuda kuat secara Ilmiah pun kuat secara Aqidah. Ide yang cemerlang

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *