Fitrah Seorang Guru: Pengabdian Tiada Henti!
Ketika mendengar sebuah frasa ’profesi guru’, apa yang ada di benak kita semua? Ya, sebuah profesi yang di dalamnya terdapat sebuah pengabdian yang tiada batas, pengabdian yang tiada henti hingga kapan pun. Bahkah, pengabdian ini harus disertai dengan keikhlasan. Sebuah peribahasa ‘Guru Adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’ terasa nyata adanya ketika kita teringat guru-guru kita. Bahkan, hal tersebut begitu dekat ketika kita berada di tengah-tengah mereka. Melihat fenomena tersebut, profesi seorang guru di lingkungan masyarakat masih menjadi magnet atau sesuatu yang terhormat.
Sebuah pengabdian ternyata tidak surut dengan beragam permasalahan yang melanda. Masih jelas terdengar oleh kita bahwa pengabdian seorang guru terus bergelora di negeri kita. Coba kita tengok cerita guru yang berjuang mengajar masyarakat di daerah pelosok. Tak jarang bagi mereka yang harus menempuh jarak yang jauh dan menapaki jalanan rusak. Meskipun upah yang diterima seorang guru di pelosok, apalagi yang belum kategori ASN/PPPK, dapat dikategorikan sebagai tidak layak, guru tetaplah seorang guru. Ia tetap bersemangat untuk mencerdaskan anak bangsa.
Kita masih ingat tentang kisah-kisah guru di pelosok menjadi inspirasi pekerja kreatif menjadi sebuah film. Salah satunya adalah kisah perjuangan guru-guru yang terdapat dalam film Laskar Pelangi. Sebenarnya, film tersebut menyuguhkan dua sisi gambaran pendidikan di Indonesia. Di satu sisi, kisah tersebut menyuguhkan semangat para guru Indonesia dalam mencerdaskan anak bangsa. Di sisi lain, kisah tersebut menyuguhkan kondisi pendidikan di sudut negeri yang menyedihkan. Ya, semua kembali lagi bahwa menjadi guru di Indonesia adalah keikhlasan dan pengabdian pada negeri tercinta.
Fenomena tersebut sangat menarik karena terdapat dilema dan konflik yang tak kunjung usai tentang profesi guru di Indonesia. Namun, profesi seorang guru masih diminati. Hal ini mungkin berkaitan dengan bagaimana fitrah manusia yang sebenarnya, yaitu fitrah untuk mengeruk ilmu dan berbagi ilmu kepada sesama. Ada kepuasan batin tersendiri yang dirasakan ketika bisa berbagi pengalaman dan pengetahuan.
Watak dan tradisi orang Indonesia dalam berbagi tampaknya tidak pernah punah ditelan waktu. Hal tersebut menjadi warisan yang tidak ternilai harganya. Meskipun banyak cerita kegetiran seorang guru di pelosok, tetap saja mereka rela mengabdi untuk mendidik anak-anak bangsa. Semua hal yang mereka alami, baik menempuh jalan terjal bebatuan, jalan setapak d jika banyak sekali guru di Indonesia, terutama yang di berbagai pelosok, rela menempuh terjalnya pengabdian mendidik anak muridnya. Segala dilema yang mereka alami akhirnya mereka kesampingkan terlebih dahulu.
Dalam perkembangannya, profesi guru kini menjadi sebuah cita-cita masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya kebijakan pemerintah tentang profesionalisme guru. Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 pasal 2 ayat (1) dan (2), seorang guru tidak hanya cukup lulusan sarjana pendidikan, melainkan harus lulus program profesi guru. Meskipun harus ditempa ujian yang luar biasa ditambah harus kembali menjalani pendidikan profesi, profesi guru masih menjadi magnet yang menarik di tengah-tengah masyarakat Indonesia dengan beragam risiko yang ’membahayakan’ dirinya.
Pemerintah seharusnya menyadari bahwa guru memiliki peranan penting dalam pembangunan bangsa. Kelayakan dan kesejahteraan hidup profesi guru seharusnya cerah di masa depan, bukan suram tanpa arah. Melihat tugas dan beban tanggung jawab guru yang begitu banyak, seharusnya pemerintah menyadari bahwa kesejahteraan guru harus menjadi perhatian penuh. Kebijakan demi kebijakan yang menyangkut guru harus memperhatikan dampak jangka panjang terhadap profesi guru di masa depan.
Tahun 2023, bangsa ini memperingati Hari Guru Nasional ke-78, dengan usia yang cukup, ada doa dan harapan akan nasib guru di masa mendatang. Apresiasi dan penghargaan bukan sekadar ucapan terima kasih, melainkan adanya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, peningkatan kesejahteraan, baik ekonomi maupun psikologi. Semoga menjadi harapan yang terwujud demi pendidikan Indonesia yang lebih baik. (tnp