Darurat Literasi Digital

 Darurat Literasi Digital

*Oleh: Drajat

Kemajuan teknologi ibarat pisau bermata dua, mau mengambil manfaat atau sebaliknya. Bijak dalam bermedsos itulah yang kita harapkan. Pada kenyataannya kita sering lupa saat kita menerima postingan dari orang lain begitu mudah dishare tanpa terlebih dahulu disaring. Maka jangan kaget, jika dalam waktu yang bersamaan beberapa postingan sama, tanpa memperhatikan sumbernya, bahkan begitu mudahnya orang kopi paste. Lebih miris lagi, kabar tersebut bisa menimbulkan bahaya, kabar kebohongan, dusta, atau palsu alias hoaks. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan, hoaks adalah berita bohong, informasi palsu, kabar dusta.

Nampaknya kita harus menengok kembali apa itu literasi. Menurut UNESCO “The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization,” literasi ialah seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana keterampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya. Sementara, National Institute for Literacy, mendefinisikan literasi sebagai “kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.”

Sedangkan menurut Education Development Center (EDC), menyatakan bahwa literasi lebih dari sekedar kemampuan baca-tulis. Namun lebih dari itu, literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Bagaimana dengan literasi digital? Secara umum, pengertian digital adalah penggambaran dari suatu keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1, atau off dan on (bilangan Biner atau disebut juga dengan istilah Binary Digit). Sedangkan literasi digital sendiri adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengomunikasikan konten/informasi, dengan kecakapan kognitif maupun teknikal.

Douglas A.J. Belshaw, tahun 2021, dalam tesisnya “What is ‘Digital Literacy’?” mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut:

  1. Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
  2. Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten;
  3. Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual;
  4. Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital;
  5. Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
  6. Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru;
  7. Kritis dalam menyikapi konten; dan
  8. Bertanggung jawab secara sosial.

Jika boleh kita simpulkan dari beberapa pendapat, literasi menyangkut seluruh hidup dan kehidupan bagaimana kita membaca alam. Akankah kita bijak memperlakukan alam dengan baik? Sudah pasti aura positif akan kembali kepada kita, ketika kita bersahabat dengan alam itu sendiri. Sebaliknya, aura negatif dengan sendirinya, manakala memperlakukan alam sekehendak hati.

Literasi lain yang sering terlupakan adalah literasi hitung atau istilahnya numerasi. Jika kita tilik dalam buku Gerakan Literasi Nasional, literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.

Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel.

Lalu, sudah sampai sejauhmana keterampilan kita dalam membaca matematika alam? Nampaknya kita masih berkutat dengan teori dan rumus-rumus, yang membuat kita phobia saat mendengar “matematika”. Maka tidaklah berlebihan jika anak-anak kita selalu jeblok saat ujian tiba, karena orang dewasa sendiri menyimpulkan matematika mata pelajaran yang menakutkan. Sehingga kegamangan matematika dalam kehidupan menjadi masalah yang tidak bisa dianggap sepele. Tidak jarang kita tidak bijak memperlakukan uang, demikian juga tidak bisa membaca cuaca, statistik, bahkan memasukkan angka-angka yang sudah tersedia rumusnya yang mengakibatkan fatal dan merugikan khalayak. Dan tentunya masih banyak ketidakmengertian memperlakukan numerasi dengan baik.

Demikian juga dengan literasi ekonomi, kita terjebak dengan penghasilan yang wah tanpa ditelusuri bisnis apa yang sebenarnya yang ditawarkan. Bagaimana dengan legalitas formal perusahaan, apakah logis keuntungan sampai sekian persen melebihi saham-saham pada umumnya? Para pemain afiliasi, tersenyum dalam waktu singkat keuntungan menumpuk. Saat untung, semuanya nyaris tak bersuara, sebaliknya saat jeblok, ramai-ramai bersuara!

Sederetan kejadian di atas menjadikan darurat literasi. Artinya, harus segera menengok kembali perilaku kita membaca alam, hukum sebab akibat. Sudahkah kita membaca dengan baik? Siapa yang menabur dialah yang menuai. Jika sebelumnya ada istilah “mulutmu harimaumu”, maka sekarang “jarimu harimaumu”. Mari saling mengingatkan, bijak saat menerima informasi, dan mana yang layak untuk diposting. Sehingga alam tersenyum akan perilaku kita. Upaya membantu individu semakin selektif dalam mengakses media baru, bisa menganalisis, kritis terhadap isinya, mampu mengevaluasi, memiliki keseimbangan merespon, dan mampu mengoptimalkan pemanfaatan informasi yang diperoleh dari media baru untuk hal-hal yang produktif bagi kehidupan.

Semoga kita tetap waras dalam membaca kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan bijak berliterasi. Bukankah demikian?

Spread the love

Related post

2 Comments

  • Artikel tentang literasi digital ini memang diperlukan sekali di zaman anak muda pada khususnya malah untuk membaca….terimakasih kak

  • Artikel tentang literasi digital ini memang diperlukan sekali di zaman anak muda pada khususnya malas untuk membaca….terimakasih kak

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *