Guru yang Merdeka

narasitimes.com

Oleh : Yudhi Kurnia

Guru SMP Muhammadiyah 8 Bandung

Mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Tujuh puluh tujuh tahun yang lalu Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Rumah di Jl. Pegangsaan Timur menjadi saksi sejarah yang begitu berharga untuk bangsa Indonesia. Sejarah mencatat bahwa wilayah Indonesia pernah dijajah oleh negara-negara seperti Portugis, Belanda, dan Jepang. Tentu dengan adanya penjajahan maka kebebasan warga negara menjadi tidak bebas alias tidak merdeka. Segala bentuk kegiatan terkekang karena penjajah membatasi segala macam bentuk kegiatan yang dilakukan. Sehingga tidak banyak yang mampu dilakukan oleh rakyat kala itu, semua terjadi atas kendali penjajah.

Anugrah alam Indonesia yang kaya tak ayal membuat banyak orang bahkan negara lain untuk bisa menguasainya. Rempah-rempah adalah sumber kekayaan alam kala itu yang menjadi daya pemikat sehingga para penjajah datang. Meskipun demikian ternyata bukan hanya rempah-rempah saja namun kekayaan alam lain pun tak luput menjadi sasarannya.

Kini, di alam yang merdeka, segala macam bentuk penjajahan di atas dunia seharusnya sudah dihapuskan, hal itu tidak sejalan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Indonesia menjadi garda terdepan dalam melawan bentuk-bentuk penjajahan di atas dunia. Bahkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara, teks tersebut tertulis dengan jelas. Hal ini semakin mengukuhkan bahwa pengalaman pahit dijajah itu sangat menyakitkan, sehingga Indonesia tidak mau lagi ada penjajahan di atas muka bumi ini.

Sebagai sebuah negara yang berusia 77 tahun kemerdekaan dengan ribuan budaya yang berbeda tentunya muncul beragam dinamika, khususnya dalam bernegara. Selama 77 tahun kita mampu bertahan dengan segala rintangan, kokoh mempertahankan persatuan. Cita-cita luhur para pendiri bangsa menjadi sebuah pegangan dan keyakinan bahwa bangsa Indonesia itu dapat menjaga persatuan dan kesatuan sehingga sekarang ini.

Menjadi merdeka adalah cita-cita bangsa, juga menjadi cita-cita warganya. Masyakarat Indonesia bebas untuk menentukan apa cita-citanya, bagaimana kiprahnya di masa yang akan datang. Satu hal yang pasti semua hal yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan kesepakatan atau hukum yang sudah ada. Beragam bentuk pelanggaran pada norma baik itu norma masyarakat ataupun agama tentunya ada konsekuensinya.

Di kalangan Pendidikan melalui peluncuran dan berlakunya Kurikulum Merdeka, maka semakin mengukuhkan bahwa “Merdeka” menjadi sebuah hak untuk disandang bagi siapapun. Sekolah merdeka, siswa merdeka, guru merdeka, semua merdeka.

Berbicara guru merdeka tentunya akan berbicara apa dan  bagaimana seorang guru berkiprah dalam dunia pendidikan. Guru diberikan keleluasaan untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Bahkan, guru bisa memilih apakah akan menggunakan sumber administrasi pembelajaran yang sudah ada atau membuatnya sendiri.

Hal inilah yang ternyata akan mampu membuat pengalaman pembelajaran siswa di satu sekolah, satu kelas akan berbeda. Jika dulu terpaku pada satu sumber, satu aturan dan keseragaman, saat ini bisa dikembangkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.

Guru merdeka, guru yang mampu mengekpresikan diri melalui karya yang berarti. Guru yang senantiasa bergerak maju, berinovasi tiada henti. Tentunya, guru yang merdeka adalah guru yang bisa berupaya penuh melalui potensi dirinya agar mampu mengangkat derajat pendidikan terus meningkat. Seorang guru karyanya ditunggu, kiprahnya dinanti, kisahnya akan selalu menginspirasi. Mari terus berlatih diri, berupaya tanpa henti untuk belajar dan mengajar dengan rendah hati dan hati-hati. Semangat untuk guru semua. (yk)

Spread the love

Yudhi Kurnia

redaksi@satuguru.id

Related post

1 Comment

  • Kebebasan didalam kelas bagaimana proses belajar mengajar dilaksanakan adalah sebuah kemerdekaan yang bertanggungjawab.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *